SUARAMERDEKA.ID – Dalam mencermati dinamika usaha pemerintah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh institusi penegak hukum di daerah sangat beragam intesitasnya.
Ada beberapa daerah yang terkesan tenang, dimungkinkan karena dinamika gerakan yang dilakukan oleh aktifis di daerah terkesan cool, dan di tempat lain ada daerah yang terkesan situasinya hangat, dikarenakan gerakan atau terkadang kritik kritik yang disampaikan oleh aktifis di daerah terkesan tajam dan frontal.
Situasi dan kondisi masyarakat yang merasa frustasi dan apatis terhadap penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) bisa memicu masyarakat dan pegiat anti korupsi mencari atau menggunakan cara cara yang ektrim dan frontal dalam berperan secara aktif untuk mendorong agar pemberantasan korupsi bisa berjalan sesuai dengan harapan masyarakat
Activis anti korupsi Banyuwangi yang juga ketua LSM Gempur, Edy Hariyanto Mencermati kesan lambanya penanganan dugaan tindak pidana korupsi di Banyuwangi, mengatakan lambannya penanganan terhadap dugaan tindak pidana korupsi di Banyuwangi tidak terlepas dari situasi dan kondisi peradilan kita, yang saat ini sedang tidak baik.
Dan fakta terbaru dimana beberapa hakim terungkap menerima suap dalam kasus jual beli putusan dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor). Bisa jadi itu sebuah fenomena gunung es. Dan dalam kasus itu menunjukkan budaya jual beli perkara telah mengakar di peradilan kita.
“Maka kita harus selalu berpedoman pada prinsip bahwa korupsi itu adalah kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime, sehingga upaya pencegahan dan pemberantasanyapun tidak bisa hanya dengan biasa biasa saja.
Kalau kita mau jujur, upaya luar biasa seperti apa yang dilakukan oleh negara dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, jujur hampir tidak ada.” kata Edy, Jumat (2/5/2025).
Edy menambahkan, mustahil negeri ini akan bisa mencapai Indonesia emas, apabila korupsi tetap menjadi budaya kita, dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga sangat diperlukan partisipasi atau peran serta masyarakat agar untuk bisa menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas sesuai dengan amanat Undang Undang No. 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018, tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi.
“Pada akhir akhir ini ada fenomena menarik untuk kita cermati dalam dinamika pemberantasan tindak pidana korupsi adalah slogan no Viral no justice, dimana pemberantasan korupsi itu mendadak berlari kencang, dengan pintu masuk melalui setelah kasus itu di viral kan oleh masyarakat.
Mungkin dengan cara atau strategi seperti ini yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan di Banyuwangi. Salah satu pintu masuk yang memungkinkan adalah melalui pengawasan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara ( LHKPN ).” tambah Edy.
Karena LHKPN adalah sebagai instrumen pencegahan korupsi dan bisa juga sebagai pintu masuk dalam pengungkapan kasus tindak pidana korupsi. Dan itu sudah dibuktikan di dalam persidangan pengadilan Tindak Pidana Korupsi di berbagai tempat di Indonesia.
“Kita sudah menginventarisasi dan mengumpulkan data data yang kita “curigai” sebagai harta atau aset milik beberapa pejabat yang kemungkinan tidak dilaporkan ke dalam LHKPN atau dengan kata lain disamarkan.” kata Edy memungkasinya.(BUT).