oleh

Mohamed Mursi Tewas Diduga Karena Perlakuan Buruk Saat Ditahan

SUARAMERDEKA.ID – Sekertaris Jenderal LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan SH MH menduga meninggalnya mantan Persiden Mesir Mohamed Mursi adanya dugaan akumulasi penderitaan selama didalam penjara. Untuk menghilangkan praduga masyarakat internasional, Pemerintah Mesir harus memberikan akses kepada dunia internasional untuk melakukan penyelidikan.

Syekh DR H Mohamed Mursi, mantan Presiden Mesir yang dikudeta oleh Militer pada tahun 2013 meninggal pada Senin 17 Juni 2019. Mohamed Mursi meninggal secara tiba-tiba setelah pingsan dalam persidangan di pengadilan Kairo.

“Saya berpendapat bahwa tidak ada asap apabila tidak ada api. Tidak ada akibat tanpa ada sebab. Artinya meninggalnya seseorang tentu ada sebabnya. Misalnya sakit, dibunuh, diracun, disiksa, dan sebagainya,” kata Chandra Purna Irawan, di Jakarta, Kamis (20/6/2019).

Sekjen Pelita Umat ini melanjutkan,kecurigaan ini sudah dilontarkan oleh dunia internasional. Pasalnya, sejak dikudeta oleh Militer, Mohamed Mursi kemudian di penjara dengan berbagai tuduhan.

Baca Juga :  Laut Natuna. Opini Chandra Purna Irawan

Berdasarkan laporan amnesti internasional, pemerintah Mesir telah menahan banyak orang. Terutama orang-orang yang dituduh sebagai Islamis. Sebagian besar mereka dituduh memecah belah rakyat. Mohamed Mursi sendiri dilaporkan ditahan di sel isolasi. Disebutkan bahwa perlakuan buruk tahanan yang  diderita mengakibatkan kepanikan, ketakutan, kepekaan tinggi terhadap rangsangan, kesulitan berkonsentrasi dan gangguan ingatan.

“Apabila pernyataan amnesti internasional benar adanya, maka patut diduga meninggalnya Asy Syahid Syekh DR H Mohamed Mursi adalah adanya dugaan akumulasi penderitaan selama di dalam penjara. Maka hal ini wajib untuk dilakukan penyelidikan menyeluruh terkait penyebabnya. Misalnya apakah adanya penyiksaan fisik dan kejiwaan. Yang mengakibatkan timbulnya rasa sakit atau penderitaan mental atau fisik yang luar biasa,” tegas Chandra Purna Irawan.

Ia juga menambahkan, penyelidikan tersebut harus dilakukan oleh lembaga independen. Chandra Purna Irawan  menyarankan untuk dibentuk Komite Internasional yang bergerak secara independen. Dasarnya adalah pasal 17 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Konvensi Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi Majelis Umum 39/46 tanggal 10 Desember 1984 serta mulai berlaku 26 Juni 1987.

Baca Juga :  Penyidik Polisi Mempraktekkan Asas Hukum Suka-Suka?

“Untuk menghilangkan praduga masyarakat internasional, maka saya mendorong Pemerintah Mesir untuk memberikan akses kepada dunia internasional untuk melakukan penyelidikan tersebut. Berdasarkan pasal 1 Jo pasal 16 Konvensi menentang penyiksaan (based on article 1 Jo 16 Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment-red),” tutupnya. (OSY)

Loading...