oleh

Substitusi LPG dengan DME, Meringankan Atau Memberatkan APBN?

SUARAMERDEKA.ID – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyambut baik rencana pemerintah melakukan program substitusi LPG dengan DME (Dimethyl Ether). Namun program ini harus diuji secara menyeluruh, termasuk aspek keekonomian, apakah meringankan ataukah justru menambah beban APBN

Pemerintah melalui Badan Litbang Kementerian ESDM mengenalkan program substitusi LPG dengan DME. Pemerintah meyakini penggunaan DME ini akan memberikan nilai tambah yang lebih luas terhadap negara.

Pemanfaatan DME diperkirakan akan meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG. Dengan penggunaan DME, akan menekan impor LPG hingga 1 juta ton LPG per tahun, dengan kapasitas produksi DME 1,4 juta ton per tahun.

Dengan DME Pemerintah juga dinilai akan menghemat cadangan devisa hingga Rp9,7 triliun per tahun. Diyakini pula, penggunaan DME akan menghemat Neraca Perdagangan hingga Rp 5,5 triliun per tahun.

Baca Juga :  Soal RUU HIP, PKS Sebut Mahfud MD Terkesan Lakukan Kebohongan Publik

“Substitusi LPG dengan DME sebagai hasil gasifikasi batubara adalah langkah strategis yang harus dihitung secara teliti aspek keekonomiannya. Agar upaya untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor LPG dapat terwujud dan tidak menambah beban anggaran tambahan dari APBN,” kata Mulyanto di Jakarta, Rabu (9/11/2020).

Mulyanto menambahkan kajian aspek keekonomian pemanfaatan DME ini sangat penting. Pemerintah harus bisa menjamin harga DME dapat bersaing dengan harga LPG, termasuk juga juga harga gas alam (LNG).

“Kalau harga DME lebih mahal maka akan menyulitkan kita dan menekan APBN semakin kuat,” imbuh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Baca Juga :  DPR Pilih Delapan Calon Anggota DEN, PKS: Saatnya Kejar Target Bauran EBT

“Sesuai UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, proyek hilirisasi minerba ini akan dikenakan royalti 0%. Artinya potensi penerimaan Negara dari proyek gasifikasi batu bara ini adalah “zero rupiah”. Ini kan semacam subsidi di “hulu”.

Nanti di hilir akan terjadi pengalihan subsidi Pemerintah dari subsidi LPG menjadi subsidi DME, khususnya untuk pengguna gas LPG 3 kg, ini artinya double subsidi.

Begitu juga kalau harga DME lebih mahal dari LPG, maka akan muncul subsidi level ketiga (triple subsidi), yakni selilish antara harga DME dibanding LPG.  Ini tentu tidak kita inginkan. Karenanya hitung-hitungan keekonomian proyek DME ini harus diprioritaskan,” tegas Mulyanto. (OSY)

Loading...