oleh

Logika Agama Tidak Semua Keyakinan Itu Benar, Sebuah Opini Subairi

Logika Agama Tidak Semua Keyakinan Itu Benar. Oleh: Subairi, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukhlisin DDI Paria kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.

Saya ingin mengajak anda untuk merenung tentang suatu tema dahsyatnya keyakinan. Dalam hidup sehari-hari kita pasti punya sikap percaya. Dan ketika kepercayaan itu begitu mengental maka akan menjadi keyakinan. Dan keyakinan itu akan menggerakkan sebuah tindakan dan keputusan. Terlebih lagi nanti katika keyakinan itu dikaitkan dengan keyakinan keberagaman.

Keyakinan melahirkan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Sekarang kita lihat dari yang paling sederhana saja. Hidup ini kan membutuhkan kepercayaan, kalau orang tidak mempunyai kepercayaan, tidak mempunyai keyakinan, maka orang tersebut akan ragu-ragu bertindak. Kalau orang ragu-ragu terus, maka dia tidak akan mengambil keputusan yang pasti.

Contohnya, anda menyimpan, menitipkan uang di bank. Ya, karena anda percaya dan yakin bahwa uang tersebut akan aman. Seandainya anda tidak yakin uang anda akan aman, maka uang tersebut akan disimpan di rumah. Tetapi kemudian ketika uang itu disimpan dirumah, anda tidak yakin uang itu akan selamat. Jangan-jangan ada maling, jangan-jangan ada perampok, anda bingung dengan uang itu, anda akan jaga terus tetapi anda kan ragu. Apakah kita mampu mampu menjaga terus? Jadi suatu saat orang harus punya sikap yakin dengan keyakinan itu, kemudian ambil tindakan.

Baca Juga :  Implementasi SP4N LAPOR Bagi Peningkatan Kompetensi Pejabat Wajo

Bayangkan kalau misalkan hubungan, persahabatan suami istri, kemudian selalu diikuti rasa ragu, tidak pernah percaya, tidak yakin, ya pasti tidak akan solid.

Hanya saja masalahnya adalah tidak semua keyakinan itu benar. Buktinya ada orang yang melakukan transaksi utang piutang, kata orang tersebut saya yakin saudara saya ini adalah orang yang terpercaya dan dia tidak akan berkhianat, ternyata dikemudian hari dia berkhianat. Jadi tidak semua keyakinan itu benar.

Tanpa keyakinan, kita tidak akan mantap melangkah. Tetapi ingat, tidak semua keyakinan itu benar. Dalam sejarah, ilmu pengetahuan diajarkan berdasarkan teori yang belum terbukti kebenarannya, namun diyakini benar. Berkembangnya jaman, berkembang pula ilmu pengetahuan, otomatis berubah pula keyakinan kita akan sebuah teori.

Dulu orang yakin sekali kalau bumi itu datar dan kalau ada orang yang berpendapat bahwa bumi itu bulat, akan ditertawain. Dulu orang yakin sekali, bahwa bumi ini pusat semesta galaksi ini, tetapi ternyata akhirnya terkoreksi, bahwa ternyata bukan bumi. Bumi itu hanya sebahagian planet kecil saja. Dia mengitari planet yang lain yang lebih besar lagi, galaksi Bimasakti.

Jadi berbagai keyakinan itu ternyata jadi koreksi mengkoreksi. Jadi bagaimana kalau demikian, ya mesti didukung oleh ilmu pengetahuan. Jadi apakah yang aku percayai adalah benar atau salah yang pertama harus didukung oleh ilmu pengetahuan. Yang kedua, bisa juga didukung oleh pengalaman banyak orang. Misalnya orang telah mengalami ternyata benar baru kita percaya. Ada juga orang yang beragama didukung dengan keyakinan iman yang dasarnya mungkin kitab suci.

Baca Juga :  Menyikapi Pengajian Harlah NU Ke-94 di Tempat Lahirnya Muhammadiyah, Mbok Iyao
Tetapi kitab suci pun lagi-lagi ada unsur keyakinan. Bagi orang Islam yakin sekali, al-quran itu firman Allah SWT. Tetapi keyakinan itu tidak berlaku bagi orang lain yang tidak percaya. Bagi orang yang tidak percaya, ya apa bedanya itu dengan buku-buku yang lain. Tetapi orang Kristen dengan dengan kitab Injilnya beda lagi sikapnya.

Nah dengan demikian ada suatu kaedah umum tentang keyakinan tetapi pada akhirnya keyakinan itu ada pilihan-pilihan subyektif. Ada orang yakin sekali akan Allah, tetapi ada juga yang yakin sekali tidak ada. Memang ada argumentasi. Jadi orang itu bisa saja beradu argumen, tetapi pada akhirnya keyakinan itu adalah sebuah lompatan.

Dulu Colombus yakin sekali kalau dia berlayar tidak akan hilang, sementara orang lain tidak yakin. Ternyata Colombus benar. Dibuktikan dengan pengalamannya. Nah, agama juga begitu. Orang beragama itu harus yakin. Dan diantara keyakinan agama adalah dimensi Ketuhanan.

Loading...