oleh

Taktik Gerindra dan Isu Penumpang Gelap, Sebuah Opini Dimas Huda

Taktik Gerindra dan Isu Penumpang Gelap. Oleh: Dimas Huda, Pemerhati Sosial Politik.

Sufmi Dasco Ahmad melempar bola panas ke publik tentang isu “penumpang gelap” yang membonceng Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini tak menyebut siapa yang dimaksud “penumpang gelap” itu, namun ia membuat kreteria kelompok tersebut.

Ciri-ciri penumpang gelap itu, salah satunya adalah mereka yang pada Pilpres 2019 kerap menyudutkan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Gerindra. Kelompok itu, memanas-manasi Prabowo agar mengorbankan para pendukungya untuk membuat negara rusuh.

Dasco bilang, Prabowo tahu siapa penumpang gelap itu. Sang penumpang konon sempat membuat Prabowo kesal. Kini, pensiunan tentara ini pun bermain zigzak. Ia ingin mengecoh penumpang illegal tersebut. Dia ingin membuat mereka gigit jari. Prabowo punya strategi yang mengagetkan penumpang gelap tersebut. “Prabowo jenderal perang, dia sudah baca dalam situasi terakhir,” tutur Dasco Jumat (9/8).

Langkah pertama Prabowo adalah meminta para pendukungnya agar tak menggelar unjuk rasa saat sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan ini, kata Dasco, membikin para penumpang gelap itu gigit jari. “Itu di luar dugaan banyak orang,” katanya.

Prabowo konon mengatakan pada timnya akan mengambil tindakan yang tak diprediksi kelompok itu. Belakangan kita tahu Prabowo banting setir. Ia membuka jalan rekonsiliasi, bertemu dengan presiden terpilih Joko Widodo.

Putusan itu sepertinya tak diduga kelompok tersebut. Langkah ini dilakukan lantaran setelah sidang MK, masih ada sekelompok orang yang berusaha menghasut Prabowo. Dasco menyebut kelompok itu ingin Prabowo mengorbankan para ulama dan emak-emak.

Gigit Jari

Lalu, siapa sejatinya “penumpang gelap” itu? Partai Koalisi Adil dan Makmur tentu tidak termasuk dalam golongan itu. Begitu juga politisi gaek Amien Rais. Para tokoh parpol ini adalah pemilik kendaraan yang secara terang mengeluarkan dukungan kepada capres-cawapres Prabowo-Sandi dan itu terdaftar di Komisi Pemilihan Umum atau KPU.

Selain parpol, pendukung Prabowo-Sandi adalah ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang di dalamnya ada Front Pembela Islam (FPI), lalu emak-emak, para pensiunan tentara, macam Kivlan Zien, Sjafrie Samsuddin, dan lainnya. Di luar itu, pendukung Prabowo-Sandi adalah elemen yang kurang menonjol. Paling-paling alumni perguruan tinggi, atau boleh jadi tokoh-tokoh macam pemikir Rocky Gerung dan ekonom Rizal Ramli.

Baca Juga :  Sufmi Dasco: Produksi Oksigen untuk Industri Harus Dialihkan ke Rumah Sakit
Jika yang dimaksud Dasco salah satu di antara mereka ini yang disebut sebagai “penumpang gelap” maka rasanya aneh. GNPF, misalnya. Antara Prabowo dan GNPF jelas saling memanfaatkan. GNPF menghendaki pemimpin yang sudi memperjuangkan aspirasi umat Islam, di sisi lain, Prabowo butuh dukungan ulama untuk memenangkan Pilpres 2019. Bahwa dukungan para ulama jatuh kepada Prabowo itu karena capres-cawapres cuma dua pasang. Jika calon lebih dari itu, belum tentu mereka mendukung putra tokoh sosialis Soemitro Djojohadikoesoemo itu.

Begitu juga kaum emak-emak pendukung Prabowo-Sandi. Mereka muncul secara spontan sebagai gerakan kaum perempuan yang menghendaki perubahan. Mereka emoh dengan Jokowi. Prabowo hanya mendapat pulung saja. Andai ada calon lain, selain Jokowi dan Prabowo, bukan hal yang mustahil mereka memilih pasangan ketiga.

Sedangkan kaum veteran mendukung Prabowo lebih karena keprihatinan mereka terhadap lunturnya rasa nasionalisme di kalangan elit saat ini. Pemerintah dianggap lebih proasing dan aseng ketimbang kaum pribumi. Prabowo menjadi harapan bagi mereka untuk masa depan bangsa ini.

Faktanya kini, tidak sedikit dari mereka ini yang kecewa, dan boleh jadi mereka gigit jari. Mereka menyesalkan sikap Prabowo yang “kok akhirnya begitu saja”. Tidak sedikit di antara mereka ini yang menganggap Prabowo bukan ahli strategi, tetapi ahli kalah alias pecundang.

Boleh jadi, jika mereka ini yang dibilang Dasco sebagai penumpang gelap, mereka tidak peduli. Mau gelap mau terang, toh, mereka tidak mendapat apa-apa andai pun Prabowo-Sandi menang. Namun, bagi mereka, gigit jari ketika Prabowo menang itu lebih manis ketimbang gigit jari seperti sekarang itu: pahit.

Lebih jauh lagi, jika mereka ini dianggap penumpang gelap, maka supirnya tentu juga supir tembak. Sopir yang demikian itu nggak peduli nasib penumpang. Awalnya, penumpang diprovokasi supaya berjihad, belakangan setelah penumpangnya berjihad, supirnya kabur. Lari, nyari kerja ke poll bus lain.

Dasco tidak menyadari bahwa dirinya kini menjadi alat perusak bagi koalisi pendukung Prabowo-Sandi yang sudah bubar itu. Jika awalnya koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang kalang kabut gara-gara merapatnya Prabowo ke Jokowi, kini Dasco sedang membangun suasana saling curiga di dalam tubuh eks Koalisi Adil Makmur.

Wajar saja jika Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, menuntut Gerindra mengungkap siapa “penumpang gelap” yang dimaksud. Ia mengingatkan isu “penumpang gelap” tak boleh dianggap remeh.

“Pasalnya, para penumpang gelap itu disebut berencana membuat Indonesia chaos. Mereka ingin Indonesia ribut dan pada akhirnya menyalahkan Jokowi,” katanya, Senin (12/8). “Perlu diungkap siapa saja mereka, apa motifnya, siapa di belakangnya, dan bagaimana relasinya dengan Prabowo selama kampanye kemarin,” imbuhnya.

Baca Juga :  Pak Jokowi, Kenapa Pelantikan Dibuat Tegang? Opini Asyari Usman

Kegelisahan Baru

Saleh benar. Isu penumpang gelap tidak bisa hanya sampai di sini saja. Harus dituntaskan agar semua pihak merasa nyaman dan tidak terusik. Jangan sampai isu ini berakhir tanpa penyelesaian sehingga akan memperburuk ketegangan dunia politik saat ini. Nantinya setiap pihak akan saling curiga dan menimbulkan kegelisahan yang berkelanjutan.

Lagian, jika tidak dibuka ke publik, justru penyebutan adanya pihak ketiga itu sendiri yang menimbulkan kegelisahan baru. Padahal, masyarakat kita saat ini sudah sangat tenang. Tidak ada riak-riak pascapenetapan pemenang Pilpres.

Publik wajar curiga isu ini hanya sekadar strategi agar Gerindra bisa merapat ke pemerintahan. Kecurigaan ini beralasan karena isu “penumpang gelap” baru muncul pasca pemenang Pilpres 2019 diumumkan.

Di sisi lain, partai-partai koalisi pengusung Jokowi kompak mendukung Prabowo bersih-bersih menyingkirkan penumpang gelap. “PPP bersyukur bahwa pascapilpres ini Pak Prabowo dan teman-teman Gerindra juga bersikap tegas terhadap mereka yang masih terus dengan agenda dan cara-cara mereka itu, yakni dengan meninggalkannnya. Mereka menjadi tidak memiliki patron politik pada level nasional yang seperti sosok Pak Prabowo tersebut,” kata Sekjen PPP Arsul Sani.

Arsul seakan mengipasi agar bara terus membesar. Dia bilang sejak awal, PPP sudah melihat indikasi adanya kelompok yang memanfaatkan Pilpres 2019 untuk kepentingan lain. Kelompok tersebut, menurut dia, menyebarkan politik identitas yang disertai fitnah dan hoax.

Kini Dasco mungkin sedang senyum-senyum sendiri. Isu “penumpang gelap” yang ia tabuh sudah mulai dimakan banyak pihak. Isu ini lumayan sukses menggoyang perpolikan nasional. Setidaknya isu ini lebih sukses dibanding isu yang digelindingkan sejumlah pihak tentang Poros Ketiga. Isu Poros Ketiga yang ditengarahi datang dari Gerindra melempem di tengah jalan. Bukan tidak mungkin bahwa isu penumpang gelap adalah sebagai pengganti isu Poros Ketiga. Rasanya masuk di akal kecurigaan banyak kalangan bahwa jangan-jangan isu ini bagian dari strategi Gerindra masuk ke pemerintahan.

Loading...