Relasi Civil Society dan TNI-Polri dalam Sishankamrata
Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional)
Sistem pertahanan dan keamanan nasional Indonesia dalam konteks teknis operasionalnya dijalankan melalui sishankamrata (sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta) yang didasari UUD 45 Pasal 30, dimana TNI-Polri sebagai kekuataan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Sishankamrata disini, bukan saja bersifat darurat atau hanya dioperasikan ketika terjadi perang atau keadaan darurat. Karena situasi perang atau darurat hanya dapat diputuskan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Namun Sishankamrata dalam dalam konsep dan operasional sistem pertahanan dan keamanan, memiliki urgensi dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, khususnya untuk menguatkan kedaulatan rakyat, nasional dan negara.
Dalam situasi perubahan di tingkat lokal, nasional dan global yang sedang terjadi dibutuhkan penguatan operasional sishankamrata yang mengarah pada praktek kehidupan masyarakan sebagai civilian direction operational (operasional ke arah sipil).
Hal ini sangat penting, karena sesuai amanah Pembukaan UUD 45, kedudukan Negara Indonesia adalah merupakan Negara Nasional sekaligus sebagai Negara Global (mewujudkan pemerintahan berdaulat dan ikut menjaga ketertiban dunia- aline 4).
Posisi Indonesia disini secara geopolitik dan geostrategis harus mampu menempatkan kepentingan nasional ditengah-tengah kepentingan global dalam seluruh sektor kehidupan. Dan yang paling utama adalah terwujudnya kedaulatan rakyat, prinsip-prinsip kemanusiaan dan demokrasi. Sehingga mendorong tercapainya keadilan sosial secara menyeluruh, seperti menyangkut perlindungan umat beragama dalam beribadah, kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan setiap rakyat Indonesia.
Selain itu konflik di Indonesia seringkali terjadi karena fungsi instrumen pertahanan dan keamanan memerlukan pembaharuan dalam konteks sosialnya.
Dalam persoalan global Indonesia juga membutuhkan kekuatan eksternal positioning power dalam membangun relasinya tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Untuk itu dibutuhkan sistem negara yang rigid dengan konstitusi yang kuat secara nasional, namun juga mampu menarik kerjasama global yang menguntungkan pihak kemitraan dan utamanya adalah rakyat warga negara.
Oleh karena itu disinilah peran masyarakat sipil (civil society) sebagai wakil sosial untuk membangun konstruksi hubungan dengan TNI-Polri sebagai kekuatan kedaulatan rakyat dan penguatan hak-hak sipil rakyat warga negara.
Outputnya adalah terbentuknya Badan Partisipasi Rakyat Warga yang berelasi dengan TNI-Polri sebagai perwujudan Sishankamrata diluar situasi Perang atau Darurat yang telah diwujudkan melalui Komcad (Komando Cadangan).
Peran masyarakat sipil disini adalah sebagai dewan keamanan masyarakat dan pertahanan hak-hak sipil dalam kedaulatan rakyatnya.
Dalam konteks pertahanan, fungsi militer bukan hanya terkonsentrasi dalam pertahanan fisik dan teritorial saja, melainkan termasuk seluruh sektor seperti kedaulatan agraria, lingkungan hidup, hak asasi manusia, ancaman narkoba, perlindungan sumber-sumber kemakmuran dan seluruh aspek kedaulatan rakyat dan nasional ditingkat lokal, nasional dan global.
Sedangkan kepolisian selain sebagai bagian organ criminal justice system ( sistem peradilan pidana) juga memiliki fungsi sebagai instrumen keamanan masyarakat, baik ditingkat lokal, nasional dan global dengan pendekatan keamanan berbasis kemanusiaan (humanitarian security base).
Namun dalam praktek-praktek sosial utama seperti politik, advokasi hak-hak sipil, praktek ekonomi dan kemasyarakatan lainnya tetap dijalankan dan dipraktekkan oleh masyarakat sipil.
Oleh karena itu untuk menguatkan peran negara yang berorientasi pada kedaulatan rakyat, kemanusiaan dan keadilan sosial dibutuhkan sishankamrata yang memiliki fungsi pertahanan dan keamanan masyarakat.