oleh

Pergi Tanpa Pesan. Opini Lulu Nugroho

Pergi Tanpa Pesan. Oleh: Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter Cirebon.

Ini bukan judul sebuah lagu. Bukan pula kisah cinta ala sinetron kejar tayang. Akan tetapi, hal ini merupakan kasus perceraian terbanyak ketiga akibat salah satu pihak ditinggal tanpa sebab. Sekalipun puitis, namun ternyata pada faktanya sangat mengerikan, sebab jumlahnya ternyata cukup signifikan, yaitu 287 perkara.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Sumber Kabupaten Cirebon Opi Sulaiman menyebutkan, dari catatan sepanjang tahun 2019 ada 8.609 pengajuan perkara. Dari jumlah tersebut 8.573 perkara sudah diputus oleh pengadilan. Angka perceraian di Cirebon naik 700 perkara dibandingkan tahun 2018, dan ini disebabkan banyak faktor. (Liputan6.com, 14/2/2020)

Opi menyebutkan, terbanyak pertama 6.337 perkara cerai karena faktor ekonomi. Kedua, sebanyak 542 perkara karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. Opi juga mengakui, selain berusia muda, perkara cerai banyak terjadi dari warga yang mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama Sumber Kabupaten Cirebon mengeluarkan putusan dispensasi menikah di bawah batas usia sesuai peraturan pemerintah karena berbagai pertimbangan. Mulai dari hamil duluan hingga kekhawatiran orang tua melihat anak cinta mati terhadap sang pacar. Sehingga pernikahan dilakukan demi menghindari kemungkinan terjadinya hubungan intim di luar nikah.

Baca Juga :  KUPP Nabire Antisipasi Lonjakan Arus Mudik Natal dan Tahun Baru

Hingga Februari tahun 2020 ini, tercatat ada 1.025 perkara cerai yang diajukan ke Pengadilan Agama Sumber. Dari total keseluruhan perkara cerai, terbanyak merupakan warga di wilayah Gegesik, Kaliwedi, Lemahabang, Panguragan, Gunung Jati, Suranenggala, dan Ciledug Kabupaten Cirebon.

Sungguh miris, pernikahan tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral dalam sekularisme. Pasangan suami isteri memilih berpisah, ketimbang memperbaiki kerusakan. Gempuran arus kebebasan merusak pemikiran kaum muslim hingga tak lagi memiliki konsep mempertahankan rumah tangga. Ikatan mitsaqon gholizho mudah terkoyak, bangunan keluarga rapuh, sebab landasan pemikirannya keliru.

Umat tidak lagi melibatkan Allah dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Mereka memutuskan perkara sendiri, mengandalkan kemampuan akalnya masing-masing dalam menimbang suatu perkara, tidak lagi merujuk pada Alquran dan Hadits. Alhasil menjadikan jalinan ikatan keluarga muslim terburai satu demi satu.

Tidak hanya itu, perekonomian ala kapitalis, juga menyebabkan para isteri bertebaran ke luar rumah demi membantu tugas suami mencari nafkah. Tugas utama sebagai ummu wa robbatul baiyt, terabaikan. Terkadang malah bertukar peran, ayah di rumah, sementara isteri dan anak-anak yang mengais rezeki. Kehidupan sempit memaksa seluruh anggota keluarga mencari solusi masing-masing.

Baca Juga :  New Normal, Ilusi Normalisasi. Oleh: Lulu Nugroho

Dalam kehidupan sosial pun tak kalah rusaknya, tayangan pornografi dan pornoaksi nyaris tanpa henti menyerang kehidupan. Umat menginderanya sehari-hari, sebab sangat dekat dengan kehidupan mereka, baik itu di dunia maya, dan dunia nyata. Sehingga mereka selalu menjadikan pemenuhan gharizah nau’ sebagai hal yang utama.

Konsep membangun negeri, membangun peradaban, sangat jauh dari pemahaman umat. Sehari-hari umat disibukkan dengan aktivitas yang bernilai materi. Tolok ukur perbuatan manusia pun berubah, bukan halal haram, akan tetapi standar pemuasan jasadiyah. Inilah yang menjadikan umat berpikir rendah.

Maka solusi hakiki menjaga bangunan keluarga adalah dengan penguatan pondasi. Mengubah pondasi sekularisme yang terbukti tidak mampu menjaga keutuhan keluarga, dengan akidah yang sahih. Islamlah yang akan mengarahkan umat pada kaidah fikriyah yang solutif, sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal.

Inilah sebaik-baik akidah yang berfungsi menjaga keutuhan keluarga. Melalui upaya sistemik yang dilakukan oleh negara, maka persoalan ekonomi, sosial dan yang lainnya, akan tuntas hingga ke akarnya. Dengan keluarga yang kuat, maka umat akan siap membangun negeri.

Loading...