oleh

Republik Indonesia Bab Dua (10): Politik Pintu Terbuka: Invitation to Invide

Republik Indonesia Bab Dua (10): Politik Pintu Terbuka: Invitation to Invide. Oleh: Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis.

Temanku seangkatan di ITB, Tio Kim Nyan, nasibnya sudah tersurat. Aku lupa nama barunya, tapi dia memang agak terlambat lulus insinyur Teknik Mesin. Belum sempat dia menikmati pekerjaannya sebagai sarjana, serangan jantung membikinnya meninggalkan dunia yang penuh dengan tantangan ini.

Lain dengan sahabat saya, Harianto Gunawan alias Tjoa Hok Djien, yang juga meninggalkan dunia fana ini dua tahun lalu, bersamaan waktu saya ditahan oleh Tito Karnavian. Seperti sahabat-sahabatku yang lain, Hian Hok, Wei Jang, Kian On dan lain-lain, Hok Djien pun menikmati kerja di Grup Cina dengan gaji lumayan tinggi, sehingga anak-anaknya pun bisa disekolahkan dan lulusan luar negeri semua. Tidak hanya mereka, tapi tokoh-tokoh Kelompok Astra, seperti Palgunadi, Beni Subianto, Rini Suwandi dan banyak lagi yang lain, juga menikmati usaha grup konglomerat itu.

Mereka tidak bisa disamakan dengan Mafia-mafia Cina seperti grup Lippo, Citra, Podomoro, Sedayu, Sinar Mas dan lain-lain, termasuk Grup-grup Individu Pembalak BLBI, seperti Samsul Nursalim, Liem Sioe Liong, Hendra Rahardja, Samadikun Hartono, Kaharudin Ongko, dan banyak lagi yang lain.

Tidak semua Mafia-mafia Cina Indonesia itu melakukan penguasaan perekonomian itu dengan sengaja untuk menjajah Indonesia. Tapi perilaku mereka yang mau mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan segala macam cara.

Termasuk menyuap pejabat, dan kalau perlu mematikan usaha lain, adalah khas jiwa kapitalis, liberalis, free fights. Yang berakhir pada tergusurnya Pribumi dari hampir semua bidang usaha dan industri. Tidak berbeda dari sifat-sifat penjajah Belanda dan VOC dulu, yang awalnya juga begitu. Berdagang denga baik-baik, lalu akhirnya menjadi penjajah.

Baca Juga :  Prabowo: Pemerintahan Kami Pro Bisnis dan Pro Rakyat
Dengan memanggul panji-panji hak-hak Asasi Manusia sebagia satu-satunya ukuran yang superior, banyak pribumi Indonesia menganggap semua itu wajar! Bung Karno dan Bung Hatta serta para Pemimpin Kemerdekaan kita pernah menyampaikan, bahwa kita bisa hidup berdampingan dengan segala macam bangsa. Tapi tidak dengan mereka yang bersifat menjajah.

Bangsa Indonesia sudah kenyang dijajah. Karena itu tahu beda penjajah dengan yang bukan. Dengan kata-kata sederhana, Bangsa Indonesia Asli ingin menjadi Tuan di Negerinya sendiri. Artinya, mereka para Bangsa Pendatang, yang tidak setia kepada NKRI, terlebih-lebih yang bersifat Penjajah, harus diusir keluar… seperti kita mengusir Belanda!

Karena itu bukanlah suatu kebetulan, ketika Jokowi berpidato di Bejing sebulan sesudah dilantik pada Oktober 2014, tentang Program Poros Maritim dan Tol Laut. Tema itu sudah disiapkan dalam rangka mendukung expansi RRC lewat Program OBOR atau BRI (Belt Road Initiative). Lalu tidak sampai enam bulan kemudian Waperdam RRC Liu Yandong mengumumkan mau mengirim 10 juta orang Cina ke Indonesia. Sebelumnya bergabung dalam Bank Cina untuk Pembangunan Infrastruktur.

Baca Juga :  MK Tolak Uji UU KPK & Mutilasi Semesta Pegawai KPK

Jokowi membuat Kebijakan Pintu Terbuka bagi Cina-cina Daratan untuk masuk dan menguasai Kedaulatan Indonesia. Kebijakan ini harus ditentang habis-habisan seperti kita menentang dan mengusir Belanda dulu.

Apa yang dilakukan Jokowi mirip seperti yang dilakukan para Gubernur Jenderal Belanda dulu. Sekarang Gubernur Jenderal Cina. Permintaan Visa Masuk Indonesia dibuat gratis. Usaha Penerbangan, seperti Lion Air, dikhususkan untuk mengangkut Cina-cina RRC masuk ke seluruh wilayah Indonesia. Kartu Tanda Penduduk Indonesia pun disiapkan, lengkap dengan apartemen tempat tinggal mereka. Bahkan sekarang puluhan usaha penerbangan Cina diundang untuk.mengoperasikan angkutan udara Indonesia.

Ketika Astra membangum pabrik-pabrik Otomotif Jepang, tidak sampai 3-10 orang Jepang bergantian masuk Indonesia. Sekarang Puluhan ribu orang Cina masuk Indonesia hampir setiap hari, lalu tinggal menetap! Mereka menggarap proyek-proyek Cina dengan dana-utang dari Cina. Ataupun dana swasta Cina P to P. Proyek-proyek Cina itu pada saatnya akan diambil sebagai milik Cina.

Jepang dan lain-lain dulu membangun Proyek PMA partnership dengan Indonesia. Tapi para Cina RRC ini membangun Proyek-proyek Milik Cina di tanah-air Indonesia. Ini bukan sekedar Kebijakan Pintu Terbuka, tapi Kebijakan Invitation to Invade Indonesia.

Jokowi adalah bagian dari Kelompok Mafia Cina yang mau menjajah Indonesia. Kebijakan mengundang orang-orang Cina Daratan untuk menjadikannya penguasa. Ini harus ditentang dan dilawan. Rakyat Indonesia tidak pernah memilih dan menginginkan seorang Gubernur Jenderal Cina.

Loading...