oleh

Diko Nugraha: Otoritas Tuhan Hari Ini Kalah Dengan Otoritas Hukum

SUARAMERDEKA.ID – Sekjen Gerakan Pemuda Islam (GPI) Diko Nugraha merasa hak asasi dan hak berdemokrasi adalah otoritas Tuhan yang melekat pada diri manusia sejak lahir. Namun sangat disayangkan pada saat ini otoritas tersebut kalah oleh pemegang otoritas hukum.

Pada konferensi pers yang digelar oleh Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) tentang Tragedi Kejahatan Kemanusiaan 21-23 Mei, ia menuturkan carut marutnya otoritas hukum saat ini terjadi karena bangsa Indonesia dalam kondisi sakit. Dari sistem sosial, sistem hukum, serta sistem kemanusiaannya. Kondisi piskologi warganegara saat ini sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis aparaturnya.

“Situasi hari ini lah generasi berikutnya yang merasakan resiko dari carut marutnya pengelolaan bangsa Indonesia. Kita telah lama memperjuangkan hak-hak asasi, hak-hak demokrasi yang sebenarnya itu adalah nilai yang kodrati dari Allah SWT. Entah apa penyebabnya sistem yang diciptakan manusia kok bisa menggantikan otoritas Tuhan,” kata Diko Nugraha di D Hotel Jl.Sultan Agung Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2019).

Baca Juga :  Bupati Taliabu Usir Wartawan Saat Peliputan dan Dinilai Langgar Undang-Undang Pers

Secara pribadi, Diko mengapresiasi bahwa dalam situasi seperti ini masih ada yang berani membicarakan suara-suara aspirasi demokrasi. Menurutnya, aspirasi demokrasi saat ini sudah terpenggal oleh persoalan administrasi belaka. Hanya karena perbedaan cara pandang yang didasari oleh perbedaan pemikiran dan perbedaan cara berusaha.

“Agama kita jelas mengasih ruang ijtihad, dikasih ruang ikhtiar. Beberapa kawan-kawan kita punya pandangan dan berijtihad sendiri. Punya ikhtiar sendiri terhadap cara pandangnnya soal pengelolaan berbangsa dan bernegara. Tapi kenapa dengan hukum demokrasi yang sekarang ini, itu kok bisa sirna. Otoritas Tuhan, hari ini kalah dengan otoritas hukum,” tegas Diko Nugraha.

Lanjutnya, jabatan serta kewenangan yang sifatnya amanah, padasaat ini justru menjadi musuh. Adalah pelaku pelaksana yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini. Bukan sistem hukum yang ada di Indonesia, atau pun undang-undangnya. Ketika otoritas dan kewenangan yang dijamin oleh undang-undang, tetapi subyektifitas personal yang itu berafiliasi dengan kepentingan, maka yang terjadi adalah malapetaka.

Baca Juga :  Wamen ATR/BPN Serahkan 500 Sertifikat PTSL di Banyuwangi

“Mau Kapolri, mau Presiden, mau Menteri. Ketika punya wewenang atau otoritas tapi menggunakan subyektif sempitnya, disitulah awal mula timbulnya penjajahan atau kolonisasi. Jadi bukan jauh-jauh kita ribut-ribut aseng, asing, asong. Hari ini musuh kita adalah bangsa sendiri yang kebetulan menapuk amanah otoritas. Itu sakit loh,” kata Sekjen GPI ini.

Sejak awal ketika melakukan pergerakan, aktivis muda yang sempat ditahan saat peristiwa 313 ini berpesan untuk tidak memberikan kedaulatan mandat umat kepada partai. Karena pada intinya, yang diperjuangkan adalah rakyat, bukan memperjuangkan golongan.

“Mau Prabowo mau Wiranto mau siapa tidak ada urusan. Karena yang kita perjuangkan bukan institusi, bukan organisasi. Tapi yang diperjuangkan adalah hak-hak yang diberikan Allah kepada manusia. Bahwa diwajibkan untuk ikhtiar dan ijtihad dalam kemaslahatan orang banyak,” tegasnya. (ANW)

Loading...