oleh

Pertanyaan dan/atau Pernyataan Sukmawati Memenuhi Unsur Tindak Pidana Penistaan Agama?

Pertanyaan dan/atau Pernyataan Sukmawati Memenuhi Unsur Tindak Pidana Penistaan Agama? Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH, Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Sekjend LBH Pelita Umat.

Beredar video di media sosial diduga Sukmawati mengeluarkan pertanyaan dan/atau pernyataan yang pada pokoknya sebagai berikut “……..Sekarang saya mau tanya semua, yang berjuang di abad 20 itu, Nabi yang Mulia Muhammad atau Ir. Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, siapa yang bisa jawab berdiri. Silakan anak-anak muda ayo jawab, gak ada yang berani? Saya pengen laki-laki, karena radikalis kan banyaknya laki-laki. Coba kamu berdiri, siapa namanya,” ucap Sukmawati kepada salah seorang audiens.

Berkaitan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

PERTAMA, bahwa untuk kali kedua, beliau mengeluarkan pernyataan yang dapat dinilai “menyinggung perasaan umat Islam”. Apabila pada kasus pertama dahulu belum ditindaklanjuti penegak hukum sebetulnya cukup menjadi peringatan dan pembelajaran bagi beliau untuk tidak melakukan hal serupa. Apabila terulang kembali, maka dapat dinilai memenuhi unsur dengan sengaja dan/atau dengan maksud, teringat pepatah lama “..jangan jatuh di lubang yang sama” dan terlebih lagi memenuhi unsur dimuka umum. apabila perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, tidak akan menimbulkan masalah. Tapi, ketika diucapkan di depan publik, maka dapat dinilai masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait penistaan agama. Pasal ini berada di bawah bagian ketertiban umum, makanya ada unsur di depan umum dengan sengaja atau maksud;

Baca Juga :  Vonis Hakim Terkait Pelaku Pembakaran Bendera Tauhid

KEDUA, bahwa Perbuatan materiil yang diatur didalam Pasal 156a diantaranya, yaitu “melakukan perbuatan yang bersifat kebencian, permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan (terhadap ajaran dan simbol agama)”. Melakukan perbuatan adalah dapat berupa ucapan, tindakan fisik, dengan wujud gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh, misalnya menginjak kitab suci suatu agama atau masuk tempat ibadah atau membandingkan simbol agama tetapi tidak sesuai norma kepatutan, norma kesopanan dan norma yang diatur oleh agama tersebut;

KETIGA, bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan perbuatan penistaan agama berdasarkan pasal 156a KUHP. Karena perbuatan tersebut dapat dinilai mengandung sifat kebencian, permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan suatu ajaran dan atau simbol agama. Sifat disini artinya, bahwa perbuatan tersebut berdasarkan nilai-nilai spritual yang dianut umat pemeluk agama, dapat ditafsirkan dan/atau diartikan oleh penganut agama yang bersangkutan sebagai memusuhi, menyalahgunakan atau menodai agama mereka;

KEEMPAT, bahwa Penodaan disini mengadung sifat kebencian, penghinaan, melecehkan, meremehkan dari suatu ajaran dan simbol agama. Karena hal tersebut dapat saja menyakitkan perasaan bagi umat pemeluk agama yang bersangkutan. Nabi Muhammad SAW adalah simbol agama, simbol yang diagungkan atau dimuliakan. Sementara membandingkan Nabi Muhammad SAW yang hidup pada abad 6 M yang ditinggal di Mekkah dan Soekarno abad 20 M yang tinggal di Indonesia adalah dapat dinilai sebagai bentuk “melecehkan, merendahkan, menghina”. Kenapa? karena pertanyaan Sukmawati sebetulnya tidak perlu ditanyakan, semua orang sudah tahu bahwa yang berjuang melawan penjajah di Indonesia adalah Soekarno. Lantas untuk apa bertanya hal demikian?;

KELIMA, bahwa frasa “…..Saya pengen laki-laki, karena radikalis kan banyaknya laki-laki. Coba kamu berdiri, siapa namanya?”. Frasa “…radikalis” yang disandingkan dengan pertanyaan atau pernyataan sebelumnya yaitu “Sekarang saya mau tanya semua, yang berjuang di abad 20 itu, Nabi yang Mulia Muhammad atau Ir. Sukarno?”. Muncul makna tersirat yaitu “laki-laki, radikal dan Nabi Muhammad SAW”, maka patut dipertanyakan kepada beliau, apa maksud makna tersirat atau frasa tersebut?;

Baca Juga :  Wapres Berharap Terhadap KPK, Harapan Yang Jauh Panggang Dari Api?

KEENAM, bahwa di dalam undang-undang menegaskan perbuatan pelecehan, penodaan dan penghinaan terhadap suatu agama atau simbol agama tertentu adalah kejahatan serius patut diusut secara tuntas agar tidak ada bibit-bibit perpecahan dan konflik atau mengganggu ketertiban umum;

Loading...