oleh

RUU BPIP, Persekongkolan Legislatif dan Eksekutif. Opini Irfan S Awwas

RUU BPIP, Persekongkolan Legislatif dan Eksekutif. Oleh: Irfan S Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin.

Segala kisruh ideologi dan politik, mengawali periode kedua kekuasaan rezim Jokowi (2019-2024) mengindikasikan dua hal.

Pertama, adanya agenda tersembunyi (hidden agenda) penguasa, yaitu melegalisasi eksistensi partai anti Tuhan dan anti agama, PKI yang dibekingi PDIP.

Kedua, persekongkolan jahat legislatif dan eksekutif, merongrong dasar negara Ketuhanan YME serta menihilkan peran agama dalam pembangunan bangsa.

Sumber utama kisruh ideologi ini, bukanlah RUU HIP, melainkan  datang dari visi-misi pemerintahan rezim Jokowi sendiri. Seperti

dijelaskan dalam visi, misi dan program aksi rezim Jokowi; bahwa landasan kenegaraan Jokowi bukan Pancasila, melainkan Ekasila (gotong royong) yang diyakini sebagai intisari Pancasila 1 Juni 1945.

“Kami berkeyakinan bahwa bangsa ini mampu bertahan dalam deraan gelombang sejarah apabila dipandu oleh suatu ideologi. Ideologi sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu perjuangan; dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah PANCASILA 1 JUNI 1945 dan TRISAKTI”.

(Visi, misi dan program aksi Jokowi-JK 2014-2019; Sub judul “Meneguhkan Kembali Jalan Ideologis”, hal. 2, alinea 1 dan hal. 4, alinea 2).

Visi dan missi rezim Jokowi nerupakan implementasi dari ambisi PDIP. Bagi PDIP, pimpinan Megawati Sukarnoputri, Presiden Jokowi hanyalah petugas partai yang menjadi presiden RI. Karena itu pemerintahannya harus dikawal dan dikontrol partai.

Disebutkan dalam Pasal 10 g Anggaran Dasar PDIP bahwa partai mempunyai tugas: “Mempengaruhi dan mengawasi jalannya penyeleggaraan negara agar senantiasa berdasarkan pada ideologi pancasila 1 Juni 1945 dan UUD Negara Republik Indonesia 1945, serta jalan TRISAKTI sebagai pedoman strategi dan tujuan kebijakan politik partai demi terwujudnya pemerintahan yang kuat, efektif, bersih dan berwibawa”.

TOLAK RUU BPIP

Tak mau batalkan RUU HIP, dengan alasan pemerintah tidak boleh mencampuri hak inisiatif DPR. Pemerintah malah mengganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kontroversial itu dengan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Baca Juga :  Waspada Stunting Meningkat di Masa Pandemi, Islam Punya Solusinya

Akan tetapi semua itu akan berakhir sia-sia. Rakyat sudah tahu, bahwa visi dan misi HIP merupakan turunan dari visi dan misi BPIP, sekaligus mimikri ideologi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin.

Baik RUU HIP yang diusulkan DPR, maupun RUU BPIP yang diajukan pemerintah. Keduanya merupakan kelanjutan, percepatan, development, serta pemajuan dari visi pemerintahan Jokowi-JK, 2014 – 2019.

Selama 5 Tahun ke depan, kata Jokowi, pekerjaan kami akan dipandu oleh visi berikut: “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan Gotong Royong.”

RUU BPIP yang diajukan pemerintah hanya terdiri dari 7 bab dan 17 pasal. Dalam pertimbangannya masih menempatkan Pancasila 1 Juni 1945 menjadi sandaran utamanya. Jadi, landasan filosofis maupun yuridis dari RUU BPIP, setali tiga uang, sama persis dengan RUU HIP.

Apabila RUU ini disahkan, maka peran agama akan disterilkan dari kehidupan bernegara.

Agama menjadi  urusan individu, seperti narasi yang dikembangkan selama ini: “Jangan bawa-bawa urusan agama dalam kehidupan bernegara”.

Tidak hanya itu, sekolah-sekolah negeri maupun swasta, pelajaran agama akan dibonsai sesuai selera penguasa. Dan itu sudah dimulai oleh kementerian agama dengan merubah kurikulum pendidikan atas nama anti radikalisme dan khilafahisme. Hal yang sama juga dilakukan oleh kementerian PAN dan RB. Menteri Tjahjo Kumolo mengancam akan memecat dengan tidak hormat, PNS atau ASN yang ketahuan mendukung Khilafahisme.

Tidak ada lagi perayaan keagamaan di lembaga negara. Tidak boleh ada perda bernuansa syariah Islam. Yang ditekankan bukan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan YME. Tapi ekasila yaitu gotong royong.

Target dari RUU BPIP, menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, dengan pandangan hidup komunisme dan atheisme. Hal ini telah diungkap secara terus terang oleh Kepala BPIP Prof. Dr. Yudian Wahyudi. Mantan rektor UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, itu mengatakan: “Musuh terbesar Pancasila adalah Agama. Assalamu’alaikum diganti dengan salam pancasila”.

Baca Juga :  Menteri Agama Kok Anti Agama. Opini Irfan S Awwas

Jika sekarang rakyat Indonesia yang cinta NKRI menolak RUU HIP dan mengepung Gedung DPR RI. Bukan berarti masyarakat salah paham terhadap pemerintah, seperti dikatakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. “Masyarakat telah salah paham terkait RUU HIP, seakan-akan pemerintah ingin hidupkan lagi komunisme. Padahal pemerintah tidak ada urusan untuk itu,” kata Mahfud di Rosi Kompas TV, 16 Juli 2020 lalu.

Akan tetapi, pemerintah sendiri yang ingin melestarikan dan melanggengkan paham yang salah terkait dasar negara dan falsafah bangsa.

Lalu Mahfud mengungkap rasa syukurnya atas kontroversi ini, karena banyak orang rela berdemo bela pancasila.

“Tapi ada hikmahnya, sekarang kita ramai-ramai buat rancangan soal ideologi pancasila, ternyata orang-orang yang dulunya anti pancasila sekarang ramai-ramai bela pancasila. Alhamdulillahi Rabbil Alamin,” ungkapnya.

Inti persoalannya, bukan pada adanya orang yang dulu anti dan sekarang bela pancasila. Akan tetapi, adanya persekongkolan antara legislatif dan eksekutif di balik RUU BPIP. Persekongkolan jahat diantara orang-orang yang tadinya mengaku bela pancasila dan teriak, “Saya Pancasila. Saya NKRI”. Ternyata mengkhianati Pancasila dengan membuat RUU HIP yang ingin mengganti dasar negara Ketuhanan YME menjadi Ketuhanan yang berkebudayaan. Merubah Pancasila menjadi trisila dan trisila jadi ekasila.

Pertanyaannya, sebagai pakar hukum tatanegara yang menjabat Menkopolhukam, mengapa Mahfud MD membiarkan pengkhianatan ini terjadi, dan para  inisiatornya tetap bebas tanpa diberi sanksi?

Di zaman orba, bercita-cita mengganti dasar negara dan merubah pancasila saja dianggap perbuatan subversib. Mengapa sekarang, rezim Jokowi tidak bertindak apapun terhadap partai yang ngotot ingin mengganti dasar negara dan merubah pancasila?

Ini menunjukkan inkonsistensi Presiden Jokowi terhadap ucapannya sendiri. Jokowi pernah berjanji akan menggebuk ormas yang mengganggu pancasila. Tidak hanya ormas anti pancasila, tapi juga yang berhaluan komunis. “Jika ada ormas yang demikian, kita akan gebuk dan tendang,” ucap Jokowi.

Rakyat menuntut bukti, bukan hanya janji.

Loading...