Quick Survey LKSP: Reuni 212 Adalah Sarana Pemersatu Bangsa

SUARAMERDEKA.ID – Berdasarkan quick survey Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP), Reuni 212 berpotensi menjadi sarana pemersatu bangsa. Hal ini bertolak belakang dengan stigma negatif reuni yang diinisiasi gerakan 212 ini mencerminkan gerakan intoleransi dan radikalisme.

Dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (6/12/2019), Direktur LKSP Astriana Baiti Sinaga menjelaskan, hasil ini didapat dari pernyataan responden yang mendatangi reuni 212 di Monas, Senin (2/12/2019). Dijelaskan juga, menurut survey, sekitar 73 persen responden pernah menghadiri Aksi Bela Islam tahun 2016 yang menjadi pemicu gerakan 212.

Jumlah responden dalam quick survey sebanyak 210 orang, dengan metode pemilihan responden available sampling dengan mengupayakan tetap proporsional antara jenis lelaki dan perempuan. Sebanyak 166 (82,7 persen) responden berada pada usia produktif (17-55 tahun). Lima responden berusia dibawah 17 tahun dan 39 responden lainnya berusia diatas 55 tahun.

Berdasarkan survey tersebut, peserta merasa tujuan Reuni 212 adalah untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah. Mereka merasa reuni ini dapat menghimpun umat dari berbagai latar belakang. Melakukan shalat, berzikir dan berdoa bersama menjadi privilege tersendiri bagi peserta reuni. Bahkan, dalam acara tersebut, ada yang bersedekah menyiapkan makanan dan minuman gratis untuk peserta lainnya. Mereka merasa Reuni 212 memperlihatkan aksi kesukarelawanan (voluntary action) dalam skala besar.

Selain itu, peserta merasa bahwa tujuan Reuni 212 justru untuk menjaga persatuan bangsa, karena sejalan dengan ukhuwah islamiyah. Umat Muslim adalah bagian dari bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.

Kenyataan ini menurut Direktur LKSP  adalah suatu fakta yang tak bisa dipungkiri oleh siapapun.

“Kita patut bersyukur dan memberi apresiasi karena fenomena reuni 212 menunjukkan keselarasan pandangan keagamaan dan kebangsaan. Peserta 212 menegaskan tak ada pertentangan antara misi ukhuwah keummatan dan persatuan bangsa, sebagaimana label atau stigma yang berkembang selama ini,” ujar Direktur LKSP, Astriana Baiti Sinaga.

Lanjutnya, fenomena ini seharusnya dirawat dan dikelola agar integrasi nasional Indonesia lebih kokoh. Peserta mengaku tidak setuju jika Reuni 212 dikatakan bertentangan dengan semangat persatuan nasional dan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin. Mereka justru memandang Reuni 212 justru mewujudkan misi kebangsaan dan keagamaan secara selaras. Dikatakan pula, dengan semangat ukhuwah islamiyah untuk menjaga persatuan bangsa, mayoritas peserta menginginkan acara ini diadakan rutin setiap tahun.

Namun diakui Astriana Baiti Sinaga, sebagian besar peserta merasa ada tujuan lain dari acara Reuni 212. Reuni ini mengingatkan bahaya kasus penistaan agama dan gejala diskriminasi hukum atau kriminalisasi ulama menjadi faktor berikutnya.

“Ganjalan itu yang harus ditangani agar persepsi ukhuwah keagamaan atau kebangsaan semakin solid,” tutur Direktur LKSP. (OSY)

Astriana Baiti SinagaDirektur LKSPintoleransiLembaga Kajian Strategis dan PembangunanLKSPPemersatu BangsaRadikalismeReuni 212stigma negatif reuni 212Ukhuwah Islamiyahvoluntary action
Comments (0)
Add Comment
  • Jokowi Apresiasi Sikap Tegas Erick Tohir Pecat Dirut Garuda

    […] SUARAMERDEKA.ID – Presiden Jokowi secara langsung mengapresiasi sikap tegas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir yang memecat Dirut Garuda karena penyalahgunaan jabatan. Disampaikan pula agar sikap ini menjadi pesan buat pejabat lainnya untuk selalu menjaga integritas dalam bekerja. […]