oleh

DPR Menduga Ada Yang Bermain Dibalik Molornya Pembangunan Smelter PT Freeport

SUARAMERDEKA.ID – Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto menyebut DPR menduga ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari pembangunan smelter PT Freeport Indonesia yang terkesan sengaja diperlambat. Pasalnnya, sejak ada peraturan pelarangan ekspor konsentrat tahun 2014 Pemerintah terbukti beberapa kali memberikan izin.

Menurut Mulyanto, alasan pemerintah memberikan izin karena proses pembangunan smelter yang belum selesai. Anggota Komisi VII DPR RI menyayangkan hal ini terjadi. Pasalnya, seharusnya Pemerintah mendorong Freeport mempercepat proses pembangunan smelter bukan malah memperlonggar izin ekspor.

Ia menyebut, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Freeport mentargetkan pembangunan smelter baru akan selesai tahun 2023.

Baca Juga :  Soal Substitusi LPG, PKS: Pemerintah Banyak Wacana Tapi Capaian Target Minim

“Waktu yang sangat lama. Sebab jika dihitung sejak adanya ketentuan pelarangan ekspor tembaga mentah tahun 2014, harusnya di tahun 2020 atau 6 tahun setelah kebijakan tersebut ditetapkan, semua pabrik pengolahan konsentrat sudah siap,”kata Mulyanto, di Jakarta, Senin (16/3/2020).

Ia menegaskan, Pemerintah harus mengawal kesiapan perusahaan membangun smelter. Bahkan jika perlu, dibuat satgas khusus untuk mengawasi perkembangan proses pembangunan smelter. Tujuannya agar target waktu pembangunan sesuai dengan rencana.

“Proses pembangunan smelter jangan dilepas begitu saja. Sebab semakin lama pembangunan ini selesai maka semakin banyak potensi pendapatan negara yang hilang. Kalau terus seperti ini maka wajar kalau DPR menduga ada kepentingan pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dari proses mengulur-ulur waktu pembangunan smelter,” tandas Mulyanto.

Baca Juga :  Balai Kementerian Perhubungan Darat Berikan Subsidi ke Perum Damri

Ia menjelaskan, PT Freeport Indonesia sendiri sudah mengoperasikan fasilitas pemurnian tembaga pertama di Indonesia yang mampu mengolah 300 ribu ton/tahun. Jumlah ini setara dengan 40 persen dari total produksi konsentrat tembaga. Sedangkan sebanyak 60 persen lainnya diekspor dalam kondisi mentah.

“Sementara pembangunan smelter baru untuk mengolah sisa konsentrat tembaga yang selama ini diekspor dalam bentuk mentah tersebut baru terealisasi sebesar 4,8 persen,” tutup Mulyanto. (OSY)

Loading...