ICW: UU Cipta Kerja Salah Satu Skenario Oligarki Timbun Kekayaan

SUARAMERDEKA.ID – Anggota Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menyebut disahkannya UU Cipta Kerja adalah salah satu skenario oligarki untuk memperkaya diri sendiri. UU ini hanyalah satu di antara UU kontroversial lainnya yang dalam waktu sangat singkat diusulkan, dibahas dan disahkan oleh kekuatan oligarki yang terkonsolidasi di pemerintahan dan DPR.

Demikian dikatakan Egi Primayogha dalam pernyataan koalisi # BersihkanIndonesia, Sabtu (10/10/2020). Ia menyebut, sebelumnya, telah ada 4 produk hukum kontroversial lain yang dibahas dengan pola serupa, tertutup dan terburu-buru. Keempat UU tersebut adalah UU KPK, Perppu Covid, UU Minerba, dan UU MK.

“UU Cipta Kerja adalah salah satu skenario oligarki untuk terus menimbun kekayaannya. Pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa para oligark kini telah memperkokoh posisinya, dan skenario mereka telah berjalan dengan sempurna. Apalagi, saat ini KPK juga sudah dilemahkan,” kata Egi Primayogha.

Ia pun menyebut ada kesengajaan untuk membuat peraturan yang menguntungkan pihak tertentu. Egu menyebut kesengajaan ini sebagai sebuah bentuk korupsi yang sistemik.

“Mereka telah membuat peraturan yang dengan sengaja menguntungkan bisnis yang mereka miliki. Ini adalah bentuk sebuah korupsi sistemik, yang dapat dikategorikan tindakan kejahatan serius,” imbuhnya.

Sementara itu Direktur Tambang dan Energi Auriga Nusantara Iqbal Damanik menyebut ada sebuah desain besar (grand design) yang dipersiapkan sejak awal rezim ini terbentuk. Ia menjelaskan, tujuannya untuk mengambil keuntungan pribadi dengan mengorbankan rakyat dan kekayaan alam Indonesia.

Menurutnya, jika melihat bagaimana rekatnya relasi para penyusun UU Cipta Kerja dengan pelaku usaha, dugaan ini wajar sekali terjadi. Iqbal menekankan, bahkan penyusun UU ini sendiri merupakan pebisnis yang akan diuntungkan dari terbitnya Omnibus Law.

“Penelusuran kami mencatat setidaknya 57 persen anggota panja sendiri merupakan pelaku usaha. Selain itu, kami juga menemukan bahwa sebagian dari barisan para aktor ini pernah tercatat sebagai mantan tim sukses dan tim kampanye pada Pemilihan Presiden 2019 lalu,” tegas Iqbal Damanik.

Koordinator Kampanye Ikim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Tata Mustasya menambahkan, konflik kepentingan akan mendorong pejabat publik mengambil keputusan dan kebijakan yang tidak berdasar pada kepentingan publik. Konflik kepentingan yang melandasi lahirnya UU Cipta Kerja ini diduga telah mengubah struktur esensial dari negara demokratis menjadi negara berwatak oligarkis, yang tidak lagi melayani kepentingan publik.

Ia pun mensinyalir telah terjadi pengkhianatan terstruktur melalui penyanderaan institusi publik dan regulasi. Dengan demikian, menurutnya, keduanya berubah menjadi alat untuk menguntungkan kepentingan segelintir orang dan kelompok belaka.

“Para aktornya yang terlibat konflik kepentingan, menghasilkan kebijakan yang juga hanya menguntungkan mereka. Dari catatan kami ditemukan sejumlah pasal-pasal sektor pertambangan dan energi yang ada di dalam UU Cipta Kerja yang menguntungkan perusahaan-perusahaan tambang dan batubara. Omnibus Law juga merupakan penanda krisis demokrasi dan tegaknya pemerintahan despotik. Yang terus memperkuat kepentingannya dengan memperlemah suara rakyat,” kata Tata. (OSY)

ICWIndonesia Corruption WatcholigarkiOmnibus LawUU Cipta Kerja
Comments (0)
Add Comment