oleh

PKS Sebut Klaim Jokowi BBM Satu Harga Secara Nasional Tidak Benar

SUARAMERDEKA.ID – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto mempertanyakan klaim Presiden Jokowi yang berhasil menetapkan BBM satu harga secara nasional. Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataan yang ada di beberapa wilayah, harga BBM masih berbeda.

Ia menjelaskan, hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan BPH Migas di Gedung Nusantara 1, Jakarta (12/2/2020). Menurut Mulyanto, dalam RDP tersebut, BPH Migas menyebutkan bahwa semakin jauh suatu wilayah dari SPBU maka semakin mahal harga jual BBM yang berlaku.

“Saya meminta Pemerintah jujur mengenai klaim BBM satu harga. Jangan sampai di media bicara harga BBM sudah satu harga tapi fakta di lapangan harga masih berbeda-beda,” kata Mulyanto, Kamis (13/2/2020).

Baca Juga :  Aksi Kedaulatan Rakyat 100% dan GBHN untuk Rakyat Datangi MPR

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini meminta BPH Migas meningkatkan pengaturan hilir migas secara lebih terpadu agar klaim tersebut bukan sekedar janji kosong. Ia meminta pemerintah melalui BPH Migas melakukan intervensi dengan berbagai pendekatan. Intervensi ini dibutuhkan agar kebijakan BBM satu harga dapat terwujud. Salah satunya dengan mendorong tumbuhnya lembaga penyalur BBM kecil, termasuk sub-penyalur dan SPBU mini.

“Kasihan masyarakat miskin di wilayah 3T, terluar, terdepan dan terpencil. Sudah sulit dapat BBM, harganya mahal pula,” tegas Mulyanto.

Lulusan Tokyo Institute of Technology bidang teknik nuklir ini menilai BPH Migas perlu menambah jumlah jaringan penyaluran. Menurutnya, jumlah jaringan penyalur yang ada sekarang dinilai masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pengawas 170 lembaga penyalur BBM satu harga.

Baca Juga :  Harga Tak Kunjung Turun, PKS Inisiasi Pembentukan Pansus BBM

“Cakupan wilayah yang harus dilayani sangat luas. Jumlah kecamatan di wilayah 3T saja ada sekitar 1.600 kecamatan. Belum lagi kecamatan di wilayah lain yang tidak termasuk 3T tapi masih sulit akses kegiatan perekonomian,” tutup Mulyanto. (OSY)

Loading...