oleh

Yuk Tamasya Santai Melihat Korupsi BLBI, Sebuah Opini Asyari Usman

Yuk Tamasya Santai Melihat Korupsi BLBI. Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior.

Barangkali, banyak diantara kita yang tidak tertarik dengan cerita yang, sebetulnya, sangat menarik tentang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang “notoriously” disingkat BLBI. Singkatan ini sangat terkenal dengan kecurigaan penyalahgunaannya dan penggelapannya.

Ketika terjadi krisis moneter (krismon) 1997-1998, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tujuannya adalah untuk menyelamatkan aset bank-bank yang kolaps. BPPN kemudian dibentuk untuk mengawasi BLBI. Bantuan berupa pinjaman ini bertujuan untuk membantu bank-bank yang bermasalah pada masa krismon.

BLBI yang disediakan itu jumlahnya 456 Triliun rupiah. Sebanyak 144.5 T disuntikkan kepada bank-bank yang dianggap memerlukan bantuan uang tunai BLBI tersebut. Ada banyak penyimpangan dalam proses pemberian BLBI kepada bank-bank swasta. Artinya, suntikan 144.5 T ini diduga kuat “dimainkan” oleh orang-orang yang berwenang mengelola dana tunai itu. Mereka bekerjasama dengan pimpinan bank-bank “yang berhak” menerima. Singkatnya, ada penyelewengan BLBI dalam jumlah besar.

Tetapi, seorang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era 2008, M Jasin, mengatakan masyarakat terlalu banyak memperhatikan jumlah 144.5 T itu. Sumber lain mengatakan, yang disalurkan BPPN sebanyak 147.7 T kepada 48 bank.

Baca Juga :  NAPI Paparkan Program Kerja Unggulan Demi Kesejahteraan Rakyat Supiori

Dari jumlah ini, kata Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 138 T diduga kuat mengalami penyimpangan. Artinya, ada penggelapan. Bisa juga disebut korupsi.

Bank-bank penerima BLBI diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman itu. Mereka yang telah melunasi kewajibannya mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) yang diterbitkan oleh BPPN.

Dalam kenyataannya, ada sejumlah SKL yang diterbitkan kepada bank yang belum melunasi pengembalian BLBI itu. Salah satu diantaranya adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Pemilik Sjamsul Nursalim. Penyimpangan ini menyebabkan mantan kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung, dihukum penjara 15 tahun.

Sjamsul Nursalim sempat dinyatakan sebagai tersangka sebelum dia mendapatkan SKL. Setelah ada SKL itu, kasus dia dihentikan. Sekarang, KPK mengusut ulang korupsi BLBI. Sjamsul Nursalim kembali dijadikan tersangka. Saat ini dia dan istrinya bermukim di Singapura.

Dasar hukum penerbitan SKL adalah Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2002 sewaktu Megawati Soekarnoputri duduk sebagai presiden. Tentunya Inpres ini sangat krusial untuk Anda pikirkan. Selamat merenung!

Baca Juga :  Kalau Mau Mencegah Anies, Jangan Cari Kesalahannya

Segini dulu tamasya melihat BLBI. Pada edisi yang akan datang, kita lanjutkan dengan jalan-jalan melihat korupsi dana talangan Bank Century.

Survei kilat:
1. Apakah Anda senang tamasya BLBI?
2. Apakah Anda antusias menunggu jalan-jalan melihat kasus Bank Century?

Loading...