oleh

Republik Indonesia Bab Dua (4), Kudeta Terselubung, Opini SBP

Republik Indonesia Bab Dua (4), Kudeta Terselubung. Oleh: Sri Bintang Pamungkas, Aktivis.

“Kudeta” berasal dari kata-kata Perancis, Coup d’Etat, yang artinya “pengambilan kekuasaan atas Negara dengan cepat dan dengan kekerasan”. Umumnya dengan kekuatan atau cara-cara militer. Banyak yang mengartikan, bahwa “kudeta” adalah menumbangkan kekuasaan pemerintah, bahkan presiden, atau kepala pemerintahan, yang absah.

Itu tidak sepenuhnya betul, sebab Etat berarti Negara, bukan pemerintah. Bahwa “kudeta” dilakukan dengan cara menjatuhkan pemerintah, bahkan dengan “membunuh” kepala pemerintah, hal itu adalah derivat dari “pengambilan kekuasaan atas Negara”.

Di Indonesia, kata lain dari “kudeta” adalah “makar”. Pasal pertama dari pasal-pasal tentang “makar” dalam KUHP di bawah Bab Pelanggaran terhadap Keamanan Negara adalah Pasal 104/KUHP yang di dalamnya ada kata-kata “membunuh presiden” atau “menggulingkan pemerintah” atau “membuat pemerintah tidak cakap menjalankan tugasnya”. Tetapi, sekali lagi, pengartian semacam itu adalah salah kaprah.

Arti sesungguhnya adalah mengambil alih kekuasaan atas Negara. Dengan demikian, pada waktu kepala pemerintahan lemah, atau terjadi vacuum of power, kudeta bisa dilakukan pula oleh kelompok yang pro kepada kepala pemerintah. Yaitu, dalam upaya membantu, mendukung dan memperkuatnya, agar terhindar dari kudeta yang dilakukan oleh kelompok lain.

Ketika terjadi Peristiwa 1965, Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa, yang mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi, dianggap sebagai kudeta terhadap Negara. Alasan Untung adalah untuk menyelamatkan Presiden Soekarno dari upaya kudeta oleh Dewan Jenderal. Untung berdalih melakukan kudeta itu, untuk mendahului kudeta Dewan Jenderal.

Dewan Jenderal yang dituduh Untung itu adalah 7 Jenderal AD yang dibunuh pada 30 September 1965, minus Jenderal Nasution yang lolos dari pembunuhan. Gambaran di atas mau menunjukkan, bahwa suatu rencana kudeta, tidak selalu dilakukan dengan menggulingkan atau, bahkan membunuh kepala Negara. Suatu rencana kudeta pun tidak selalu berhasil.

Kudeta yang berhasil dan termasyhur dalam segala jaman adalah kudeta yang dilakukan oleh Kolonel Sadam Husein dari Irak dan Kolonel Moamar Kadhafi dari Lybia. Irak menjadi sebuah Republik pada 1958 melalui sebuah Kudeta menggulingkan dan membunuh Raja Nouri Al Said beserta keluarganya. Sesudah berkali-kali terjadi kudeta militer, konon dengan 10 orang anakbuahnya Kol. Sadam Husein berhasil menggulingkan Pemerintahan Jenderal Ahmad Hassan al Bakr yang lemah pada 1979.

Sadam berhasil membangun dan memakmurkan Irak dengan minyaknya. Tapi dengan tuduhan menyimpan senjata kimia dan pemusnah masal, Sadam digulingkan oleh Koalisi Barat di bawah pimpinan George W. Bush/AS pada 2003.

Moamar Kadhafi juga hanya dengan beberapa orang anakbuahnya berhasil membunuh Raja Idris pada 1969 dan menjadikan Libya sebagai Republik. Pada hakekatnya Moamar sudah menjadi Pemimpin Revolusi sejak itu sampai 1977. Lalu memproklamirkan diri menjadi Presiden sampai 2011. Moamar pun berhasil memakmurkan dan menyejahterakan Rakyat Libya dengan minyaknya. Dia digulingkan oleh pemberontakan rakyat yang disulut dan didukung oleh Koalisi Barat di bawah pimpinan Barack Obama/AS pada 2011.

Baca Juga :  Istana Berduka, Gibran Dikabarkan Lumpuh Usai Konsumsi Obat Covid-19, Cek Faktanya?

Pada masa sekarang kudeta militer yang brutal terjadi di Mesir, pasca revolusi rakyat yang berhasil menggulingkan Presiden Mubarak. Presiden Muhammad Morsi dari Persaudaraan Islam yang terpilih secara demokratis digulingkan oleh Panglima Militernya sendiri, Jenderal Abdel Fattah al Sisi. Persaudaraan Islam, dibubarkan Al Sisi dan dinyatakan sebagai teroris.

Dalam kudeta yang amat berdarah itu. ratusan anggota Muslim Brotherhood tewas ditembak atau dibunuh. Ribuan lainnya dipenjara. Para Calon Presiden lain dalam Pilpres 2018 dipersekusi, sehingga Al Sisi menang sebagai Calon Tunggal. Al Sisi juga mengubah Konstitusi dan menjadikannya bisa berkuasa sampai 2030. Di bawah Al Sisi, Mesir menjadi sangat represif, dan dekat dengan AS, Trump dan Saudi Arabia.

Lain dengan Zimbabwe. Robert Mugabe yang sudah 30 tahun memerintah dipaksa meletakkan jabatannya sesuai dengan keinginan Rakyat. Kekuasaan lalu dilimpahkan kepada pimpinan oposisi yang sipil. Tak ada perdarahan, proses berjalan dengan damai dan Negara kembali aman.

Di Aljazair, Presiden Abdelazis Bouteflika dituntut turun, karena dianggap sudah tidak mampu menjalankan Negara. Ketika dia menolak dan rakyat tetap menuntut, maka pihak militer turun tangan, memaksa Bouteflika mundur dan mengembalikan kekuasaan kepada Sipil. Akan tetapi, proses penetapan Pemerintah Transisi tidak secepat yang diduga, karena ada konflik kepentingan di antara para pemimpin politik. Rakyat Aljazair tetap tidak mau mundur dan menguasai jalan-jalan.

Di Sudan juga terjadi tuntutan Rakyat menolak Presiden Omar al Bashir. Awalnya Omar al Bashir diturunkan oleh sekelompok militer, ditangkap dan ditahan. Akan tetapi, pihak militer mau berkuasa selama dua tahun sebelum menyerahkan kepada kekuatan Sipil. Rakyat menolak. Yang terjadi kemudian adalah perebutan kekuasaan antara kelompok militer yang satu dengan yang lain, sekalipun tidak ada tanda-tanda perebutan yang berdarah. Rakyat tetap berada dan siaga menjadi Parlemen Jalanan menuntut militer minggir.

Bagaimana dengan Indonesia?! Presiden Jokowi ingin mempertahankan kekuasaannya pada periode ke dua dengan bermain curang dengan segala cara dalam Pemilihan Umum. Komisi Pemilihan Umum dan jajarannya melakukan kecurangan dengan cara-cara kotor, keji dan brutal. Lebih dari 500 petugas Pemilu tewas secara misterius dalam waktu 4 minggu, yang kemungkinan besar terkait dengan proses kecurangan tersebut.

Baca Juga :  Surat Terbuka Untuk Seluruh Penumpang GoJek dan Grab

Sudah hampir bisa dipastikan, Joko Widodo akan diumumkan sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden ini. Tapi, Hasil Pemilihan Umum harus dinyatakan batal, tanpa ada pemenang, karena jelas perhitungan suara dilakukan dengan curang. Dunia sudah mendengar pula tentang kecurangan ini!

Kemungkinan besar Rakyat akan turun ke jalan dan membangun People Power. Pilihan Rakyat adalah menuntut pengulangan Pemilu atau menggulingkan Pemerintah Jokowi. Opsi pertama hampir tidak mungkin bisa dilakukan, karena Komisi Pemilu yang independen sulit dibentuk tanpa mengganti Rezim Jokowi.

Jokowi pun tahu soal itu. Oleh karena itu, dia pun sudah menyiapkan diri untuk menghadapinya. Bagi Jokowi, tidak ada pilihan lain, kecuali mempertahankan diri menjadi Presiden RI untuk periode ke dua atau memilih dihukum oleh Xi Jinping karena tidak setia pada perjanjian dengan RRC. Mirip seperti Semaun yang memilih dibuang ke Siberia oleh Stalin dari Rusia!

Rezim Jokowi sudah panik menghadapi situasi sulit itu. Sehingga hanya untuk menghalangi permainan seorang Kivlan Zein, mantan Jenderal Kostrad, saja sudah tergopoh-gopoh dengan mengerahkan ribuan Wereng Coklat dan Lalat Hijau bersenjata lengkap berikut pata sniper-nya di atap-atap gedung. Apalagi kalau ada 10 orang Kivlan model Sadam Husein atau Kadhafi.

Sesungguhnyalah Jokowi sudah menyiapkan diri sebaik-baik yang dia pikirkan. Dia telah memilih Kapolri dan Polrinya yang berpihak kepadanya, juga Panglima TNI berikut Menhannya, serta Panglima Kepala Staf Angkatan Daratnya. Belum lagi para Jenderal, baik aktif maupun yang pensiunan di sekelilingnya.

Serta para Mafia Taipan yang bersiap dengan trilyunan dananya kalau Jokowi menang untuk menguasai Indonesia, khususnya DKI jakarta, lewat Program New Jakarta 2025 dan lain-lain. Atau lari ke luar negeri kalau Jokowi kalah. Sangat mungkin pula Jokowi berpikir seperti Letkol Untung, untuk mendahului melakukan “kudeta” militer terhadap NKRI pasca kemenangannya sebagai Presiden terpilih.

Memang Jokowi akan menghadapi situasi sulit sebelum resmi dilantik. Tapi Jokowi bisa memilih, untuk berakhir menang seperti Abdul Fattah al Sisi dari Mesir disertai banjir darah atau mau berakhir seperti Robert Mugabe dari Zimbabwe, Omar al Bashir dari Sudan, atau Abdelazis Bouteflika dari Aljazair.

Atau mau Opsi dengan mengambil risiko apa pun, yang bisa berakhir seperti Soekarno dan Soeharto, ketika TNI-TNI muda sadar dan berbalik melawannya bersama jutaan People Power Indonesia. Menuntut kembali berlakunya UUD1945 Asli agar tidak ada lagi hegemoni Mafia Cina terhafap Pribumi, serta menolak invasi Cina RRC!

Loading...