oleh

Ada Kongkalikong Antara Pemerintah dan Freeport Soal Relaksasi Smelter?

SUARAMERDEKA.ID – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menduga ada kongkalikong antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait dikabulkannya permintaan relaksasi target waktu penyelesaian fasilitas smelter perusahaan tersebut. Diduga ada pemufakatan jahat untuk bersama-sama melanggar Undang-Undang Minerba terkait target pembangunan smelter PTFI.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS ini menyatakan menolak keputusan pemerintah terkait hal tersebut. Ia menuturkan, smelter adalah fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang, agar negara melakukan hilirisasi produk pertambangan. Sehingga Indonesia tidak sekedar mengekspor konsentrat tambang belaka.

Mulyanto menjelaskan, smelterisasi akan memberikan nilai tambah kegiatan pertambangan berupa produk turunan. Antara lain emas, perak, kabel dan asam sulfat. Selain itu, kegiatan pertambangan ini akan membuka lapangan kerja baru di dalam negeri.

Pemerintah jangan ikut-ikutan melanggar UU No. 3/2020 jo. UU No. 4/2009 tentang Minerba dengan memberikan relaksasi target waktu pembangunan smelter PTFI di Gresik. UU No. 3/2020 pasal 170A mengamanatkan, bahwa fasilitas smelter harus sudah beroperasi paling lambat tahun 2023. Sehingga sejak tahun itu dilarang ekspor konsentrat tambang,” kata Mulyanto  di Jakarta, Selasa (28/7/2020).

Baca Juga :  PKS Tuding Kepmen ESDM Soal Hilirisasi Tambang Bertentangan Dengan UU Minerba

Ia menyesalkan Pemerintah menyetujui dan memberikan relaksasi target pembangunan smelter PTFI hingga lewat tahun 2023. Jika ini terjadi, menurut Mulyanto, maka Pemerintah telah melanggar UU tersebut dan rela pasang badan demi PT Freeport Indonesia.

“Inikan aneh. Kita jadi menduga ada kong-kalikong pemufakatan jahat antara Pemerintah dan Freeport untuk bersama-sama melanggar undang-undang. Padahal sebelumnya sudah 2 kali PTFI ini melanggar ketentuan,” ujar Mulyanto.

Ia menyebut, pada tahun 2014, PT Freeport Indonesia melanggar ketentuan UU No. 4 Tahun 2009, karena fasilitas smelternya belum jadi. Padahal dalam UU itu disebut bahwa dalam jangka 5 tahun sejak diundangkan (jatuh tempo tahun 2014), smelter harus sudah beroperasi dan perusahaan dilarang mengekspor konsentrat tambang.

“Namun faktanya, PTFI mengabaikan UU tersebut. Anehnya, Pemerintah ikut melanggar UU dengan tetap mengijinkan mereka mengekspor konsentrat tambang,” tukas Politisi PKS dapil Banten ini.

Lanjutnya, pelanggaran ketentuan dilakukan PT Freepot Indonesia yang kedua dilakukan di tahun 2018. Yakni saat perpanjangan dan perubahan skema dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).  Salah satu syarat untuk perpanjangan adalah pembangunan smelter.

Baca Juga :  Fraksi Nasdem Pilih Hati-Hati Dalam Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu

“Tapi mana realisasinya?  Sampai hari ini janji itu belum diwujudkan. Nah sekarang, dengan permintaan relaksasi target pembangunan smelter melewati tahun 2023, berarti secara langsung menabrak UU No.3/2020 tentang Minerba khususnya pasal 170A,” tegas Mulyanto.

Ia mengingatkan, permintaan relaksasi target ini diajukan satu bulan setelah UU No.3/2020 diundangkan. Mulyanto pun menyebut permintaan tersebut sudah diluar batas kewajaran.

“Ini kan keterlaluan. Ibarat pepatah sudah dikasih hati, malah minta jantung. Ini sama juga dengan mempermainkan Pemerintah dan Indonesia sebagai Negara hukum. Pemerintah tidak boleh menganggap pelanggaran UU ini adalah soal ringan”, tegas tegas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan.

Mulyanto pun mengingatkan bahwa Undang-Undang dibuat untuk dipatuhi, bukan sebaliknya.

“Karenanya, saya mendesak Pemerintah untuk tegas mengawal amanat UU No. 3/2020 jo. UU. No.4/2009 Pemerintah jangan lembek, apalagi ikut melanggar UU tersebut,” tutup Mulyanto. (OSY)

Loading...