oleh

Presiden Rasa Nusantara, Sebuah Opini Hanif Kristianto

Oleh :  Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)

Jika selama ini penguasa negeri ini selalu menekankan untuk berkomitmen pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, maka tahun 2019 rakyat perlu ramai-ramai menguji komitmenya. Jangan hanya rakyat diminta tunduk dan patuh pada empat pilar, sementara penguasa sendiri jauh panggang dari api. Bisa bicara, tak pandai melaksanakannya. Seperti adagium Jawa, jarkoni, iso ujar ora bisa ngelakoni.

Rakyat Indonesia tidak ingin empat pilar sebagai alat gebuk politik dan menihilkan rasionalitas dalam menilai kelompok atau rakyat. Sungguh rakyat tidak ingin luka dan duka yang dilakukan penguasa selama ini dibawa sampai mati. Rakyat hanya ingin kehidupannya diurusi dan tidak diabaikan.

Daripada ribut dan bingung Islam Nusantara, karena memang istilah itu dibuat-buat saja. Mari rakyat Indonesia membincang calon presiden rasa nusantara. Adakah di antara mereka yang betul-betul menjadi tumpuan dan harapan rakyat? Ataukah rasa itu tidak pernah ada, sebab jadi topeng semata?

Presiden dalam sistem demokrasi akan menjalankan model pemerintahan republik. Bangunan politik demokrasi menjadi instrumen utama. Jika ada yang mengharap presiden akan peduli pada nasib umat Islam dan menerapkan syariah Islam, maka itu pepesan kosong. Karenanya, sah-sah saja umat Islam mengajukan kriteria. Yakinlah, umat seharusnya tak sekadar mengajukan, harus mampu benar membuat arus baru politik Islam dalam gambaran yang sebenarnya.

Baca Juga :  Tanjung Priok Berdarah, Akibat Penyimpangan Pancasila

Indikasi pemimpin rasa nusantara harus memuat dua hal. Pertama, orangnya amanah, jujur dan taqwa, takut hanya pada Tuhannya, serta mengambil hukum yang diturunkan Allah. Kedua, sistemnya mampu menjawab segala tuntutan zaman, sesuai fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Sistem itu berjalan berdasarkan petunjuk wahyu dan dikontrol semua rakyat.

Oleh karena itu, pemimpin rasa nusantara seyongyanya:

Pertama, komitmen kebangsaannya tinggi dan tak tergoyahkan. Ia tidak tunduk kepada asing, aseng, dan asong. Sebab ketiganya lingkaran penjajahan global yang radikal. Kecintaan pada Indonesia diwujudkan dengan mengusir penajajah baik fisik maupun non fisik. Tujuannya jelas, menjadikan Indonesia berdikari dan menentukan arah perubahan dunia. Aset kekayaan alam dikelola demi kepentingan dan kemakmuran rakyat.

Kedua, ideologinya jelas. Keabu-abuan ideologi menjadikan pemimpin tak lagi rasional. Segala aturan ditabrak dan mengatur negara semau gue. Model kepemimpinan tanpa ideologi menjadikan Indonesia sebagai bangsa pengekor. Suaranya di kancah global tak akan menggoyahkan negara kuat semisal Barat, AS, dan sekutunya. Pilihan ideologinya Islam, sebab yang akan diurusi umat Islam dan membawa rahmat bagi seluruh alam, tanpa mengeyampingkan umat lainnya.

Ketiga, visioner dan memiliki kecerdasan politik. Mustahil menjadi bangsa yang besar hanya sekadar kembali pada era Majapahit atau kerajaan yang pernah berdiri di nusantara. Kesemuanya itu sekadar diambil pelajaran, sebab-sebab kegagalan dan keruntuhannya. Tujuannya untuk membangun Indonesia Baru yang lebih hebat dari sebelumnya. Kemandirian berfikir visioner inilah yang menjadikan pemimpin tak mudah terbujuk rayu bisikan orang-orang yang suka berbisik.

Baca Juga :  Poros Rawamangun Beberkan Detail Kisruh Bansos DKI

Keempat, kepribadiannya khas dibalut keimanan dan penjalanan aturan agama secara menyeluruh. Hasil dari kepribadian inilah yang akan memunculkan pemimpin yang takut hanya kepada Allah. Bukan pemimpin yang menjadi boneka, baik oleh kepentingan lokal ataupun global. Pemimpin yang berkarakter ini selain mendekat kepada Allah, juga dekat dengan rakyatnya. Keluh kesah kehidupan didengar dan diurusi semuanya. Jangan sampai ada rakyat mati kelaparan, sementara pemimpinnya tidur pulas dalam keadaan kenyang.

Tahun 2019 sudah di depan mata. Ada yang pengen cepat bertemu agar segera dapat pemimpin baru. Pun rakyat tetap waspada, jangan sampai ada pemimpin yang tak pandai mengatur negara dan rakyatnya kembali berkuasa. Rakyat bukanlah kelinci percobaan. Kiranya, siapa pun yang akan mencalonkan kembali pada pilpres 2019, senantiasalah bertaqwalah kepada Allah dan takutlah siksa-Nya jika tak amanah dan abai pada urusan rakyatnya. Alhasil, nusantara rindu dipimpin manusia mulia yang taat pada Allah dan rasul-Nya.

Loading...