oleh

Ketua Beserta Anggota KPU dan Bawaslu Kabupaten Asmat Dilaporkan ke DKPP

SUARAMERDEKA.ID – Ketua beserta seluruh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Asmat Provinsi Papua diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pengaduan ini dilakukan oleh pasangan Bupati-Wabup Asmat  nomor urut 2 pada Pilkada Serentak 2020, Dr. Yulianus P. Aituru, SH. M.Sc dan Bonefasis Jakfu, S.Sos. MEc.Dev.

Pengaduan ini dilakukan Yulianus P. Aituru dan Bonefasis Jakfu melalui kuasa hukum dari Kantor Hukum Yustian Dewi & Partners yang diwakili oleh DR. Muhajir, SH., MH, Kamis (11/2/2021). Aduan tersebut diterima oleh Staf Penerima Pengaduan DKPP Leon Filman dengan tanda terima dokumen nomor 02-11/SET-02/II/2021.

Menurut penuturan Yustian Dewi Widiastuti, SH., MH, ada 9 orang yang menjadi teradu. Masing-masing 5 orang dari KPU Asmat dan 4 orang dari Bawaslu Asmat. Veronikus Ase menjadi Teradu I selaku Ketua KPU Kabupaten Asmat. Sedangkan Teradu II-V adalah anggota KPU Kabupaten Asmat, yakni Aloysia Hahare, Jufri Toatubun, Antoni Bassay Anakota dan Rachman Hidayat.

“Adapun nama-nama para Teradu dari Bawaslu Kabupaten Asmat, Provinsi Papua sebagai berikut: Markus Pasan atau Teradu VI selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Asmat. Hubal Hasan Haruna atau Teradu VII Anggota Bawaslu Kabupaten Asmat, Ludofitus Santos atau Teradu VIII selaku Anggota BAWASLU Kabupaten Asmat dan Paulus Sarkol atau Teradu IX selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Asmat,” kata Yustian Dewi dalam pernyataannya, Kamis (11/2/2021).

Ia menyebut, diadukannya Ketua KPU Kabupaten Asmat dan anggotanya ke DKPP, karena menggelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi dan Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang diadakan pada tanggal 16 Oktober 2020. Mereka disebut menandatangani formulir Model A.3.1-KWK dengan jumlah pemilih tetap sebanyak 88.333 pemilih.

Baca Juga :  Menjawab Jokowi Yang Tidak Setuju MPR Menjadi Lembaga Tertinggi Negara

“Jumlah pemilih baik laki-laki maupun perempuan dengan total jumlah pemilih tetap sebanyak 88.333 pemilih. Dengan rincian laki-laki sebanyak 46.424 dan Perempuan sebanyak 41.909. Formulir Model A.3.1-KWK juga ditandatangani oleh TERADU II, III dan IV,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, saat masih Daftar Pemilih Sementara (DPS), pihak kliennya sudah dua kali melayangkan surat keberatan kepada Bawaslu Kabupaten Asmat. Pihak kliennya merasa jumlah pemilih yang ada disebut tidak valid.

Yustian Dewi menegaskan, pada surat keberatan pertama, Bawaslu Kabupaten Asmat meminta kliennya untuk melakukan pembuktian terhadap pemilih yang telah meninggal dunia.

“Padahal hal tersebut seharusnya merupakan kewenangan dari Teradu VI sampai dengan IX. Dalam rangka pengawasan terhadap pemilihan umum,” imbuhnya.

Ia mengaku, pasangan Yulianus P. Aituru dan Bonefasis Jakfu juga megajukan keberatan kembali ke Bawaslu Kabupaten Asmat pada tangal 15 Oktober 2020. Namun sampai dengan diadakannya Pleno tidak ada jawaban dari Bawaslu Kabupaten Asmat.

“Teradu I sampai dengan V tersebut yang pada pokoknya menetapkan Daftar pemilih Tetap dengan memasukan daftar pemilih yang seharusnya tidak mempunyai hak untuk menyampaikan haknya dalam konstestasi pemilihan umum. Bahkan ada yang mempunyai hak double karena namanya tercantum lebih dari 1 kali dalam DPT yang telah ditetapkan oleh Teradu I sampai dengan V dan dihadiri oleh Teradu VI sampai dengan IX,” tegasnya.

Surat tanda terima pelaporan ke DKPP oleh Kantor Hukum Yustian Dewi & Partners selaku kuasa hukum pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Asmat, Kamis (11/2/2021)
Surat tanda terima pelaporan ke DKPP oleh Kantor Hukum Yustian Dewi & Partners selaku kuasa hukum pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Asmat Yulianus P. Aituru – Bonefasis Jakfu, Kamis (11/2/2021)

Selain itu, KPU dan Bawaslu Kabupaten Asmat disebut melakukan pembiaran saat pasangan nomor urut 1,Elisa Kambu, S.sos dan Thomas Eppe Safanpo, ST., diduga menggunakan fasilitas negara. Pasangan tersebut diduga menggunakan ruang kelas pada SMA Negeri ATSJ untuk kegiatan pelatihan saksi.

“Hal ini juga terdapat foto dan video pelaksanaan pelatihan saksi,” pungkas Yustian Dewi.

Baca Juga :  Sambut Hari Bhayangkara ke-75, Polrestabes Makassar Berikan SIM Gratis

Sementara itu, Muhajir mengingatkan, pasangan nomor urut 1 adalah pasangan Bupati dan Wakil Bupati Asmat incumbent. Sebagai pejabat, mereka dilarang menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatannya untuk kepentingan pemenangan dalam Pemilihan. Paslon incumben juga dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang terkait dengan jabatannya.

“Yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon lain di wilayah kewenangannya dan di wilayah lain,” kata Muhajir.

Ia menyebut, Thomas Eppe Safanpo, ST pada masa tenang yaitu pada tanggal 7 Desember 2020 diduga menyalahgunakan jabatannya sebagai Wakil Bupati Kabupaten Asmat. Ia melakukan kunjungan kerja Ke Kampung Yaosakor Distrik Siret bersama Ketua DPRD kabupaten Asmat  Yoel Manggaprouw untuk meninjau kesiapan logistik pilkada.

“Sebagaimana disampaikan oleh akun Tommy van Safanpo dalam media sosial tanggal 7 Desember 2020. Dalam kegiatan tersebut juga wakil Pasangan Nomor 1 yaitu Thomas Eppe Safanpo, ST juga memberikan uang rokok kepada petugas di lapangan. Sebagaimana video yang Pengadu sampaikan dalam pengaduan ini,” tegas Muhajir.

Ia juga menyebut, pada tanggal 16 Desember 2020 terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di kampung Per. Namun saat PSU, saksi dari paslon nomor urut 2 tidak dapat memasuki lokasi Pemungutan Suara Ulang.

“Bahkan saksi dari Pengadu diusir dan terjadi penganiyaan. Juga terdapat pemalsuan tandatangan saksi pada surat formulir C-1 Hasil KWK,” ujarnya.

Senada, Lutfi Rabudian, SH, menyebut, Ke-sembilan orang yang diadukan ke DKPP dianggap telah melanggar Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

“Sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum,” imbuhnya. (OSY)

Loading...