oleh

Pertarungan Penguasa Uang Terang VS Uang Gelap yang Didasari Perjanjian Kolonialisme

Pertarungan Penguasa Uang Terang VS Uang Gelap yang didasari Perjanjian Kolonialisme. Oleh: Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional).

Tahukah anda pertarungan uang terang versus uang gelap yang membuat hambatan dalam pencairan dan pencetakan uang..? Sehingga mendorong terjadinya krisis global.

Yang dimaksud disini adalah pertarungan antara penguasa uang beredar yang tercatat dan dianggap legal melawan penguasa uang yang dianggap ilegal dari hasil korupsi raksasa, pencucian uang, perdagangan narkoba dan menghasilkan pendanaan terorisme, kejahatan kemanusiaan, genosida bahkan penguasaan negara oleh kelompok oligarki yang menghasilkan kejahatan agresi.

Saat ini penguasa bank terang dan bank gelap mengalami stagnansi, karena kedua belah pihak saling mengunci. Penguasa keuangan yang terang, menghadapi krisis keuangan dan penguasa keuangan gelap tidak bisa dengan mudah mencairkan uangnya karena terpantau oleh pihak penguasa keuangan terang.

Inilah krisis global yang terjadi, dimana diawali oleh pola pembangunan top down dengan mitra swasta yang ternyata berjejaring dengan sindikat dan mafia keuangan. Dan melalui sindikat tersebutlah dibangun kerajaan keuangan gelap.

Sedangkan kesalahan yang dilakukan Bank Dunia, IMF dan Lembaga-Lembaga Keuangan lainnya dari awal berorientasi pada liberalisasi dan globalisasi dengan ukuran pembayaran cicilan dan ketergantungan melalui pemberian hutang. Pola ini juga menghasilkan oligarki dan membuka pintu para mafia untuk korupsi. Model ini harus dirubah secara bottom up dan dengan cara kerjasama kooperatif (koperasi).

Baca Juga :  Omnibus Law dan Kekacauan Dimana-mana. Opini Tubagus Soleh

Tapi itulah keadaan saat ini yang terjadi. Pertarungan ini harus dihentikan. Tentu kecelakaan besar yang akan terjadi jika terus dibiarkan dan tidak dihentikan. Karena berpotensi terjadinya kelangkaan uang. Perubahan paling fundamental harus dilakukan, meskipun terkadang kita harus memilih melalui cara negosiasi. Namun negosiasi harus dimulai dari mengevaluasi sumber penguasaan kapital tersebut. Dimana sumbernya adalah perjanjian yang dilegalisasi oleh para pihak untuk melegalkan kolonialisme.

Tidak bisa tidak, rakyatlah yang paling berkepentingan dalam masalah ini. Bukan korporasi atau kelompok kecil penguasa yang berdiri atas kepentingan dominasi.

Namun sekuat apa rakyat mampu melakukan negosiasi secara bersamaan. Tanpa struktural, yang bisa dilakukan rakyat adalah memberontak. Tapi pemberontakan rakyat, berhasil atau tidaknya akan mendapatkan hasil yang sama. Yaitu ketidakmampuan menyelesaikan masalah. Dan sekarang sedang terjadi, akan terus terjadi mungkin hingga kehancuran total jika tidak ada saluran penyelesaian secara struktural dan demokratis.

Salah satu yang bisa dilakukan rakyat adalah mendapatkan instrumen. Instrumen yang memiliki kekuatan hukum, politik, ekonomi dan solidaritas yang dapat mendorong sistem keamanan dan penegakan hukum, juga pengawasan dan eksekusi.

Namun bukan berarti instrumen tersebut untuk digunakan sebagai senjata baru atau alat pukul baru. Tentu akan sama saja hasilnya, jika instrumen rakyat kemudian beralih menjadi alat kekuasaan baru untuk imperialisme. Tujuan kita adalah menghapuskan segala impunitas dalam sistem kekuasaan dan perimbangan kekuasaan antara rakyat dan negara secara demokratis berbasis kemanusiaan dan keadilan. Dimana posisi rakyat adalah pemilik dari sistem organisasi negara dan internasional.

Baca Juga :  Kata "Tabok" Dari Jokowi Berbahaya Untuk Demokrasi

Dan kesadaran rakyat untuk memperkuat melalui instrumen telah terjadi saat ini. Yaitu melalui Badan Partisipasi Warga yang berada di tingkat lokal, nasional hingga global.

Dari Badan Partisipasi Warga ini kemudian berdiri Majelis Parlemen Dunia. Dari sinilah arsitektur tatanan rakyat dunia akan berjalan secara luar biasa, karena setiap rakyat baik secara kelompok hingga individu memiliki hak veto.

Inilah skema reformasi dari revolusi demokratis yang terjadi di dunia saat ini, untuk segera ditetapkan secara legal melalui organisasi internasional yang memiliki kapasitas untuk mengesahkan pengakuan kedaulatan negara-negara di dunia, yaitu PBB. Dan saatnya di 2020, PBB mengesahkan berdirinya kedaulatan rakyat melalui Badan Partisipasi Warga dan Majelis Parlemen Dunia. Tentu kita semua masih tetap berkomitmen pada PBB sebagai satu-satunya organisasi internasional yang memiliki otoritas tersebut. Dan dengan adanya kedaulatan rakyat yang terorganisir dan bukan berasal dari perwakilan pemerintah, maka penyelesaian krisis global akan tercapai secara demokratis dan melalui jalan damai. Maka perang dunia ke tiga dapat kita hindari.

Loading...