oleh

Merdeka Yang Masih Konon, Catatan Kecil Pojok Warung Kopi Ndeso

Merdeka Yang Masih Konon, catatan kecil pojok warung kopi ndeso. Oleh: Malika Dwi Ana, Pengamat Sosial Politik, Penggiat Institute Study Agama dan Civil Society

Dinamika bangsa dan negara ini, tanpa disadari telah terjebak pada irama gendang yang ditabuh oleh asing. Bagaimana mampu menyadari, sedang kita justru terlibat sebagai penari-penarinya? Jika bukan penarinya ya pemandu soraknya.

Inilah kolonialisme terbaru, dimana mayoritas bangsa tidak menyadari jika dirinya tengah terjajah baik secara asimetris (non militer) maupun melalui proxy. Kesadaran bersama mungkin akan timbul, ketika hampir semua aset dan sumber daya (alam) negara sudah dikuasai oleh asing. Terlambat? Ahh embuh, entah. Konon tak ada kebangkitan tanpa kehancuran.

Tapi sebatas mana kehancuran bisa disebut kehancuran oleh bangsa ini, saya juga merasa sangat embuh, entah. Yang saya yakini, Tuhan selalu punya cara untuk menghamparkan kebenaran. Ya, kebenaran akan selalu menemukan jalannya, Dia juga dengan sangat presisi untuk memeratakan keadilan berikut pemerataan lainnya di negeri para kekasih-Nya ini.

Baca Juga :  Resesi dan Metafora Pemimpin "Pekok" Tanpa Ke-Peka-an

Saya optimis, tepatnya berharap, dan harapan adalah doa betapapun kecilnya di Bumi Pertiwi ini. Masih banyak kembang sore dan bunga-bunga sedap malam. Mereka ini para pensiunan aparatur negara TNI-Polri yang masih kental nasionalismenya. Dan orang-orang dengan unconditional love atas negeri ini sehingga kiprahnya harum mewangi menggetarkan arsy.

Loading...