oleh

Amandemen Konstitusi Perlukan TNI-POLRI Humanis Masuk MPR Sebagai Utusan Hankam bersama Seluruh Utusan Rakyat

Amandemen Konstitusi Perlukan TNI-POLRI Humanis Masuk MPR Sebagai Utusan Hankam bersama Seluruh Utusan Rakyat

Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
Aktivis Politik

Saat ini perubahan sudah tidak bisa dihindari. Karena kita akui, lintasan sejarah era reformasi yang terjadi mulai 1998, saat ini telah masuk pada era post reformation (era paska reformasi).

Perubahan ini bukan saja terjadi dalam skala Indonesia, melainkan dalam skala lokal, nasional dan global. Semuanya terkait menyangkut perubahan politik, ekonomi, sosial dan geostrategis.

Indonesia sebagai wilayah Negara yang berada di lintasan geostragis dengan 2 Samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik memerlukan perubahan mendasar melalui 2 langkah perubahan. Yaitu pertama perubahan internal dalam negerinya (internal state structural), dan kedua perubahan dalam posisi kekuatan luar negerinya (eksternal positioning power). Hal ini untuk menghadapi tantangan global yang sedang terjadi terkait persoalan lintasan geopolitik dan geostrategis yang berpotensi mengancam situasi keamanan Indonesia dan dunia.

Dua perubahan ini didasari oleh Pembukaan UUD 45 sebagai manifesto politik Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan Staatsfundamentalnorm atau yang disebut dengan Norma Fundamental Negara, Pokok Kaidah Fundamental Negara atau Norma Pertama yang merupakan norma tertinggi dalam suatu Negara.

Untuk tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia sesuai Pembukaan UUD 45, maka jelas dinyatakan di dalamnya terdapat dua kepentingan, yaitu kepentingan nasional ditengah-tengah kepentingan global dengan menjaga ketertiban dunia dan menyusun Undang-Undang Dasar Negara yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada Pancasila.

Baca Juga :  Teror Bom Makassar, Antara Fakta dan Opini

Sehingga momentum amandemen konstitusi ini harus menjadi rekonsiliasi nasional secara besar-besaran yang diperkuat oleh 3 kekuatan. Yaitu Rakyat beserta unsur-unsurnya, TNI dan Polri.

Hal ini bukan berarti kita kembali ke masa lalu, justru dengan 3 kekuatan mendasar ini, Negara Republik Indonesia harus kembali sepenuhnya sebagai Negara yang berkedaulatan rakyat dan justru untuk membangun kekuatan ke 5 demokrasi (kekuatan rakyat).

Disinilah diperlukan konsensus baru antara rakyat dan negara dalam menata ulang tatanan Negara Republik Indonesia yang berdiri tegak sebagai Negara Nasional dan Global dengan basis utamanya adalah Rakyat. Dimana partisipasi rakyat memerlukan kekuatan formal dalam Badan Partisipasi yang berkekuatan hukum melalui Ketetapan MPR.

Jokowi sebagai Presiden dengan otoritas yang diberikan oleh rakyat harus berani mengambil tindakan untuk menjawab tantangan perubahan ini. Tindakan yang bertujuan mengembalikan Negara sesuai Pembukaan UUD 45 dengan melibatkan 3 kekuatan mendasar, yaitu Rakyat (menyeluruh), TNI dan Polri.

Sementara Parlemen juga harus menyiapkan prosesi perubahan melalui momentum amandemen konstitusi.

Dan untuk mencapai ini, kita memerlukan proses transisi perubahan dengan cepat sebagai jalan rekonsiliasi nasional, transformasi untuk kedaulatan rakyat, kemanusiaan, keadilan sosial dan membangun kembali demokrasi serta merestrukturisasi hubungan nasional dan global dengan posisi Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia.

Baca Juga :  Mulanya Getah Getih, Bangkai Bus TransJakarta Naik ke Permukaan

Oleh karena itu diperlukan utusan hankam yang terdiri dari TNI-Polri dalam MPR dengan misi khusus menata ulang sistem pertahanan dan keamanan nasional dengan tujuan utama tercapainya pertahanan, keamanan dan kedaulatan rakyat. Paling tidak minimal 1 kursi untuk TNI dan 1 kursi untuk Polri. Selain itu juga untuk kepentingan terjadinya reformasi Polri yang humanis dan partisipatif. Semuanya untuk kepentingan rakyat. Negara milik rakyat.

Dan selebihnya adalah seluruh utusan-utusan rakyat, seperti utusan golongan, daerah, desa dan adat.

Tentu untuk mendorong ini, rakyat harus mendatangi MPR RI dengan tujuan menagih kedaulatannya.

Jika memang untuk menata ulang sistem Negara dan rakyat ini, harus menunda Pemilu 2024, demi kepentingan yang lebih besar, hal itu tidak soal.

Karena kita membutuhkan Pemilu yang adil, tanpa adanya treshold (ambang batas) untuk parlemen maupun presiden yang menghasilkan transaksional sehingga berdampak pada korupsi sistemik yang merusak tatanan.

Selain itu kita juga memerlukan rekonsiliasi politik sebagai jalan damai dari polarisasi yang terjadi belakangan ini. Masalah ini harus benar-benar dituntaskan.

Dan ada hal yang sangat kita butuhkan bersama, yaitu pemulihan nasional karena covid 19, penyelesaian masalah ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan.

Loading...