oleh

Menjawab Jokowi Yang Tidak Setuju MPR Menjadi Lembaga Tertinggi Negara

Menjawab Jokowi Yang Tidak Setuju MPR Menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Oleh: Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional).

Jokowi tidak setuju MPR menjadi lembaga tertinggi adalah bentuk ketakutan seolah dirinya merasa sedang akan digulingkan. Padahal ini bicara soal masa depan kedaulatan rakyat dan masa depan kemerdekaan yang menjadi nyata. Dan MPR menjadi Lembaga Tertinggi di Negara itu harus diisi bukan hanya DPR atau DPD saja, melainkan juga ada beberapa Utusan yang merupakan Utusan-Utusan Rakyat. Tentu hal ini perlu waktu, sehingga Jokowi tidak perlu ketakutan.

Selain itu memang dengan MPR menjadi Lembaga Tertinggi Negara, Presiden adalah mandataris MPR, akan tetapi posisi MPR disini adalah menseleksi Calon-Calon Presiden yang kemudian dipilih langsung oleh rakyat. Dengan diseleksi oleh MPR, tentu Calon-Calon Presiden merupakan Calon-Calon yang berkualitas. Dan rakyat tinggal memilih yang paling berkualitas diantara yang berkualitas. Hal ini tentu akan memajukan rakyat.

Baca Juga :  Duka Cita Kami di Papua, Sebuah Opini Yudi Syamhudi Suyuti

Apalagi Presiden terpilih nanti telah dipandu oleh GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), tentu akan memudahkan Presiden menjalankan tugasnya. Mungkin Jokowi belum tahu, kalau untuk mewujudkan ini perlu proses, sehingga dirinya takut digulingkan. Padahal 10 Partai Politik di DPR telah setuju dengan adanya GBHN dan peningkatan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Meskipun itu belum memenuhi kriteria kedaulatan rakyat, karena rakyat harus mendorong agar MPR membuka ruang Utusan-Utusan Rakyat, seperti Utusan Wilayah, Utusan Desa, Utusan Golongan, Utusan Agama, Utusan PNS, Utusan Hankam, Utusan LSM, dan Utusan-Utusan lainnya yang diperlukan.

Tujuan semua ini adalah tercapainya kedaulatan rakyat dan kemerdekaan sepenuhnya. Yaitu rakyat berdiri diatas negara. Meski begitu, demokrasi dan kebebasan berpendapat, berpikir dan berserikat tetap menjadi hak rakyat. Dan tentunya tidak ada lagi kekuasaan otoriter, penggunaan aparat keamanan dan hukum untuk kekuasaan juga tidak ada lagi penggunaan UU ITE untuk membungkam demokrasi.

Baca Juga :  Politisi PDIP, Effendi Simbolon: Tidak Terapkan Lockdown, Presiden Langgar Konstitusi
Loading...