oleh

Bantuan Sosial Ala Kapitalis, Buat Rakyat Menangis. Opini Siti Komariah

Bantuan Sosial Ala Kapitalis, Buat Rakyat Menangis. Oleh: Siti Komariah, Pemerhati Masalah Umat.

Kian hari nasib rakyat kian tercekik. Apalagi ditengah pandemi covid-19 yang tak kunjung sirna dari dunia, termasud bumi pertiwi ini. Banyak cara dilakukan oleh pemerintah guna memutus rantai penyebarannya. Mulai dari stay at home hingga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, sayang solusi setengah hati ini belum juga mampu mengatasi pandemi covid-19 ini.

Ya, penyebaran covid-19 saat ini yang kian mencengkram rakyat Indonesia dan pemberlakuan PSBB, serta social dan physical distancing pun kian terasa, apalagi di sektor perekonomian. Tak sedikit rakyat yang dirumahkan, atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), industri-industri kecil dan pedagang asongan, mata pencaharian mereka turun drastic, ekonomi lesu seketika. Hal tersebut jelas berimbas pada kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok setiap keluarga.

Dalam hal ini, pemerintah pun mulai menyalurkan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat. Khususnya, bagi mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya atau yang mengalami PHK akibat kehilangan pekerjaannya. Salah satu Bansos tersebut adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dimana, kebijakan ini merupakan salah satu program jaring pengaman sosial yang digadang-gadang pemerintah.

Namun sayang, alih-alih ingin memberikan solusi atas keruwetan hidup rakyatnya akibat covid-19. Pemerintah justru membuat rakyat semakin strees dan gaduh akibat pemberian bantuan sosial tersebut. Bagaimana tidak, penyaluran Bansos melalui dana desa harus menempuh jalan panjang dan mekanisme penyalurannya pun terbilang cukup ribet. Ditambah lagi, tak tepat sasaran pula. Sehingga, kebijakan pemerintah ini pun mendapat kritik keras dari beberapa kepala daerah, terlebih rakyat.

Salah satunya dari Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar yang vidionya viral di media sosial. Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit.

Sehan membenarkan video tersebut. Dikatakannya mekanisme pemberian BLT tersebut terbilang menyulitkan warga. Warga, menurutnya, tak bisa harus menunggu lama untuk mendapatkan bantuan itu.

“Kalau sistem pembagian BLT tanya saja di Kemensos dan Kemendes, itu program kedua kementerian itu. Kalau program saya menelangi kesulitan rakyat yang sangat mendesak, mereka butuh makan hari ini, bukan disuruh menunggu besok, atau sampai administrasi tentang BLT selesai. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp 600 ribu, rakyat saya bahkan memohon biar tidak dapat duit BLT,” Jelas Sehan saat dikonfirmasi, Minggu (26/4/2020).

Dia juga mengungkapkan, sebagai bupati, dirinya bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keselamatan rakyatnya. “BLT, program kementerian yang belum tau kapan realisasinya, sementara saya Bupati yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keselamatan rakyat, makanya saya tidak ada waktu menunggu untuk penuhi kebutuhan rakyat Boltim yang sangat mendesak, apapun risikonya saya tetap penuhi kebutuhan saat ini,” pungkasnya. (detiknews.com, Minggu, 26/06/2020).

Peryataan Bupati Boltim, Sehan Salim merupakan peryataan yang benar. Disaat rakyat membutuhkan bantuan, maka pemimpin harus sigap memberikan bantuannya, apalagi hal tersebut menyangkut hajat hidup mereka.

Bantuan Sosial Ala Kapitalis, Ribet, Berbelit Tak Tepat Sasaran Pula

Perlu kita ketahui bersama, penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dana Desa) yang dijelaskan dalam surat pemberitahuan dengan Nomor 1261/PRI.00/IV/2020 yang ditandatangani oleh Menteri Desa PDTTsesuai Permendes PDTT No 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permendes PDTT No 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Dana Desa dapat digunakan untuk BLT keluarga miskin di desa dengan sasaran penerima BLT adalah keluarga miskin non PKH (program keluarga harapan) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang kehilangan mata pencarian, belum terdata (exclusion error), dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis. (timordaily.com, 15/06/2020).

Sehingga, bisa dipastikan jika calon penerima Bansos akibat imbas covid-19, adalah mereka yang tidak terdaftar sebagai penerima Bansos lain dari pemerintah, artinya mulai dari mereka yang dapat bantuan kartu sembako, paket sembako hingga kartu pra kerja, walaupun mereka keluarga miskin tidak menerima BLT Rp. 600 ribu ini.

Belum lagi, syarat calon penerima bantuan pun harus terdaftar di RT/RW dan tinggal di desa. Kemudian harus sesuai dengan kriteria keluarga miskin, dan harus membuka rekening terlebih dahulu. Sungguh membutuhkan proses panjang untuk mendapatkan bantuan langsung tunai tersebut, yang kisarannya hanya Rp. 600 ribu saja dan tak cukup memenuhi kebutuhan hidup dalam sebulan.

Baca Juga :  Oknum Guru Banyuwangi Cukur Rambut Murid Tak Beraturan Hingga Luka

Dilain sisi, calon penerima Bansos pun belum tepat sasaran. Banyak rakyat miskin yang tidak menerima Bansos. Hal tersebut terlihat jelas di lapangan. Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Karena hal ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos.

Tak hanya di Jakarta, di Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih.

Lebih lanjut, viral video 25 detik yang menunjukkan dua anak yatim piatu di Desa Sebau, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kondisi tubuh kurus kering akibat kelaparan. Pemkab Muara Enim pun mengklaim pemerintah daerah sama sekali tak menutup mata, tapi sejak 2015 rutin memberi bantuan, vivanews.com.

Sungguh ironis, namun apalah daya, inilah potret kepemimpinan dalam sistem kapitalisme neoliberal yang ingin memberikan bantuan kepada rakyatnya terkesan setengah hati, sangat ribet, dan berbelit, serta tak tepat sasaran. Mereka seakan tidak sungguh-sungguh dalam meriayah rakyatnya, apalagi dalam situasi pandemi seperti saat ini. Bantuan yang sifatnya sementara pun amat sulit untuk didapatkan. Padahal, jika ditelisik itu merupakan hak rakyat untuk mendapatkannya.

Komunikasi dan aturan yang tumpang tindih membuktikan betapa rezim hari ini kurang cakap dan kompeten dalam melayani dan mengurusi kebutuhan rakyat. Sehingga, dalam penyaluran bantuan pun harus seruwet dan seribet saat ini. Entah apa yang dipikirkan oleh rezim saat ini. Rakyat yang tengah menderita akibat wabah, tak kunjung dilayani dengan baik. Penguasa masih saja memperhitungkan untung rugi kepada rakyatnya sendiri.

Hal ini pun akan semakin membuat kepercayaan rakyat terhadap penguasa runtuh. Rakyat tak lagi percaya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, yang keseringan tak pro rakyat, bahkan bisa dibilang mengorbankan kemaslahatan rakyat. Sengkarutnya data penerima Bansos pun semakin menandakan pemerintah belum serius menjalankan programnya. Perspektif publik terhadap pemberian bantuan sosial berubah arah dari positif menjadi negatif. Ditambah lagi, implementasi penyaluran Bansos yang simpang siur dan tidak terarah menjadi sebab sentimen negatif publik terhadap pemerintah meningkat.

Sebagaimana menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, melalui pemantauan media sosial Twitter awalnya terlihat publik menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos, mulai dari bansos sembako hingga bansos tunai.

Implementasi penyaluran Bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih dianggap menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program Bansos secara positif. Dikhawatirkan, jika tidak ada perbaikan maka akan berujung pada konflik sosial di lingkup masyarakat. Kekhawatiran ini dilontarkan Eko dengan berkaca pada pembagian bansos sebelum ini yang punya masalah yang sama.

Adapun, berdasarkan hasil riset analisis yang diterbitkan indef ditemui pada 7 April 2020 kebijakan mengenai jaring pengaman sosial mendapatkan 56% sentimen negatif dan 44% positif dari 17.781 perbincangan. Pokok utama perbincangan di media sosial adalah, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang tidak tepat sasaran.

Inilah rezim neoliberal, yang tidak akan benar-benar meriayah rakyatnya dengan baik nan sempurna. Bahkan, mereka rela mengorbankan kemaslahatan rakyatnya demi tujuan mereka sendiri, ataupun kelompoknya. Mereka pun tak segan-segan untuk mengobral harta milik rakyat kepada para pengusaha dan pemilik modal. Sedang untuk rakyat pun diberikan seadanya, dan sisa-sisanya saja. Itupun masih dengan berhitung untung rugi, dan setengah hati.

Sebagaimana terjadi di lapangan saat ini, kekayaan alam terbentang luas dan melimpah ruah di negeri pertiwi ini yang sejatinya merupakan milik rakyat dengan kebijakan liberalisme justru dirampok oleh negara-negara imperialis melalui perusahaan-perusahaan asing, atas persetujuan pemerintah pusat. Padahal, rakyat masih sangat membutuhkannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Baca Juga :  Rapid Test Antigen Apakah Sama Dengan Swab Antigen?

Namun, inilah tabiat rezim ala kapitalisme, yang sampai kapanpun akan tetap pelit terhadap rakyatnya. Dan tidak akan pernah menjadi periayah sejati bagi rakyatnya. Bahkan, yang ada hanyalah timbulnya kesengsaraan demi kesengsaraan semata.

Rezim Ala Islam, Terbukti Mensejahterakan

Berbeda dengan kapitalis neoliberal yang hanya memberikan kesengsaraan bagi rakyatnya. Islam telah terbukti mensejahterakan rakyatnya pada masa kejayaannya silam. Islam memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik di masa bukan pandemi, terlebih di masa pandemi. Baik kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) atau pun kebutuhan lainnya, pendidikan, kesehatan hingga keamanan. Semua diatur oleh Islam dengan sangat rapi nan sempurna.

Dengan paradigma yang lurus, sesuai dengan syariat Allah. Islam memandang seorang khalifah (pemimpin) bertangung jawab atas setiap urusan rakyatnya. Baik primer, maupun sekunder dan stesier. Sabda Rasulullah “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).

Namun, dalam hal pemenuhan kebutuhan individu secara primer (sandang, pangan dan papan) seorang khalifah tidak memberikan pemenuhan kebutuhan pokok begitu saja. Akan tetapi, rakyat dilatih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja. Seorang khalifah berkewajiban memampukan setiap kepala keluarga untuk mencari nafkah yang halal dan toyyib. Bahkan, bagi penyandang disabilitas pun khalifah memberi mereka pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan mereka. Khalifah menjamin tatanan pasar dengan sempurna, sehingga kebutuhan pokok dapat dijangkau oleh rakyatnya. Menyediakan seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh rakyatnya.

Sedangkan terkait dengan Bansos di masa pandemi seperti saat ini, khalifah (pemimpin) wajib hukumnya menjamin ketersediaan kebutuhan pokok bagi rakyatnya. Tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin. Khalifah membagikan Bansos dengan merata dan tanpa syarat. Tak perlu pembuktian, bahwa rakyat tersebut merupakan rakyat miskin yang sangat atau syarat menjadi penerima bantuan, karena hal itu akan menyakiti hati rakyat. Apalagi mereka telah menderita karena wabah yang menghantuinya.

Selain itu rakyat dalam sistem Islam pun telah memiliki akidah yang kuat, jiwa sosial yang tinggi terhadap sesama manusia, baik muslim maupun non muslim. Mereka saling membantu, memberikan pertolongan dalam penanganan wabah tersebut. Bekerja sama dalam menghadapi wabah agar wabah segera berakhir.

Hal itu sebagaimana digambarkan oleh Khalifah Umar bin Al-Khattab. Pada tahun kelabu (musim paceklik) di Jazirah Arab. Beliau mengumpulkan dan mengerahkan seluruh struktur, perangkat Negara, dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak wabah, yaitu dengan membangun pos-pos bantuan. Beliau pun mengirim empat orang sahabat ke Madinah.

Bahkan dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah menceritakan dengan gamblang bagaimana khalifah Umar r.a melakukan itu semua ia berkata, semoga Allah merahmati Ibnu Hatamah, “Saya pernah melihat ia (khalifah Umar) pada tahun kelabu, memanggul dua karung di atas punggungnya dan sewadah minyak berada di tangannya. Ia meronda bersama Aslam, saat keduanya melihatku, Umar bertanya “darimana engkau wahai Abu Hurairah?, saya menjawab, dari dekat sini.

Saya pun membantu dia memanggul, kami memanggul hingga kami tiba ke perkampungan Dhirar. Tiba-tiba ada sekelompok orang berasal dari 20 kepala keluarga datang. Umar bertanya, ada apa kalian datang?. Mereka menjawab “lapar”. Mereka pin mengeluarkan daging bangkai yang mereka makan dan tumbukan tulang yang mereka telan. Saya melihat Umar meletakkan selendangnya, Ia lalu memasak dan memberi mereka makan hingga kenyang. Selanjutnya Aslam tiba di Madinah, dengan membawa kain borditan hingga berkeringat dan memberikan kepada mereka. Selanjutnya ia selalu mendatangi mereka, dan juga yang lain hingga Allah menghilangkan musibah itu dari mereka.

Sungguh, pengambaran pemimpin yang luar biasa. Beliau terjun langsung untuk menangani wabah dan memberikan bantuan, bahkan memasakkan rakyatnya. Hal ini didasari karena dia paham bahwa rakyat adalah prioritas utama untuk disejahterakan dan dipikirkan.

Namun, semua itu hanya akan terlaksana pada sistem Islam yang terbingkai dengan khilafah ala min hajinnubuwah. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama memperjuangkan tegaknya Islam kembali dalam sendi-sendi kehidupan kita saat ini. Agar seluruh problematika umat dapat dipecahkan dengan sempurna. Wallahu A’allam Bisshawab.

Loading...