oleh

Kuasa Hukum Yudi Syamhudi Suyuti Menduga PN Jakarta Selatan Tak Taat Hukum

SUARAMERDEKA.ID – Ketua tim kuasa hukum Yudi Syamhudi Suyuti, Elvan Gomes SH meminta agar kliennya dibebasakan demi hukum. Penetapan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan No.483/Pidsus/2020/PN-Jaksel tersebut diduga telah menyalahi beberapa aturan hukum yang ada.

Ditemui di kawasan Setiabudi Kuningan Jakarta Utara, Elvan Gomes menjelaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada PN Jakarta Selatan qq Ketua PN Jakrta Selatan. Surat tersebut tertanggal 20 Mei 2020. Ia menjelaskan, kliennya Yudi Syamhudi Suyuti disidik dan didakwa dalam kaitan diduga pelanggaran terhadap tindak pidana No.1 Tahun 1946.

“Sejalan dengan adanya dakwaan tersebut, kami selaku kuasa hukum atas nama istri (Nelly Rosa Siringgo-Ringgo-red) dari Saudara Yudi mengajukan Praperadilan pada tanggal 4 Mei 2020,” katanya, Kamis (21/5/2020).

Ia menegaskan, pada hari itu, pihaknya mendapat informasi dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jakarta Selatan bahwa perkara tersebut belum dilimpahkan ke PN tersebut. Pada tanggal 11 Mei 2020, pihaknya mendapat penjelasan lagi dari petugas PTSP setempat. Petugas memberitahu bahwa pada tanggal 6 Mei 2020 kliennya sudah dilimpahkan oleh Kejaksaan.

“Pengadilan telah menetapkan Nomor Register perkara yaitu No.483/Pidsus/2020/PN-Jaksel. Dengan jadwal sidang tanggal 18 Mei 2020. Dengan Majelis Hakim yang terdiri dari Yusdi, Elfian, Sutisno dan PP (Panitera Pengganti-red) Matius,” ujarnya.

Baca Juga :  Sidang Negara Rakyat Nusantara, Saksi Pelapor Beberapa Kali Jawab Tidak Tahu

Tim kuasa hukum Yudi Syamhudi Suyuti kemudian mengecek kepada kliennya tentang penjelasan petugas PTSP tersebut. Elvan Gomes mengaku, Yudi belum pernah diberitahukan tentang pelimpahan perkara maupun jadwal sidang di PN Jakarta Selatan

“Padahal sesuai Undang-Undang No.8 Tahun 1981 seharusnya klien kami diberitahukan tentang jadwal sidang dari penetapan tersebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU-red). Namun hal itu sampai dengan tanggal 18 Mei, klien kami maupun kami, maupun keluarganya juga tidak tahu tentang penetapan jadwal sidang tersebut,” tuturnya.

Lanjutnya, pada tanggal 18 Mei 2020, pihaknya mendatangi PN Jakarta Selatan dan menemui PTSP setempat untuk meminta penetapan sidang tersebut. Elvan Gomes menuturkan, pihaknya diarahkan untuk menemui Matius yang ditunjuk sebagai PP dalam perkara tersebut.

“Kami menemui Humas PN Selatan yaitu  saudara Guntur yang juga salah satu hakim di PN Jakarta Selatan. Ia memberi penjelasan dan mengirim tanda terima surat perkara tersebut pada tanggal 15 Mei 2020,” jelasnya.

Namun menurut Elvan Gomes, penjelasan ini berbeda dengan keterangan salah satu penuntut umum Sigit Hendradi.

“Saudara Sigit menjelaskan, bahwa beliau baru menerima surat panggilan pemberitahuan sidang baru tanggal 18 Mei 2020 pagi.” Imbuhnya.

Baca Juga :  SKB 11 Instansi, Kemunduran Reformasi dan Potensi Hadirnya Negara Kekuasaan?

Berdasarkan penjelasan tersebut, Elvan Gomes menduga telah terjadi perbuatan melawan hukum. Perbuatan yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 8 tahun 1981. Karena pada saat teregister tanggal 6 Mei 2020. Seharusnya. Menurut Elvan Gomes, minimal 3 hari setelah penetapan tersebut kliennya diberi tahu oleh Penuntut Umum. Namun hal ini tidak dilakukan, karena penuntut Umum baru tahu tanggal 18 Mei 2020 pagi.

“Sesuai dengan Register Surat tanggal 15 Mei 2020, perlu dipertanyakan legalitasnya baik de facto maupun dejure. PN Jakarta Selatan tidak mengindahkan tentang aturan-aturan yang diatur oleh Undang-undang No.48 Tahun 2009, dan bahkan melanggarnya,” tegasnya.

Ia menegaskan, berdasarkan peristiwa dan fakta hukum dan yang ada, kuasa hukum Yudi Syamhudi Suyuti menduga telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat 1, Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3, Undang-Undang 48 Tahun 2009. Karenanya, Elvan Gomes meminta penetapan PN Jakarta Selatan atas kliennya harus batal demi hukum.

“Segala sesuatu yang terkait dengan tindakan perpanjangan dan penahanan klien kami juga merupakan perbuatan yang melawan hukum dan melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Karenanya, secara hukum klien kami harus lepas demi hukum. Penetapan hakim dan sidang maupun panitera juga harus batal demi hukum,” ucapnya. (ANW)  

Loading...