SUARAMERDEKA.ID – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyebut rencana pemerintah kembali impor listrik untuk memenuhi untuk memenuhi kebutuhan listrik di beberapa wilayah adalah hal yang aneh. Pasalnya, selain saat ini kondisi pasokan listrik secara nasional surplus 30 persen. Pemerintah juga sedang mencanangkan program pembangunan pembangkit 35 ribu MW.
Tanggapan ini diberikan Mulyanto terhadap dokumen revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang saat ini sedang dibahas DPR bersama Pemerintah. Pada RUPTL tersebut dipaparkan, pada tahun 2021, pemerintah kembali akan melakukan impor listrik.
“Seperti diketahui pada tahun 2020 kita mengimpor listrik dari Serawak sebesar 110 MW. Kemudian pada tahun 2021 rencananya impor untuk wilayah Kalimantan Barat ini masih akan berlanjut. Sementara secara nasional surplus listrik kita sudah lebih dari 30 persen. Dan program pembangunan pembangkit 35 ribu MW terus berlanjut,” kata Mulyanto di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Doktor nuklir lulusan Tokyo Technology of Institute, Jepang, ini menilai, dengan kondisi surplus serta program pembangunan pembangkit listrik, seharusnya impor dikurangi, bahkan dihentikan. Sebab akan terasa aneh jika di tengah surplus listrik seperti sekarang, Indonesia masih mengimpor listrik dari negara tetangga.
“Artinya pasokan listrik kita sudah cukup, bahkan berlebih. Yang dibutuhkan adalah bagaimana tingkat pemerataan listrik kita berbasis territorial. Akan menjadi aneh kalau secara nasional kita surplus listrik, sementara ada wilayah kita yang justru mengimpor listrik,” ujar Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini menambahkan, keinginan Pemerintah untuk tetap melakukan impor listrik di RUPTL 2021-2030 mencerminkan lemahnya startegi ketahanan energi Indonesia. Tidak hanya membuat bangsa ini terus bergantung pada pasokan listrik dari negara lain tapi juga akan menambah defisit transaksi berjalan sektor energi.
Menurutnya, pemerintah seharusnya bekerja ekstra keras dalam memberikan pemerataan listrik bagi warga, bukannya mengimpor. Karena, lanjutnya, hal ini sesuai dengan fungsi negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
“Karena itu membangun jaringan listrik yang mampu menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia, yang membuat listrik dapat terkoneksi, menjadi sangat penting. Sehingga antara wilayah yang surplus dengan wilayah yang kekurangan listrik dapat dijembatani,” tegasnya.
Mulyanto pun menolak alasan Pemerintah melakukan impor karena harga impor listrik lebih murah dibandingkan memproduksi listrik sendiri. Selain itu pilhan sumber energinya untuk pembangkit di wilayah terpencil sangat terbatas.
Mulyanto mendesak Pemerintah untuk lebih serius lagi mengembangkan pembangkit dengan sumber energi yang kompetitif, misalnya dengan gas atau pembangkit tenaga surya.
“Jangan terlena dengan impor. Meskipun membangun pembangkit listrik sendiri sedikit mahal namun akan menyerap tenaga kerja lokal dan akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Disamping menguatkan kemandirian bangsa,” tutupnya. (OSY)