SUARAMERDEKA – Duduk di kursi bagian depan sebagai saksi debat calon presiden tahap pertama, Kamis (17/1/2019), Natalius Pigai menilai kompetensi Jokowi belum cukup menjadi seorang Presiden. Menjadi presiden selama 4 tahun ini tidak membuat Jokowi memiliki pengetahuan bernegara yang cukup.
Dalam pernyataannya, Jumat (18/1/2019), mantan Komisioner HAM ini menyayangkan kesempatan yang telah diberikan rakyat tidak dipergunakan sebaik-baiknya oleh Jokowi. Paling tidak, itulah yang dilihat Natalius Pigai saat menjadi saksi di debat calon presiden.
“Saya menyaksikan sendiri dari dekat dan utuh debat capres tadi malam. Saya membayangkan bahwa Joko Widodo telah mengalami kemajuan dalam kapasitas dan kompetensi baik pengetahuan bernegara maupun memimpin negara. Ternyata sangat sangat sangat memprihatinkan. Kemampuannya belum sampai untuk mengelola negara sebesar Indonesia ini,” kata mantan Komisioner HAM ini.
Lanjut Pigai, meskipun status saat ini sebagai presiden. Namun dengan kompetensi yang ditujukkan saat debat, seharusnya Jokowi tidak mencalonkan diri lagi. Ia juga menyayangkan orang-orang dan partai politik yang mendorongnya menjadi presiden 2 periode.
“Saya sangat kecewa Ibu Megawati dan partai politik dan orang-orang yang mendorong Joko Widodo untuk dipaksa menjadi Presiden. Kalau untuk menjadi Presien dengan kualitas sekelas itu. Orang Papua juga banyak bahkan lebih hebat dari Joko Widodo untuk menjadi Presiden,” tutur Natalius Pigai.
Natalius pigai menjelaskan, ada 3 indikator yang membuatnya menyebut kompetensi pengetahuan bernegara Joko Widodo belum cukup.
Yang pertama, dirinya menyaksikan sendiri seorang kepala negara membaca teks yang disiapkan Pramono Anung bolak balik sampai selesai. Kedua, tidak mampu menyampaikan aspek-aspek krusial bernegara yang dihadapi. Juga tentang kebijakan yang memberi harapan. Ketiga, Joko Widodo lebih banyak menyerang pribadi Prabowo dan Gerindra seperti kanak-kanak dan penggosip.
“Kata-kata Jokowi akan membuat legislasi adalah contoh nyata tidak memahami pembagian kekuasaan (Judikatif, Eksekutif dan Legislatif) trias politika. Kalau kita membiarkan Joko Widodo memimpin lagi. Maka sudah bisa diperkirakan faktor kapasitas pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya. Indonesia akan mengalami degradasi praktek dan pengetahuan bernegara,” ujar Pigai.
Natalius Pigai melanjutkan, ketidakpantasan Jokowi diperparah lagi jika dilihat dari sudut etika. Pigai mengamati etika Jokowi dari awal memasuki podium hingga selama debat berlangsung. Ia melihat Jokowi sama sekali tidak menyapa dan menyalami pendukungnya, bahkan kepada Megawati dan Yenni Wahid sekalipun.
“Sedangkan Prabowo 4 kali salami kami. Bahkan beliau memeluk saya tanda kasih sayang. Sembari berkata “Saya hebat Karena kalian”. Itulah cermin humanisme yang muncul dari inner cyrcle pribadinya,” jelas Aktivis HAM ini.
Natalius Pigai menambahkan, bahkan rakyat Indonesia telah menyaksikan nilai seni yang di tunjukkan oleh Prabowo Subianto. Sedangkan Jokowi, lebih cenderung egois dan monopoli. Mengabaikan Ma`ruf Amin sebagai Calon Wapres.
“Perilaku yang dipertontonkan ini sudah cukup bagi saya dalam mengambil keputusan untuk menyatakan tidak kepada Joko Widodo. Untuk mempertanggungjawabkan pernyataan saya. Silakan buka CCTV. Karena detik demi detik, saya memperhatikan secara serius,” tutup Pigai. (OSY)