oleh

Kata “Tabok” Dari Jokowi Berbahaya Untuk Demokrasi

Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti.
Ketua Umum Komite Persatuan Nasional-Ganti Presiden (KPN-GP) 2019.

Pernyataan Jokowi yang menyebut kata “Tabok” saat menyangkal tuduhan PKI berbahaya untuk demokrasi di Indonesia.

Karena pernyataan Jokowi ini bisa direspon oleh jajaran aparat yang merupakan anak buahnya sebagai perintah untuk menangkap orang lagi.

Akhirnya, bisa menimbulkan reaksi yang represif dari aparat keamanan. Tentu ini berbahaya bagi berlangsungnya proses demokrasi di Indonesia. Hal ini, karena Jokowi adalah Presiden.

Padahal Jokowi cukup menyangkal dengan klarifikasi, bahwa dirinya bukan seorang PKI jika merasa dirinya terganggu dengan issue yang berkembang. Tidak perlu menyatakan ingin menabok. Karena nanti bisa dianggap perintah.

Indonesia saat ini berada dalam situasi demokratis yang memberikan kebebasan bagi masyarakatnya. Dan memang ada tantangan dalam dinamika sosial dan politik sekarang ini.

Baca Juga :  Vicky Prasetyo Nikahi Kalina Ocktaranny, Pelabuhan Terakhir Sang Gladiator?

Tantangannya adalah bebasnya arus pandangan masyarakat yang merupakan hal wajar. Tentu jika arus kebebasan tersebut tidak benar, Jokowi tinggal menyanggah dan memberikan klarifikasi bahwa tudingan yang muncul ke dirinya tidak benar. Datanya ngawur. Cukup sampai disitu saja.

Meskipun Jokowi mengklaim ada jutaan orang yang percaya dengan issue seperti itu, Jokowi bisa mengerahkan instrumen politiknya untuk mengcounter issue tersebut. Akan tetapi harus dibatasi dengan pernyataan dan pandangan yang berbasis data. Bukan kata-kata seperti tabok, gebuk atau tangkap.

Sekali lagi, Jokowi saat ini menjadi Presiden dalam alam demokrasi. Jadi tolong dihentikan cara-cara represif dan otoriter.

Jokowi harus menghargai konstitusi dan rakyat, dimana demokrasi dan hak azasi manusia menjadi bagian dari kehidupannya di Indonesia.

Baca Juga :  Meninggalnya 6 Orang Pengawal Habib Rizieq Shihab
Loading...