oleh

Berantas Utang Luar Negeri Dengan Islam

Berantas Utang Luar Negeri Dengan Islam.

Ditulis oleh: Rati Suharjo, Pegiat Dakwah dan Member AMK.

“Utang lagi, utang lagi, kapan berhentinya? Bagaimana cara mengembalikannya? kenapa utang jadi budaya?”

Wajar pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di masyarakat. Pasalnya sejak masa reformasi hingga saat ini, utang negara terus bertambah. Baik dengan alasan demi pertumbuhan ekonomi maupun demi menyelamatkan jiwa seluruh warga negara ataupun yang lain.

Seperti saat ini  wabah Covid-19 melanda bangsa kita, sehingga membuat ekonomi dan kesehatan terpuruk yang berakibat negeri di ambang jurang resesi. Pajak yang menjadi andalan pemerintah pun tak dapat menutupi dana APBN.

Alhasil, pemerintah mengambil jalan pintas yaitu utang untuk menutupi devisit APBN. Sejak Presiden pertama hingga presiden Joko Widodo saat ini, utang terus naik. Namun kondisi terparah adalah di masa presiden Joko Widodo. Hingga saat ini menurut Bank Indonesia, Indonesia mempunyai utang kepada negara luar telah nyaris mendekati 6000 Triliun. (Republika, 27/12/2020)

Dengan jumlah utang yang semakin meningkat otomatis bunga pun mengikuti. Sebab negara mengambil utang berbasis riba. Di tahun 2021 Indonesia harus menyediakan dana 373,3 Triliun. Dana 373,3 tersebut hanya untuk membayar bunganya, belum cicilan utangnya. Jika dibagi Indonesia setiap hari harus menyediakan 1 Triliun.

Miris bukan? Apalagi, dengan jumlah utang luar negeri tersebut, Indonesia masuk peringkat ke-6 utang terbesar di dunia dan peringkat ke-2 di Asia Tenggara.

Baca Juga :  Anda Terinfeksi Covid-19? Opini Tony Rosyid

Inilah akibat Indonesia menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem ekonomi kapitalis, pendapatan utama negara adalah dari pajak. Maka wajar jika Sri Mulyani selalu mengusulkan ke pemerintah untuk menarik pajak di berbagai sektor. Hal ini dilakukan tidak lain untuk menutup bunga dan cicilan tersebut.

Hasilnya, rakyat tentu makin terbebani. Pajak penghasilan akan menggerogoti gaji dan pendapatan rakyat. Pajak penjualan membuat harga kebutuhan pokok melambung tinggi termasuk makanan dan obat-obatan. Sedangkan pajak atas bahan minyak semakin mencekik para pelaku industri dan petani.

Padahal negeri ini adalah negeri yang terkaya di dunia, khususnya dalam pertambangan emas Freeport. Belum dari pertambangan minyak, batu bara, hutan,  kelautan, dan yang lain.  Namun semua itu tidak dikelola secara mandiri oleh negara untuk melayani rakyat. Akan tetapi pemerintah justru melanggengkan sistem Demokrasi dengan melegalkan investasi. Sehingga dengan kebijakan tersebut, para investor lebih leluasa untuk menguasai sumber daya alam Indonesia.

Jika sistem ini dibiarkan terus menerus, besar kemungkinan Indonesia akan mengikuti negara-negara yang lain. Seperti Srilanka yang terpaksa menjual aset negara, berupa pelabuhan sebab tidak bisa mengembalikan utang ke Cina. Selain itu Yunani, Argentina, dan Venezuela. Negara-negara tersebut telah bangkrut  disebabkan tidak bisa membayar hutang.

Baca Juga :  DPD Adalah Bentuk Pengkhianatan Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

Mengapa demikian? Sebab utang yang mereka lakukan adalah berbasis ribawi. Jika pada saat  jatuh tempo bunga utang tidak terbayar. Maka, induk utang tersebut akan berbunga-bunga. Sehingga utang yang sebelumnya sedikit lambat laun akan meningkat.

Hal ini berbeda jika sistem Islam ditegakkan. Dalam sistem Islam, negara akan menolak utang atau pinjaman-pinjaman berbasis ribawi.
Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat: 275.

” Padahal jelas Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Dalam rangka mengamalkan ayat tersebut,  negara harus menerapkan sistem ekonomi Islam yaitu mengembalikan kembali sumber daya alam kepada pemiliknya yaitu rakyat. Negara mengelola dengan sepenuh hati. Hasilnya untuk melayani rakyat.

Bahkan jika rakyat atau sebagian wilayahnya ada yang terjerat utang, negara turun tangan membebaskan utang-utang tersebut. Selain dari sumber daya alam, baik dari kelautan, kehutanan, perairan, perikanan dan pertambangan, dana tersebut berasal dari usyur, khumus, harta yang tidak ada ahli warisnya,  harta orang-orang murtad, zakat, dan pajak. Adapun pajak hanya akan diperlakukan jika kas negara benar-benar dalam keadaan kosong.

Maka untuk memberantas utang-utang luar negeri tersebut, negara harus menerapkan sistem ekonomi Islam.

Wallahu a’lam bishshawab

Loading...