oleh

Saya Ini Pamannya Ahok, Ini Alasan Gus Nuril

SUARAMERDEKA – Gus Nuril meminta media atau relawan pilpres untuk menulis bahwa dia adalah pamannya Ahok. Permintaan ini disampaikan Gus Nuril karena merasa bingung dengan orang yang kerap memelintir sebuah peristiwa biasa menjadi peristiwa politik.

Pemimpin Pondok Pesantren Abdurrahman Wahid Soko Tunggal, Nuril Arifin Husein atau yang biasa disebut dengan Gus Nuril, menyatakan kebingungannya dengan perilaku politik yang terjadi akhir-akhir ini. Kebingungan ini disampaikan pada acara Deklarasi nasional 2019 Pilpres Damai, Kamis (1/11/2018) yang diselenggalakan di Gedung Joeang 45, jalan Menteng Raya 31, Jakarta Pusat.

Disampaikan Gus Nuril, demokrasi adalah kemanusiaan. Kaitannya dengan pilpres 2019, demokrasi adalah memilih kepala negara diantara putra-putra terbaik bangsa. Siapapun yang menjadi presiden, baik Jokowi atau Prabowo, pada dasarnya sama saja.

Gus Nuril juga merasa heran dengan kondisi politik Indonesia saat ini yang semakin tidak jelas. Setiap peristiwa, selalu dikaitkan dengan politik. Bahkan ketika bertemu dengan seseorang untuk bersilaturrahmi, langsung dijadikan konsumsi politik. Padahal tidak semua urusan yang berhubungan dengan calon presiden atau calon wakil presiden, selalu berhubungan dengan politik.

Baca Juga :  Gus Jazil: Tiga Hal Ini Kunci Sukses PPKM Darurat Covid-19
“Saya ini bersahabat dengan Jokowi sejak jadi walikota. Saya juga bersahabat dengan mas Prabowo, sejak dia jadi tentara. Langsung muncul jejak digital Gus Nuril memberikan cincin kepada Prabowo. Saya ke Jokowi juga begitu. Kenapa nggak kamu tulis saja bahwa saya ini pamannya Ahok. Jadi senang, kalau nggablek, kalau ngawur itu, biar jelas gitu.”

Lanjut Gus Nuril, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang persatuan Indonesia. Maknanya adalah saling menghormati jika pilihan yang satu berbeda dengan pilihan yang lain. Tidak membesar-besarkan sebuah peristiwa, kemudian digiring menjadi sebuah bentuk dukungan jika suka dan cibiran jika tidak suka. Bahkan memaki teman dengan sebutan “Kampret” jika dianggap pro Prabowo, “Kecebong” jika dianggap pro Jokowi.

“Kok kelakuannya kayak Kampret. Kayak Kecebong. Rombak sekarang, tidak ada Kampret tidak ada Kecebong. Jangan memaki temannya Kampret dan jangan memaki temannya Kecebong,’ tutur Gus Nuril.

Baca Juga :  Merah Putih di Istana Merdeka Akan Dikibarkan Oleh Tim Sabang

Selain itu,”pamannya Ahok” juga merasa bingung dengan kelakuan para relawan calon presiden yang cenderung tidak jelas. Cenderung berani mengatakan sesuatu yang tidak benar, demi mendapatkan keuntungan pribadi. Gus Nuril merasa curiga, apakah para relawan ini sesungguhnya benar-benar berjuang untuk memenangkan calonnya atau sengaja mendompleng untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

“Ini saya sampai bingung. Saya datang ke kelompoknya mas Prabowo, saya datang ke kelompoknya Jokowi, gombal semua relawan-relawannya itu. Coba, ada relawan jumlahnya 485 relawan. Keika di test, jawabannya apa? Katanya, dari 485 relawan ini, Jokowi akan dicoblos 400 juta orang. Lah penduduknya Indonesia itu berapa? Ditempatnya Prabowo, sama. Ini sebenarnya dua calon presiden ini dikerjai oleh relawan-relawan yang nyebar proposal kemana-mana,” tutup Gus Nuril. (OSY)

Loading...