oleh

Sekjen GPI: Elit Politik Ciptakan Kegaduhan Publik, Stop 01 Atau 02

SUARAMERDEKA – Semua keributan yang terjadi pasca pilpres terindikasi dilakukan oleh segelintir elit politik yang bertujuan menciptakan kegaduhan publik belaka. Adanya apel siaga yang dilakukan TNI, Jumat (19/4/2019) justru memperburuk situasi yang ada.

Demikian dikatakan Sekertaris Jendral Gerakan Pemuda Islam (Sekjen GPI), Sabtu (20/4/2019) siang di Menteng Raya 58 Jakarta Pusat. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak merespon secara berlebihan terhadap situasi politik saat ini. Semua pihak sebaiknya menunggu hasil penghitungan manual KPU.

“Gak usah ditanggapi berlebihan. Tunggu proses yang sedang berjalan saja. Tidak usah ikut ribut,” kata Diko.

Sekjen GPI meminta kepada kedua kubu yang berkontestasi agar segera berhenti saling mengklaim kemenangan. Menurutnya, saling klaim (over claim) tidak akan menghasilkan apa-apa. Masyarakat justru merasa terintimidasi karena bingung harus mempercayai yang mana, sehingga tercipta kegaduhan antar masrayakat.

“Stop saling klaim menang. Ini hanya menciptakan kegaduhan publik. Over claim ini akan menciptakan rasa intimidatif bagi rakyat,” tegas Diko.

Lanjut Diko, kegaduhan ini diperparah dengan apel siaga 10 ribu TNI di Monas, Jumat lalu. Saat ini negara tidak dalam kondisi genting apapun. Karena tidak ada potensi serangan apapun, baikdari dalam maupun dari luar. Apel siaga tersebut justru berdampak negatif kepada masyarakat. Masyarakat akan berfikir bahwa konstasi pilpres ini akan berujung pada benturan fisik, sehingga TNI harus bersiap siaga.

Baca Juga :  Gubernur Jatim Apresiasi Capaian Penyaluran Bansos di Banyuwangi

“Show of force TNI Marinir full apel di Monas itu maksudnya apa? Apakah ini bentuk pengamanan yang sebelumnya tenang, sekarang berpotensi chaos? Ini kan upaya intimidasi terhadap rakyat. Jangan sampai ada pihak ketiga membenturkan rakyat dengan TNI,” tegas Diko.

Pria yang juga menjadi Panglima Forum Syuhada Indonesia (FSI) ini menduga, semua yang terjadi hanyalah bagian dari situasi yang diciptakan oleh segelintir elit politik belaka. Bertujuan memunculkan kegaduhan agar TNI tidak percaya terhadap masyarakat, tidak percaya kepada publik. Elit politik ini lebih mengedepankan nafsu dan ego kepentingan masing-masing capres.

“Proses demokrasi ini jangan mencederai umat. Ketika ada provokasi yang berlebihan dari siapapun, akan tercipta fitnatul kubro. Yang akhirnya umat dibenturkan dengan aparat. Ini yang tidak kita inginkan. Justru inilah yang diinginkan oleh elit politik yang punya kepentingan tertentu,” kata Diko Nugraha.

Panglima FSI juga mencurigai ada pihak ketiga yang melakukan improvisasi manuver ke capres masing-masing untuk menciptakan kegaduhan publik. Pihak ketiga ini sebenarnya tidak peduli siapapun yang nantinya memimpin Indonesia.

Baca Juga :  Seriuskah Ketua MPR Pimpin Pemberontakan Lawan Cukong Parpol?

“Itu yang kita lawan. Jadi hari ini stop 01 atau 02, kembali ke 00. Niat yang tulus, yang murni. Kembalikan kepada niat awal untuk bangsa, agama dan negara. Semua bersatu padu kembali kepada kebaikan bangsa, negara dan agama,” ujarnya

Panglima FSI ini menghimbau kepada seluruh komponen untuk untuk bersabar. Ia mengingatkan umat Islam agar tidak mendahului ketetapan takdir. Karena sampai saat ini kita belum tahu Allah menakdirkan siapa yang menjadi pemimpin. Seluruh umat Islam harus sabar menunggu proses administratif yang berjalan. Dan kewajiban umat Islan adalah memantau dengan baik. Diko meminta kepada semua pihak untuk tidak melakukan provokasi yang bersumber dari kegiatan-kegiatan politik yang tidak berbasis keumatan.

“Karena capres, partai itu tidak ada hubungannya dengan keumatan. Tapi hari ini mereka mau masuk ke keumatan membawa provokasi dengan agenda-agenda tertentu. Jangan sampai umat dipecah belah, silaturahimnya rusak. Siapa yang bertanggung jawab? Kami akan mengutuk siapapun aktor politik yang berada di kedua capres yang punya niat untuk memecah belah umat,” tutup Diko Nugraha. (OSY)

Loading...