oleh

Kemenangan Demokratis Bukan Untuk Umat Islam (Garis Lurus)

Kemenangan Demokratis Bukan untuk Umat Islam (Garis Lurus)

By Asyari Usman

Apa yang bisa kita simpulkan dari proses pilpres 2019? Tentunya banyak sekali. Salah satu yang paling menonjol adalah bahwa kemenangan demokratis bukan untuk umat Islam garis lurus. Anda harus paham bahwa sebaik apa pun Anda bersikap dan bertindak di dalam kontestasi pemilu, termasuk dan terutama pilpres, jangan harapkan umat garis lurus akan dibiarkan menang secara demokratis.

Itulah pesan keras dari keputusan MK, malam tadi (27/6/2019). Bagi koalisi elemen-elemen jahat, umat garis lurus mereka anggap sebagai musuh besar. Mereka bisa merasakan bahwa umat garis lurus akan merintangi rencana dan tindakan korup mereka. Juga tindakan mereka untuk menjual kedaulatan bangsa dan negara kepada pemodal asing yang berkolusi dengan pemodal domestik. Karena itu, mereka tidak akan pernah memberikan peluang kepada umat lurus untuk tampil solid dan menang dalam proses demokrasi.

Umat garis lurus harus menyadari itu. Kemudian, harus melakukan konsolidasi agar pengalaman pahit di pilpres 2019 ini tidak terulang lagi di masa mendatang. Umat perlu bekerja keras supaya pencurangan hasil pilpres tidak bisa lagi dilakukan oleh KPU dengan mudah.

Dari mana bisa disimpulkan bahwa umat islam garis lurus tidak akan dibiarkan menang secara demokratis?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu dijelaskan soal sebutan “umat Islam garis lurus”. Saya menggunakan terminologi ini untuk membedakan komponen garis lurus itu dengan kelompok umat Islam pragmatis, liberalis, atau bahkan munafikis. Yang dimaksudkan pragmatis adalah mereka yang bisa dan siap melakukan apa saja. Siap menjual akidah. Baik itu demi keuntungan sesaat maupun karena kejahilan dan kesesatan. Sedangkan kategori munafikis tentu tidak perlu dijelaskan lagi.

Baca Juga :  Antisipasi Arus Balik Mudik, Polisi Siapkan Skenario Lalu Lintas

Nah, menjawab pertanyaan di atas, tentunya bisa kita lihat bahwa umat garis lurus itu berkumpul di kubu Prabowo-Sandi. Sama-sama kita saksikan dengan jelas bahwa mereka berkumpul di kubu Prabowo dengan tulus-ikhlas, tanpa ada tujuan apa pun kecuali ingin menjaga Indonesia dari ancaman invasi kekuatan jahat domestik maupun internasional.

Umat yang tidak lurus hampir pasti tidak akan mendukung Prabowo. Sebaliknya mereka menjadi lawan kubu 02. Sangat jelas siapa-siapa saja mereka itu. Antara lain adalah orang-orang yang terbiasa mengemis kepada penguasa. Juga termasuk di dalamnya adalah orang-orang yang mempraktikkan ajaran sesat dan liberal.

Mereka itu sangat tidak mungkin berkoalisi dengan Prabowo. Sebab, umat garis lurus tidak mungkin berdampingan dengan penganut paham sesat dan liberal. Dan tak mungkin pula sekubu dengan orang-orang yang suka mengemis kepada para penguasa.

Umat garis lurus dan kaum pragmatis-liberal-sesat, secara alami terpilah ke kubu 02 dan kubu 01. Ini tidak bisa dipungkiri. Dan tak perlu juga ditutup-tutupi. Begitulah faktanya.

Perseteruan politik antara kedua kelompok umat ini sangat tidak mungkin akan berakhir. Pergesekan sosialnya masih bisa dicegah. Tetapi, pertarungan politik di ruang demokrasi, hampir pasti akan berlangsung sepanjang zaman.

Di dalam proses pertarungan demokrasi di pilpres 2019 ini, umat garis lurus secara kasat mata unggul telak. Yang tidak lurus itu, alhadulillah, tidak banyak jumlahnya. Mereka minoritas. Tetapi, umat lurus yang mayoritas itu akhirnya dipaksa oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menerima kecurangan pilpres. Sangat patut diduga MK mendapat tekanan keras untuk membenam umat garis lurus. Dan bukan rahasia bahwa para penguasa tidak bisa sejalan dengan umat garis lurus.

Baca Juga :  Dikotomi Cebong Kampret dan Disintegrasi Bangsa

Para penguasa sendiri diduga kuat mendapatkan sokongan penuh dari para konglomerat yang sangat benci juga terhadap umat garis lurus. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa perampokan kemenangan Prabowo dan kemenangan umat garis lurus di pilpres ini dilakukan dengan perencanaan yang rapi. Dengan logistik yang sangat masif.

Jadi, di dalam pertarungan politik yang resminya disebut “demokratis”, sesungguhnya kita bisa menyimpulkan bahwa umat garis lurus akan selalu dijegal. Meraka tidak akan diberi peluang untuk meraih kekuasaan sekalipun menang telak, bersih, dan demokratis. Pasti akan dicurangi, ditipu.

Mereka dirintangi meraih kemenangan, baik itu di pilpres maupun di pileg. Kalau mereka menang, pasti akan dirampok kemenangan itu. Pilpres 2019 ini adalah bukti nyata kemenangan umat garis lurus yang dirampok. Juga di pilpres 2014.

Mengapa kemenangan umat garis lurus dirampok?

Karena dianggap radikal. Bagi mereka, orang yang menjaga sholat dan menjaga keluarganya dari ancaman virus amoral, epidemi narkoba, dlsb, akan mereka sebut radikal. Orang yang antikorupsi dan mencegah kekuatan asing merampas kedaulatan negara, juga mereka sebut radikal.

Jadi, harap diingat, kemenangan demokratis bukan untu umat garis lurus. Yang lain silakan menang asal bukan umat garis lurus.

(Penulis adalah wartawan senior)

Loading...