oleh

Republik Indonesia Era Jokowi (2): The Bloody Hands. Opini SBP

Republik Indonesia EraJokowi (2): The Bloody Hands. Oleh: Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis.

Berapa banyak orang tewas dibunuh selama 8 tahun Alphonse Gabriel Capone menjadi Raja Bandit di Chicago, Illinois, USA, tidak ada yang tahu persis. Mungkin sekali angka-angkanya ada di Museum Gangster di Chicago dan Washington, DC. Bahkan mungkin sekali angka-angka kematian berikut tanggal kematiannya tercatat rapi…

Tapi tidak ada Gangster mana pun di Dunia, yang bisa melawan prestasi Jokowi… Lebih dari 600 orang Petugas Pemilu/Pilpres 2019 di Indonesia tewas misterius oleh tangan Jokowi. Memang seperti di jaman Al Capone, Big Al juga tidak membunuh langsung dengan tangannya sendiri, melainkan lewat tangan-tangan gerombolannya.

Demikian pula Jokowi tidak melakukannya sendiri. Akan tetapi sangat mungkin di antara Tokoh Intelektual di belakang Skandal Pembunuhan Masal tersebut, Jokowi adalah salahsatunya…

Bukankah dia juga yang dimenangkan dalam Pemilu?! Bukankah Pembunuhan Masal itu dilakukan demi menutupi berbagai kecurangan yang membawanya menjadi Pemenang?! Itulah motivasi utama di balik Genosida yang tidak pernah terjadi di belahan mana pun di Dunia.

Di Bosnia pernah terjadi ribuan penduduk Muslim dibantai… Di Myanmar juga terjadi terhadap penduduk Rohingya… Tetapi motivasinya lain. Motivasi Jokowi rendahan… tidak bermartabat. Hanya untuk meraih kemenangan Pemilu yang seharusnya dilakukan dengan damai dan demokratis. Di sinilah mungkin Jokowi menjadi salahsatu Tokoh Terkenal di Dunia, macam Big Al.

Setelah menang, Joko pun tenang-tenang saja… tidak ada upaya, apalagi tanggungjawab, untuk menyelidiki peristiwa misterius itu. Bagi Joko, 600+ nyawa itu tidak ada artinya demi kemenangannya. Dia tidak tahu, bahwa kepresidenannya dicatat Dunia dengan darah. Joko tidak merasa, bahwa ketika hadir di Pertemuan G20, semua tokoh Dunia menyingkir dari bau Anyir Darah di tangannya.

Memang bukan Joko yang harus menguak tabir pembunuhan itu, melainkan para pembantunya. Salahsatunya adalah Menteri Kesehatan, yang adalah seorang Dokter. Ternyata demi mempertahankan jabatannya serta demi mendukung Presiden yang mengangkatnya itu, si Menteri berani melanggar sumpahnya sebagai Dokter. Dia melarang otopsi terhadap para korban yang tewas itu. Si Dokter ini tidak sadar, bahwa keputusannya itu telah metusak nama baik para Dokter di seluruh Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia, IDI, seharuanya menjatuhkan hukuman kepadanya.

Pihak lain yang wajib membongkar kejahatan besar ini adalah Polri. Ternyata di Indonesia, Polri memang bukan badan independen yang salahsatu tugas utamanya adalah membongkar kejahatan. Sudah lama Polri menempatkan diri sebagai pembantu rezim penguasa. Juga semasa Soeharto berkuasa… banyak rakyat tewas karena peluru-peluru Polri… Apalagi sesudah Kapolri diangkat oleh Presiden.

Baca Juga :  AMPJ Dukung Polda Metro Jaya Usut Pengibaran Bintang Kejora di Depan Istana

Maka seperti di Jaman Nazi di Jerman, Polri bisa dianggap sebagai tangan kanan Rezim. Segala sesuatu yang dianggap bisa mencederai Rezim, khususnya Presiden, Polri selalu tampil menjadi Garda terdepan Pembelanya. Tidak saja Kasus Pembunuhan Pemilu/Pilpres 2019 di atas tidak disentuhnya, tetapi kalau harus menghilangkan nyawa orang pun mereka tidak segan-segan untuk mengirimnya ke kamar mayat.

Seorang Reserse Polri mengatakan, bahwa beberapa korban tewas pada Kasus 2122 Mei dibunuh di tempat lain, lalu dipindahkan ke TKP.

“Saya akan bongkar kasus itu!”
“Ah, tidak mungkin…!”
“Kenapa tidak mungkin?!”
“Kan yang membunuh teman-teman anda sendiri!”

Selain itu ada ratusan pemuda dan mahasiswa yang ditangkap dan dipenjarakan karena memprotes kebijakan Rezim. Alasan sesungguhnya adalah demi mengamankan hasil Pemilu/Pilpres yang curang dan Pelantikan Jokowi. Belum lagi puluhan korban Bapak-bapak dan Emak-emak yang dipenjara akibat tuduhan bermuatan SARA terhadap Mafia-mafia Cina pendukung Keuangan Jokowi.

Di luar Kasus Pemilu/ Pilpres Curang itu masih banyak lagi ratusan jiwa Rakyat yang melayang, terluka, teraniaya, tersingkir, terdampar, terkapar, menderita dan kesakitan akibat lapar dan kemiskinan, seperti yang terjadi pada Peristiwa Bentrokan Suku di Wamena, Irian Jaya, konflik-konflik horisontal di berbagai tempat lain, Jebakaran Hutan, Gempa Maluku dan Bencana-bencana Alam lainnya… Tapi tak satu pun yang menjadi perhatian serius Rezim Jokowi dan para Kameradnya. Mereka sibuk dengan pesta kemenangannya.

Baca Juga :  David Pemuda Minang Akan Kirim Rendang Spesial: Congratulations Mr Joe Biden
Mereka sibuk dengan menyiapkan susunan Kabinet Rezim baru yang berpotensi kuat menciptakan lebih banyak kematian, serta berbagai konflik dan kerusakan yang lebih besar dan hebat. Tidak saja karena Keadilan dan Kebenaran yang sudah diinjak-injak, di mana Hukum dan HAM hanya menjadi milik penguasa, dan tidak bertumpu pada Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi juga karena kesulitan hidup akibat Perekonomian Nasional yang sudah telanjur rusak berantakan dan mengakibatkan terjadinya resesi dan biaya tinggi serta penderitaan Rakyat yang lebih luas dan ganas.

Belum lagi Rakyat yang terus bertambah banyak itu harus berjuang mencari lapangan kerja yang semakin sempit serta menambah pengangguran dan kemelaratan. Ditambah lagi dengan masuknya jutaan tenaga Cina RRC yang sengaja diundang Rezim Jokowi guna melengkapi jumlah sepuluh juta jiwa Cina Asing. Masuknya Cina-cina Asing ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi Penjajahan, baik Terselubung maupun Yang Sesungguhnya. Tidak saja lapangan kerja yang semakin habis, tetapi yang habis juga meliputi lahan dan segala kekayaan alamnya.

Rezim Jokowi memang benar-benar sedang berusaha menghancurkan Rakyat, Bangsa dan Negara serta Agama, khususnya Islam. Tidak salah kalau Malaikat pernah mempertanyakan…: “Kenapa ya, Allah… Kau ciptakan manusia yang akan menumpahkan darah dan membuat kerusakan di Muka Bumi…”. Ternyata ada Jokowi di Indonesia yang menjadi contohnya!

Itu semua harus dihentikan, sebelum menjadi kenyataan yang lebih mengerikan…

Loading...