oleh

Perpustakaan Nasional Gelar Bedah Buku Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah

SUARAMERDEKA.ID – Perpustakaan Nasional RI melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Proklamator Bung Karno, Rabu (15/5/2019) menggelar Bedah Buku “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah” karya Soekarno. Bedah buku ini sebagai upaya untuk membangun semangat budaya gemar membaca serta nasionalisme Bung Karno kepada generasi muda.

Bedah buku “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah” merupakan bagian dari peringatan Ulang Tahun ke-39 Perpustakaan Nasional RI. Bedah buku yang diadakan di Ruang Teater Lt 2, Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11, mengundang sedikitnya 250 peserta dari berbagaia kalangan, seperti, mahassiwa, pelajar, insan media, dan masyarakat umum.

Sebagai narasumber bedah buku ini adalah Roesdy Hoesein (sejarawan), Suyatno (akademisi), dan Roro Daras (penulis buku). Kalarensi Naibaho dari Universitas Indonesia sebagai moderator bedah buku tersebut.

Baca Juga :  Resolusi Konflik Politik Indonesia Dan Gerakan Papua Barat Merdeka

Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando pada kegiatan bedah buku “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah”, mengatakan sejarah tidak boleh ditinggalkan dan selalu relevan.

“Bedah buku ini bakal mengupas tuntas pemikiran Soekarno perihal pergolakan politik. Juga tentang sejarah revolusi bangsa dan kondisi ekonomi pada masa itu,” kata Syarif Bando.

Lanjut Syarif Bando, “Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah” adalah judul pidato yang disampaikan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1966. Pada orasinya, Soekarno menyampaikan perjalanan bangsa dan negara Indonesia selama 21 tahun pascaproklamasi kemerdekaan.

Tahun 1966 disebut Soekarno sebagai tahun gawat. Setahun setelah peristiwa berdarah ‘GESTOK’ (Gerakan Satu Oktober) yang terjadi pada tanggal 1 Oktober dinihari—sebagian menyebutnya sebagai Gerakan G30S/PKI. Sebab akibat dari peristiwa tersebut masih diperdebatkan, termasuk Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang kontroversial. Soekarno menegaskan pentingnya mempelajari masa lampau.

Baca Juga :  Sejak Amandemen UUD 1945 Indonesia Judul dan Isinya Berbeda

Dalam pidatonya, Bung Karno menyampaikan :
“Hasil-hasil positif yang sudah dicapai di masa yang lampau jangan dibuang begitu saja. Membuang hasil-hasil positif dari masa lampau tidak mungkin. Sebab kemajuan yang kita miliki sekarang ini adalah akumulasi daripada hasil-hasil perjuangan di masa yang lampau, yaitu hasil-hasil macam perjuangan dari generasi nenek moyang kita sampai kepada generasi yang sekarang ini.” (AMN)

Loading...