oleh

Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Muslim di India? Opini Chandra Purna

Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Muslim di India? Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH, Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Sekjend LBH PELITA UMAT.

Tulisan yang saya publikasikan ini adalah ringkasan dari surat yang akan saya kirim kepada Kedutaan Besar Republik India, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/UN), International Criminal Court (ICC), ASEAN dan OKI. Saya menyampaikan pendapat bahwa apa yang terjadi di India adalah dapat dinilai sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court ) “Kejahatan terhadap kemanusiaan” berarti salah satu dari perbuatan berikut ini apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui adanya tindakan berikut ini:

d.Deportasi atau pemindahan paksa penduduk;

e.Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;

f. Penyiksaan;

g.Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat;

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah;
a.Penghilangan paksa;
b.Kejahatan apartheid;
c.Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.

Ketentuan tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 7 ayat (2) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court );

a. Serangan yang terdiri dari tindakan sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) terhadap penduduk sipil yang berkaitan dengan atau merupakan tindak lanjut dari kebijakan negara atau organisasi untuk melakukan penyerangan tersebut;

b. Pemusnahan diartikan sebagai tindakan yang termasuk di antaranya penerapan kondisi tertentu yang mengancam kehidupan secara sengaja, antara lain menghambat akses terhadap makanan dan obat-obatan, yang diperkirakan dapat menghancurkan sebagian penduduk;

c. Perbudakan diartikan sebagai segala bentuk pelaksanaan hak milik terhadap objek yang berupa orang, termasuk tindakan mengangkut objek tersebut, khususnya perempuan dan anak-anak;

d.Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa diartikan sebagai tindakan merelokasi penduduk melalui pengusiran atau cara kekerasan lainnya dari tempat dimana penduduk tersebut secara sah berada, tanpa dasar yang dibenarkan menurut hukum internasional;

e.Penyiksaan diartikan tindakan secara sengaja untuk memberikan rasa sakit atau penderitaan, baik fisik maupun mental, orang-orang yang ditahan di bawah kekuasaan pelaku. Kecuali itu, bahwa penyiksaan tersebut tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan yang hanya muncul secara inheren atau insidental dari pengenaan sanksi yang sah;

f. Penghamilan paksa berarti penyekapan secara tidak sah seorang perempuan yang dibuat hamil secara paksa, dengan maksud memengaruhi komposisi etnis suatu populasi atau merupakan pelanggaran berat lainnya terhadap hukum internasional. Definisi ini tidak dapat ditafsirkan mempengaruhi hukum nasional terkait kehamilan;

g. Penindasan diartikan penyangkalan keras dan sengaja terhadap hak-hak dasar dengan cara bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan identitas sebuah kelompok atau kolektif;

h. Kejahatan apartheid diartikan tindakan tidak manusiawi dengan karakter yang serupa dengan tindakan-tindakan yang disebutkan dalam ayat (1), dilakukan dalam konteks penindasan sistematis yang dilakukan oleh suatu rezim dan dominasi satu kelompok ras tertentu dari kelompok ras lainnya dengan maksud untuk mempertahankan rezim tesebut;

i. Penghilangan orang secara paksa diartikan sebagai penangkapan, penahanan atau penculikan terhadap seseorang atas dasar wewenang, dukungan atau persetujuan suatu negara ataupun organisasi politik, yang kemudian diikuti oleh penolakan pengakuan kebebasan atau pemberian informasi tentang keberadaan orang-orang tersebut, dengan maksud untuk menghilangkan perlindungan hukum dalam waktu yang lama.

Serangan Meluas dan Sistematik

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma, salah satu unsur penting pada Kejahatan Kemanusian yaitu serangan yang meluas atau sistematik dengan tujuan penduduk sipil. ‘Serangan yang meluas’ dapat dilihat dari jumlah korban dan skala serangan yang sehingga menimbulkan efek yang serius dan tidak terbatas. Kemudian ‘sistematik’ dicerminkan oleh suatu pola atau metode tertentu yang diorganisir secara menyeluruh dan menggunakan pola yang tetap.

Baca Juga :  Banyuwangi, Banyak Perawat Kesehatan Kunjungi Rumah Pasien

Pengertian “luas atau sistematis” merupakan syarat fundamental yang membedakan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan kejahatan umum lainnya yang tidak digolongkan ke dalam kejahatan oleh hukum internasional. Pengertian “luas” mengacu pada jumlah korban. Konsep ini meliputi kejahatan yang besar-besaran (massive), berulang, berskala besar, dilaksanakan secara kolektif dengan tingkat keseriusan yang tinggi.

Pengertian “sistematis” memperlihatkan adanya pola atau rencana yang terorganisir secara rapi yang membedakannya dengan tindakan atau insiden yang bersifat berdiri sendiri atau pun acak. Putusan Akayesu menyebutkan bahwa konsep “sistematis” dapat didefinisikan sebagai pola yang terorganisir secara rapi dan mengikuti suatu pola yang didasarkan pada suatu kebijakan yang umum yang melibatkan sumber daya, baik dari negara mau pun swasta.

Tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa kebijakan tersebut diadopsi harus secara formal sebagai kebijakan negara. Namun harus ada perencanaan atau kebijakan yang telah dipersiapkan dengan matang sebelumnya Unsur luas (widespread) atau sistematis (systematic) tidak harus dibuktikan kedua-duanya. Artinya, kejahatan tersebut bisa saja dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas saja atau sistematis saja.

Kejahatan kemanusiaan tidak harus selalu terjadi didalam wilayah perang, tetapi kejahatan kemanusiaan merupakan Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional.

Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah dan Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik. Aktivitas seperti ini memberikan dampak yang sangat luas dan dilakukan secara sistematik.

Saya melakukan analisa tindakan terhadap etnis Uighurs di China termasuk kejahatan kemanusian atau tidak. saya menggunakan 2 (dua) methode yaitu actus reaus (tindakan/perbuatan) dan Mens Rea (niat jahat).

PERTAMA, ACTUS REUS. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court ) “Kejahatan terhadap kemanusiaan” berarti salah satu dari perbuatan berikut ini apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui adanya tindakan berikut ini:)

e.Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;
f. Penyiksaan;

g.Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat;

h.Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah;
a.Penghilangan paksa;
b.Kejahatan apartheid;
c. Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.

Untuk menilai tindakan terhadap muslim di India masuk kategori kejahatan kemanusia, maka hal tersebut harus disesuaikan dengan kriteria ACTUS REUAS (tindakan atau perbuatan) yang termaktub didalam pasal 7 ayat (1) Statuta Roma. Untuk menjawab kriteria ini, saya akan mengetengahkan peristiwa yang terjadi berdasarkan media internasional dan laporan dari lembaga internasional, yaitu;

1. Jumlah serangan meningkat. Laporan Human Rights Watch pada Februari 2019 menemukan bahwa antara Mei 2015 dan Desember 2018, sedikitnya 44 orang – 36 di antaranya Muslim – tewas di 12 negara bagian India. Sekitar 280 orang terluka dalam lebih dari 100 insiden di 20 negara bagian selama periode yang sama. (Sumber https://www.bbc.com/indonesia/dunia-48291338)

Baca Juga :  RAN PE: Inikah Strategi Soft Approach Yang Berpotensi Melabeli Kritikus Muslim Sebagai Ekstremis?

2. Anak delapan tahun diperikosa ramai-ramai. Pada Januari tahun lalu, seorang gadis Muslim berusia delapan tahun diculik saat sedang menggembalakan kuda milik keluarganya. Ia diculik di distrik Kathua di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Gadis itu ditahan selama seminggu di sebuah kuil Hindu, dibius dan berulang kali diperkosa ramai-ramai dan disiksa sebelum dibunuh. (Sumber https://www.bbc.com/indonesia/dunia-48291338)

Kedua, MENS REA. Untuk membuktikan bahwa tindakan yang sedang dilakukan terhadap muslim di India adalah tindakan kejahatan terhadap manusia. Saya menggunakan unsur-unsur kriminal sebagai berikut;

1. Niat sudah ada sebelum tindakan dijalankan. “Mens rea pasti sudah ada sebelum tindak kejahatan dilakukan. Namun, tindakan individu tidak memerlukan persiapan; satu-satunya pertimbangan adalah bahwa tindakan tersebut memang diarahkan untuk melanjutkan tujuan yang menjadi ciri khas mens rea. Tujuan khusus ini membedakan kejahatan kemanusiaan dengan kejahatan pembunuhan biasa.

2.Niat bisa diperoleh berdasarkan kesimpulan. Niat, yang dibuktikan berdasarkan kasus per kasus, dapat diperoleh atas dasar bukti material yang disampaikan kepada Majelis termasuk bukti yang menunjukkan pola perbuatan yang dilakukan secara konsisten oleh terdakwa. Bukti dugaan tindakan dapat membantu Majelis untuk menentukan niat terdakwa, terutama ketika kata-kata dan perbuatan terdakwa tidak dengan jelas menggambarkan tujuan dari tindakannya. Meskipun demikian pengadilan mencatat bahwa penentuan niat terdakwa harus diimbangi dengan perbuatan yang membuktikan apa yang telah dilakukannya. Pengadilan berpendapat bahwa niat terdakwa harus ditentukan berdasarkan kata-kata dan perbuatannya, dan harus dibuktikan dari pola tindakan yang dimaksudkan.

Niat dapat disimpulkan dari faktor-faktor berikut;
1. Keberadaan tindak pidana konteks umum yang dilakukan oleh aktor yang sama atau berbeda yang secara sistematis diarahkan terhadap kelompok yang sama
2. Skala tindakan yang dilakukan
3. Bentuk umum dari kekejaman atau kejahatan yang terjadi di wilayah tersebut
4. suatu tindakan dilakukan dengan sengaja dan sistematis dengan korban yang ditargetkan berdasarkan keanggotaan kelompok tertentu dan tidak menargetkan kelompok lain
5. Kebijakan politis yang mendasari tindakan-tindakan tersebut
6. Ada pengulangan dari tindakan-tindakan yang bersifat merusak dan diskriminatif

Apakah muslim India termasuk kedalam kelompok yang wajib dilindungi berdasarkan hukum internasional? Saya menegaskan bahwa muslim India adalah kelompok yang wajib dilindungi. Ada 4 (empat) kelompok yang dimungkinkan menjadi target kejahatan internasional, yaitu kelompok bangsa, etnis, ras dan agama.

Kelompok bangsa adalah sekelompok orang yang secara bersama menerima keterikatan secara hukum dalam suatu kewarganegaraan yang sama, dengan timbal balik antara hak dan kewajiban. (ICTR – International Criminal Tribunal for Rwanda, Putusan Akayesu)

Kelompok etnis adalah suatu kelompok yang memiliki persamaan dalam bahasa atau budaya (ICTR – International Criminal Tribunal for Rwanda, Putusan Akayesu); atau kelompok yang membedakan dirinya sendiri, atau kelompok yang diidentifikasikan oleh kelompok lainnya, termasuk pelaku kejahatan (diidentifikasikan oleh kelompok lain). (ICTR – International Criminal Tribunal for Rwanda, Putusan Kayishema dan Ruzindana.

Kelompok ras adalah suatu kelompok yang didasarkan pada ciri-ciri fisik yang turun temurun yang seringkali diidentifikasikan dengan wilayah geografis, selain bahasa, kebudayaan, kewarganegaraan serta agama. (ICTR – International Criminal Tribunal for Rwanda, Putusan Akayesu)

Kelompok agama adalah suatu kelompok di mana anggotanya memiliki agama, serta bentuk pemujaan yang sama. (ICTR – International Criminal Tribunal for Rwanda, Putusan Akayesu).

Berdasarkan penjelasan saya diatas, saya berpendapat bahwa yang terjadi terhadap Muslim di India adalah termasuk kejahatan kemanusiaan.

Saya menyeru kepada seluruh manusia yang masih memiliki hati nurani untuk bertindak menghentikan kejahatan kemanusian tersebut. Dan saya juga menyeru kepada UN, ICC, ASEAN dan OKI untuk segera terlibat aktf, serius untuk menghentikan agar tidak berdampak lebih serius.

Loading...