SUARAMERDEKA.ID – Tanah Kas Desa (TKD) Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng Banyuwangi, di haearing ( dengar pendapat) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi terkait dugaan pembangunan pertashop tabrak aturan.
hearing yang dilaksanakan di DPRD Banyuwangi, dihadiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tokoh masyarakat dan unsur pemerintahan desa, BPD, serta pejabat SKPD terkait.
Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi, Irianto dari Fraksi PDIP, Senin (11/7 /2022) mengatakan, dihadapan awak media usai mendengar keterangan dan data dari para peserta, pihaknya menyimpulkan bahwa persoalan itu timbul karena adanya miskomunikasi.
“Karena Desa Genteng Kulon, ternyata runtutannya telah dilalui terkait dengan pramusdes, musdes (Musyawarah Desa). Dan hasil keputusan musdes adalah kekuatan tertinggi adapun Terkait keuangan hasil kerjasama, masuknya sudah jelas di kas desa,” terang Irianto Ketua Komisi I, dari Fraksi PDIP.
Bahkan pihaknya meyakini jika persoalan itu bisa diselesaikan dengan cara yang baik demi kebaikan Banyuwangi. Karena prinsip yang kami lihat tadi, pemerintahan desa ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar GNI.
“Terkait sumber keuangan itu bagaimana, saya juga belum dapat cantolan payung hukum atau nomenklaturnya bagaimana, terkait pendapatan bisa juga diperoleh masyarakat dengan menggunakan pola membikin usaha kecil,” terang Irianto lagi.
Ditempat yang sama, Supandi, Kepala Desa Genteng Kulon, menjelaskan, jika sebelumnya telah dilakukan perundingan dengan pengusaha pertashop, karena disitu ada nilai kerjasama yang menguntungkan bagi Desa, maka pengusaha mengajukan pada Desa.
“Pengusaha mengajukan pada Desa, dan dilakukan beberapa kali musdes, karena masyarakat sepakat dan musdes juga sudah sesuai regulasinya, maka dilakukan kerjasama. Pengusaha menjual pertamax dan pertalite, diluar itu, desa punya hak bisa menjual oli dan sewa batu baterai listrik dan untuk nilai kerjasamanya dari pengusaha, desa mendapat senilai Rp 15 juta pertahun, yang langsung diberikan sejumlah Rp 75 juta untuk lima tahun,” jelas supandi.
Lanjut Kades Supandi, uang yang masuk digunakan untuk kesejahteraan dan kepentingan masyarakat.
“Untuk pembangunan lapak pujasera untuk disewakan atau pembangunan gedung kegiatan masyarakat, serta pembenahan tempat PDS (tempat penjualan sepeda motor) dan lapak untuk digunakan penjualan onderdil. Bahkan perbaikan saluran drainase yang dilaporkan pengrusakan itu sudah mendapat rekom dari dinas PU.” Pelas supandi.
Untuk uangnya sampai sekarang masih ada pada rekening desa/APBDes, bukan dipegang kepala desa, dan dilain sisi, perwakilan dari LSM, Ropik Azmi menganggap belum puas dan tidak ada kesimpulan dari hearing itu.
“Saya dapatkan dari hearing ini belum ada kesimpulan dan belum puas. Ada beberapa pelanggaran secara nyata tapi diabaikan dan semuanya di toleransi termasuk belum ada IMB (Persetujuan Bangunan Gedung/PBG), maupun adanya analisa dampak lingkungan (amdal) lalin, dan pengerusakan. Bila ada kerjasama mestinya ada appraisial penilai, uji kelayakan dengan regulasi yang benar,” urainya.
Yang terjadi dalam hearing, menurut Ropik adalah permakluman, hanya memunculkan kesalahan, jadi hearing ini semacam formalitas saja, dan waktu untuknya seakan dibatasi.
“Untuk selanjutnya, terkait dengan temuan dan data yang saya dapat, kami akan lakukan pelaporan perbuatan pengrusakan trotoar kepada Kepolisian. Kejadian pembongkaran di tanggal 20 Juni, langsung saya laporkan kepada dinas PU, dan di hari minggunya dilakukan teguran oleh pihak PU, Nah setelah kejadian itu kades baru melakukan permohonan perijinan untuk pembangunan trotoar, yang mestinya sebelumnya secara tekhnis harus ada hasil kaji,” pungkas Rofik. (BUT)