oleh

Waspada Stunting Meningkat di Masa Pandemi, Islam Punya Solusinya

Waspada Stunting Meningkat di Masa Pandemi, Islam Punya Solusinya

Oleh: Yuni Damayanti

Bupati Kolaka Timur (Koltim), Andi Merya Nur memimpin peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-28, dengan tema Keluarga Cerdas Cegah Stunting, dirangkaikan giat Pelayanan Sejuta Akseptor (PSA), di halaman Puskesmas Tirawuta, Kamis (24/06/2021). Dalam sambutanya bupati menyampaikan, kegiatan ini merupakan momentum menghidupkan kembali kesadaran kolektif akan arti penting keluarga dalam tatanan kehidupan sosial, dalam hal pencegahan stunting, terlebih pada masa pandemi saat ini, karena anak-anak lebih banyak beraktifitas di dalam rumah.

Dia mengatakan, masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia (SDM) daerah, berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak, (Rakyatsultra.com, 26/06/2021).

Stunting yang terjadi pada anak-anak tidak boleh disepelekan, sebab masih terdapat banyak kasus anak stunting di Indonesia. Kampanye pengentasan stunting sudah dilakukan bertahun-tahun. Namun angka kasus stunting di Indonesia masih tetap tinggi, dengan 1,2 juta bayi lahir stunting setiap tahunnya. Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, mengungkapkan penyebab tingginya angka stunting alias kekerdilan di Indonesia dikarenakan sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kekurangan nutrisi hingga dibesarkan juga kurang zat gizi.

Hasto dalam Pra Rakernas BKKBN di Jakarta, Rabu (27/1/2020), mengatakan saat ini total angka kelahiran per tahun sebanyak 5 juta dan sekitar 1,2 juta bayi di antaranya dalam kondisi kurang gizi kronis atau stunting. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019 menyebutkan angka stunting berada pada 27,67 persen. Hasto mengatakan angka tersebut disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi.

Baca Juga :  Diduga Menista Agama, GPI Jakarta Raya Akan Proses Hukum Menteri Perdagangan

“Karena 29 persen dari 5 juta itu lahirnya belum waktunya, ukurannya belum cukup sudah lahir,” kata Hasto yang juga berlatar belakang sebagai dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7 persen bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 centimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram, ( Suara.com, 21/01/2021).

Selain kekurangan gizi sejak dalam kandungan ada faktor penyebab lain yang sangat berperan dalam peningkatan angka stunting yaitu faktor ekonomi, sebab  lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi asupan gizi yang dibutuhkan anggota keluarganya. Fakta di lapangan menunjukkan banyak keluarga miskin tidak lagi peduli dengan kebutuhan gizi, bagi mereka asal makan kenyang sudah cukup.

Apalagi di masa pandemi seperti ini banyak kepala keluarga yang kehilangan pekerjaannya, jangankan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarganya bisa bertahan hidup saja mereka sudah bersyukur. Usia pandemi yang  sudah lebih setahun di Indonesia ini banyak mengguncang perekonomian keluarga. Tidak heran jika sulit untuk menurunkan angka stunting, sebab keluarga memiliki peran penting dalam menjaga terpenuhinya kebutuhan gizi anak.

Selain keluarga,   negara bertanggungjawab penuh untuk menyelesaikan persoalan stunting dari akar masalahnya, meningkatnya angka stunting  membuktikan bahwa negara belum mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyediaan lapangan pekerjaan dan menjamin kebutuhan dasar keluarga seharusnya dilakukan oleh pemerintah.  Demokrasi hanya memberikan mimpi kosong dalam mengatasi stunting, baik dalam rencana pembentukan lembaga khusus atau desakan UU pembangunan keluarga.

Baca Juga :  Seruan Damai Dengan Corona, Akankah Berguna? Opini Lili Agustiani

Bagaimana mungkin negara mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas jika untuk memenuhi kebutuhan pokok saja masyarakat kesulitan. Ini cukup membuktikan bahwa negara ini lemah, bahkan untuk mewujudkan cita citanya melahirkan generasi kuat masih jauh dan membutuhkan banyak perjuangan.

Berbeda halnya dengan Islam yang  memuliakan anak-anak dengan memberikan tanggung jawab pengasuhannya kepada ibu, dan ayah sebagai pencari nafkah. Islam juga sangat memperhatikan pertumbuhan anak di awal-awal kehidupannya. Al-Quran memberi tuntunan kepada orang tua, khususnya ibu, untuk memberikan asupan gizi yang sangat tinggi nilainya, yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk anak yang baru lahir sampai berumur 2 tahun.

Dalam sebuah ayat al-Quran Allah berfirman yang menjelaskan kewajiban umat Islam untuk takut pada Allah dan larangan untuk meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah. “Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS. An-nisa: 9).

Dengan demikian kebutuhan gizi anak akan mudah terpenuhi  dengan bantuan negara dalam hal  menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, kemudian mendorong laki laki atau wali untuk bekerja memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya, selain itu negara juga memenuhi  kebutuhan dasar  rakyat dan mengontrol distribusi serta  pemerataan logistik, hal ini dilakukan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan gizi rakyat terpenuhi. Maka menurunkan angka stunting menjadi hal mudah. Agar cita cita untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas mudah terwujud, Wallahu a’lam bisshowab.

Loading...