oleh

Gallup, Jokowi, dan Sri Mulyani, Sebuah Opini Djoko Edhi Abdurrahman

Gallup, Jokowi, dan Sri Mulyani

Oleh  :  Djoko Edhi Abdurrahman

(Anggota Komisi Hukum DPR 2004 – 2009, Advokat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU).

Penggiringan Jokowi ke orbitnya dilakukan dari Amerika, diolah James Riyadi. Lalu masuk Gallup Polling, disebar lewat situ. Benar tidaknya riset Gallup, tak ada yang tahu.

Sekonyong-konyong sudah menyebar dan jadi sumber berita. Beberapa yang mengatasnamakan Gallup soal kehebatan Jokowi, dibantah. Memang aneh. Umumnya kalau ada Gallup, di seberangnya pasti ada Harris Polling. Itu konfirmasinya.

Tapi jika pesanan top Freemason, apa pun bisa terjadi: Gallup sendirian tanpa Harris. Artinya tanpa konfirmasi data. Cara Amerika selalu minimal sepasang periset dalam penyelenggaraan polling sebagai check and balanced intervensi opini publik. Dengan cara itu,, ketahuan mana rilis bodong, mana data salah, mana data manipulasi, mana riset palsu.

Di sana, tak ada yang haram dilakukan asal bukan dalam negeri. Semua halal di Amerika untuk mendikte negara Islam. Wajib dibantu. Dari Gallup, bermunculan pemeringkatan untuk menjadikan Jokowi jadi hebat. Tapi saya tak baca ada yang bersumber dari Harris Polling, dan atau Data Metre. Saya tahu itu kerja Freemason (club bawah tanah Yahudi yang pada 2007 berisi 286 perusahaan papan atas dunia).

Tapi, 5 bulan Jokowi naik tahta, ia sudah menyeberang ke Beijing, berkhianat ke AS. Presiden Tiongkok, Xi Jinping yang tengah merintis pendirian AIIB (ASIA Infrastructure Investment Bank), langsung menerima proposal Jokowi untuk 14 proyek infrastruktur yang dijanjikan di pilpres sebesar 50 miliar USD.

Proposal itu disetujui di Beijing tanpa tahapan revisi. Tapi Jokowi diminta menandatangani pendirian AIIB mendampingi India dan Cina sebagai pionir. Waktu itu, saham Xi sebesar 58% di AIIB. Dengan masuknya Indonesia, Xi mengklaim cukup syarat pendirian AIIB karena merangkul separuh penduduk bumi (India, Cina, Indonesia).

Baca Juga :  Potret Kabinet, Singkirkan Yang Lemah dan Ambil Yang Kuat

Sebelumnya Xi telah menginisiasi dua bank kreditur: BRICK di Afrika, dan Broncho Del Sur di Amerika Latin. Ketiga bank inilah yang menjadi jaringan OBOR (one belt one road dari politik baru Silk Road). Ketiga bank ini pula yang akan mendukung Renmimbi yang saat itu sudah disetujui Christen Lagarde (Direktur IMF) dan Presiden Obama untuk masuk basket mata uang baru dunia setelah USD dan Euro.

Ketiga bank itu untuk menyaingi badan keuangan Barat (IMF, WB, ADB). Jokowi juga beroleh perintah Xi untuk mengusir Keuangan Barat dari Indonesia di KTT Asia Afrika Bandung. Maka terbitlah pidato keras Jokowi yang melecehkan lembaga keuangan Barat dI KTT AA.

Pada 24 oktober 2014, AIIB diresmikan. Pada Oktober itu terjadi perubahan yang membuat kredit infrastruktur Xi itu tak cair. Sampai akhir jabatan Menkeu Bambang, hanya 10% yang cair. Mula-mula, Perancis masuk AIIB, disusul Inggris, lalu seluruh Eropa. Gelombang kedua, seluruh Asia Pasifik, minus Jepang, Austalia, dan Korsel.

Gelombang ketiga IMF dan ADB masuk AIIB. Hingga kini, hanya Amerika dan WB yang tak masuk. Alasannya, jika AIIB fall, semua negara ikut merasakan akibatnya. Akibat lanjut, saham Xi jadi minoritas, dan kredit 14 proyek infrastruktur Jokowi ikut berhenti.

Mengetahui ambisi Cina yang pada 2014 ekspornya sudah melampaui Amerika, Taper Tantrum dimainkan oleh issu suku bunga acuan The Fed. Ini menghajar negara emerging market di pasar uang. Karena Jokowi tak paham apa-apa, muncul pernyataannya yang monumental “Sebentar lagi meroket!”. Sampai hari ini tak kunjung meroket, melainkan nyungsep dari 6% ke 5% (growth: rapor merah).

Baca Juga :  Polda Jatim Tangkap Perampok Toko Emas di Banyuwangi

Tak mempan dengan serangan Taper Tantrum, tanggal 6, 7, 8 Agustus 2015, pasar bursa Shanghai diserang. Rp 36 ribu triliun menguap dari pasar itu dalam 3 hari. 26 orang terkaya Cina jatuh miskin.

Sejak pidato Jokowi di KTT Asia Afrika yang menyerang lembaga keuangan Barat, Jokowi berhasil membuat gusar IMF, WB, ADB. Ketiga lembaga itu mengencangkan kreditnya. Cilaka. Sementara Xi kesulitan keuangan akibat serangan di Pasar Shanghai, sementara ambisi Xi untuk memonopoli AIIB gagal karena semua negara masuk AIIB dan membuat sahamnya jadi minoritas di AIIB. Tiongkok memangkas proyeksi pertumbuhannya dari 7,4% menjadi 7,1%, realisasinya 6,7% tahun 2015, merevaluasi asset dan mata uangnya.

Krisis nilai tukar akibat issu The Fed di emerging market, membuat Jokowi kejepit oleh nilai tukar rupiah yang melemah. Yaitu, kredit dari Cina tak cair (yang jadwalnya mulai 2016), tak bisa dimajukan, Barat ngambek karena dikhianati, tak mau membantu, dan karena juga keuangan Indonesia tak layak diberi kredit.

Sementara defisit anggaran melampaui 3% dari PDB, maka LBP mengcreate ide Tax Amnesty. Ide bohong-bohongan: ada 11.000 triliun duit Indonesia di Tax Heaven (Singapore, Lexemburg, Hongkong, Dubai, Swiss, Cayman Island, etc), sampai kini tak ada duit itu. Itu ide yang lahir karena Cina dan Barat tak mau ngutangi untuk nombok defisit, di mana defisit anggaran Rp 166 triliun, butuh pinjaman Rp 600 triliun untuk bebas dari hukum besi fiskal UU No 17 yang bisa mengimpeacht.

Tak ada jalan lain, ludah harus dijilat lagi. Kecaman dan pengkhianatan Jokowi kepada lembaga keuangan Barat harus dipulihkan. Caranya cuma satu: Barat bisa memaafkan with one condition, Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani dijadikan Menteri Keuangan.

Loading...