oleh

Kudeta Senyap Pemerintah RI Terhadap Negara RI

Kudeta Senyap Pemerintah RI Terhadap Negara RI. Oleh: Malika Dwi Ana, Pengamat Sosial Politik.

Bingung kan dengan judul diatas? Sama. Pasal 6 UUD 1945 mengharuskan agar pemenang pilpres harus menang setengah lebih dari jumlah provinsi yang ada di indonesia (menimal menang di delapanbelas provinsi) dan tidak boleh ada suara di delapanbelas wilayah provinsi yang di bawah 20% (duapuluh persen).

Faktanya, sebaran kemenangan suara capres 01 (Jkw-MA) tidak melebihi 1/2 (setengah) dari jumlah propinsi yang ada di Indonesia. Padahal lembaga-lembaga survey dengan quick countnya memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin secara mutlak. Mestinya mereka semua bersorak-sorak bergembira karena KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah menetapkan Jkw-Ma’ruf sebagai presiden dan wakil presiden. Tapi nyatanya tidak demikian. Suram… terjadi anomali karena penjagaan pelantikan presiden-wakil presiden ‘terpulih’ tempo hari (20/10) begitu ketatnya dengan 30 (tigapuluh) ribu personal aparat TNI-Polri juga pasukan para ‘demit’. Ngga ngerti, itu mau perang atau anu… mbuh!

Kemenangan 01 (Jkw-MA) ini sayangnya hingga saat ini tidak atau belum didukung situng manual sesuai konstitusi. Masih ada 12 (duabelas) propinsi yang belum menyelesaikan situng manualnya dari 34 (tigapuluhempat) propinsi. Seharusnya KPU belum bisa menyatakan kemenangan 01 bila situng manual masih terkatung-katung, melewati batas waktu yang ditentukan.

Sebagian para ahli hukum tatanegara pendukung Jkw-MA bilang; “Jokowi harus menang suara di lebih 17 (tujuhbelas) propinsi tidak berlaku jika capresnya hanya dua.”

Tetapi ketentuan ini tidak tertulis di dalam konstitusi. Maka sebelum jadwal pelantikan presiden, di dalam konstitusi harusnya sudah tertulis pengecualian seperti tersebut biar bisa mengalahkan konstitusi. Karena bagaimanapun juga konstitusi hanya lembaran-lembaran tertulis dan mati.

Baiklah jika demikian, tapi bagaimana dengan KPU yang belum juga menyelesaikan situng manualnya di 12 (duabelas) propinsi? Mau tidak mau KPU harus menyelesaikannya sebelum jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden. Tetapi KPU pasti pusing tujuh keliling berusaha menyesuaikan situng manualnya dengan situng yang dijadikan rujukan kemenangan Jokowi. Keduanya harus sama. Dan itu tidak akan mungkin sama. Hingga pelantikan pun ternyata situng manual belum juga beres.

Baca Juga :  Negara Demokrasi, Sebuah Opini Malika Dwia Ana

Tetapi, apa sih yang gak bisa di negeri berflower +62, semuanya bisa diatur, termasuk konstitusi sekalipun. Aturan konstitusi diatas kini ditabrak dan tidak berlaku sama sekali. Seperti MPR RI yang ada di dalam UUD NRI 2002, sudah tidak menjadi Lembaga Tertinggi Negara, tapi melantik presiden dan wakil presiden. Judul kudeta oleh pemerintah ini sepertinya cocok untuk menarasikan pelanggaran konstitusi ini. Kenapa kekeuh dilantik, sementara konstitusi tidak mengijinkan alias tidak legitimate?

Logika yang melatarinya dalam amatan penulis adalah Logika Kepentingan Bersama, seperti postingan sebelumnya bahwa The Winner Takes It All. Tidak peduli cara menangnya dengan cara apa. Bagaimana kue kekuasaan itu dibagi-bagi dengan merata, sehingga musuh pun turut menikmatinya.

Bahwa apa yang terlihat di permukaan bukanlah peristiwa sebenarnya. Kata Pepe Escobar, “Politik praktis itu bukan yang tersurat melainkan apa yang tersirat”. Apa yang terjadi di panggung pertunjukan, belum tentu yang sesungguhnya terjadi. Pertunjukan sesungguhnya justru terjadi di balik layar. Selalu ada hidden agenda di balik open agenda. Ada sesuatu di dalam sesuatu. Dan tidak ada yang berdiri sendiri dalam setiap peristiwa politik.

Makanya langkah pertama yang diambil adalah merangkul Prabowo Subianto agar masuk masuk dalam kabinet Jkw-MA. Yang disuruh mendekati adalah Megawati dengan jurus nasi goreng dan telor dadar mbak Puan. Dan semua atas prakarsa perintah AMH. Sampai disini silakan menyimpulkan sendiri.

Pertanyaan pentingnya adalah; sudahkah yang dilantik itu mendapatkan hati dan simpati rakyatnya?
Mendapatkan sebuah Kepercayaan….”Winning heart is high cost”. Memenangkan hati rakyat itu mahal. Mungkin sementara bisa didapatkan dengan 100-200 ribu rupiah saat Pemilu, atau dengan menyebar foto-foto merakyat, tapi selanjutnya apakah cukup modal keluyuran di lahan Karhutla maupun bencana sehingga seluruh rakyat percaya. Sebagian besar rakyat pemilih mungkin sudah mati rasa terhadap para pengemban amanah ini… maka yang terjadi ya pemimpin tanpa legitimasi, ya pantas saja 30 (tigapuluh) ribu aparat disiagakan demi mengamankan prosesi pelantikan.

Baca Juga :  Indonesia Menerapkan Hukum Romawi? Opini Chandra Purna Irawan

Padahal Simple Truth; kejujuran. Sederhana tapi tak mudah… Makanya won the trust…!!

Bagaimanakah mau Saideg Saiyeg Saekoproyo Hulupis Kuntul Baris, — satu kesatuan, satu tujuan. Layaknya burung bangau berbaris, jikalau rakyat saja tidak percaya?

Jadi inget unen-unen Jowo:

Sopo to sing bakale dadi Ratu,
Petruk opo Bagong?
Petruk dadi Ratu ora bakal suwe,
Bagong dadi Ratu yo ora bakal suwe,
Bakal bali badar dadi Punokawan,
Kabeh mung sadermi keliwatan,
Ora nyekel pulung agung sing saktemene, — Siapa sih yang bakalan jadi presiden,
Petruk atau Bagong?
Petruk jadi presiden gak bakal lama,
Bagong jadi presiden juga gak bakalan lama,
Semua hanya dilewati sebentar saja,
Semua akan kembali menjadi Punokawan,
Karena semua tidak memegang anugerah yang sesungguhnya (milik raja yang sesungguhnya).

Mulo ojo podho padu,
Karo sedulurmu dewe,
Kang nunggal tekad ing patrap kautaman,
Tinimbang bumi sak isiné digaglak,
Buto-buto galak saka tanah sabrang,
Kang wus nggremet dhedhemitan, — Maka janganlah saling berantem, dengan saudaramu sendiri,
Yang satu visi dalam keutamaan laku,
Daripada bumi seisinya dimakan,
Oleh raksasa-raksasa rakus dan tamak dari tanah seberang (Taipan)
Yang sudah mengkooptasi secara pelan-pelan dan sembunyi-sembunyi.

Sakkedhot-kedhote menungso,
Isih kalah karo lamising lambe tumbak cucukan,
Kang seneng adu-adu kadyo jangkrik den jileni,
Mamulo ojo cidro siyo marang sapodho-podho,
Kang isih duwe roso tresno marang Nuso lan Bongso, — Sekuat-kuatnya manusia, masih kalah oleh kebohongan dan adu domba,
Makanya jangan ingkar janji sama rakyat,
Yang masih punya rasa cinta kepada bangsa dan negaranya.

Ayo bali marang laku kasatriyan,
Blak kotang ora apus-apusan,
Blak kotang ora lambe tumbak cucukan,
Blak kotang ora was sumelang,
Manunggaling ucap kelawan patrap! — Ayo kembali pada laku ksatriya,
Jujur tidak modus-modusan, tidak bohong-bohongan,
Jujur, tidak suka adudomba,
Tidak akan khawatir dan cemas bagi yang jujur,
Karena antara ucapan dengan kelakuan itu sama.

Loading...