SUARAMERDEKA.ID – Letak geografis dan teknologi yang kurang terjangkau, menjadi salah satu penyebab masyarakat enggan mengurus administrasi kependudukan (adminduk). Seperti yang banyak terjadi di kawasan hutan dan perkebunan di Banyuwangi.
Jauhnya akses menuju pusat pelayanan menjadi salah alasan masyarakat enggan mengurus atau memperbarui adminduk. Meski Banyuwangi telah memiliki inovasi digiltalisasi dalam kepengurusan adminduk, namun bagi warga di kawasan hutan dan perkebunan solusi tersebut juga sulit dilakukan karena keterbatasan teknologi komunikasi di kawasan tersebut.
Dari masalah tersebut, Banyuwangi mendekatkan layanan adminduk dengan Festival Camping Embun, di Dusun Gunung Raung, Desa Kajarharjo, Kalibaru Kulon, yang merupakan kawasan Perkebunan Jatirono, PT Perkebunan Nasional (PTPN) XII.
Desa Kajarharojo terletak sekitar 15 kilometer dari kantor Kecamatan Kalibaru yang merupakan kecamatan paling selatan Banyuwangi. Menuju desa ini harus melewati jalan menanjak dengan jalan berbatu (makadam) sekitar 10 kilometer dari jalan utama.
Para petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) menginap di kawasan tersebut untuk memberikan layanan adminduk.
“Saya bersyukur ada layanan ini. Terima kasih sudah membuka layanan di dusun kami. Sangat membantu sekali dan menghemat waktu,” kata Diah (40), warga Desa Kajarharjo.
Perempuan yang bekerja di perkebunan itu mengatakan, biasanya apabila hendak mengurus adminduk dia harus meminta libur atau cuti bekerja.
“Seperti saat saya mengurus perubahan akta kelahiran keponakan. Saya harus minta libur karena bukanya kantor kan hari kerja. Belum lagi jaraknya jauh, jadi butuh seharian,” ucap Diah.
Hal yang sama juga dilontarkan Nurhasanah (37), yang mengurus akta kelahiran suami. “Suami saya harus bekerja, jadi saya yang ngurus. Alhamdulilah ada program ini, jadi ngurusnya dekat,” kata Nurhasanah.
Belum lagi ketidakahuan masyarakat terkait proses pengurusan adminduk. Di Desa Kajarharjo, banyak yang tidak memperbaharui adminduk karena ketidaktahuan mereka.
Seperti nenek Duma (63) yang memiliki KTP masih berbentuk seperti tahun 1990-an (berwarna putih) bukan KTP elektronik. “Saya tidak tahu kalau harus buat KTP baru. Karena itu mumpung di sini jadi saya mengurusnya,” kata Duma dengan senang.
Banyak pula permasalahan adminduk lainnya, seperti warga pendatang yang tidak mengetahui alur kepengurusannya, sehingga enggan untuk mengurus.
“Di kawasan yang geografis dan teknloginya tidak terjangkau seperti pemukiman di kawasan hutan dan perkebunan memang banyak ditemukan persoalan-persoalan adminduk. Karena itu kami mendekatkan layanan, dengan datang langsung ke kawasan-kawasan tersebut,” terang Bupati Ipuk.
“Saya ucapkan terima kasih pada petugas Dispendukcapil, yang harus camping dan menginap untuk memberikan layanan. Semoga ini menjadi amal ibadah Anda,” tambah Ipuk.
Ditambahkan Kepala Dispendukcapil Juang Pribadi, hingga Selasa siang telah 87 persen dokumen adminduk yang berhasil terselesaikan dari total target sekitar 650 orang. Kurang 13 persen dokumen atau sekitar 105, karena harus melalui proses yang lebih sulit.
“Seperti warga pendatang yang melakukan perubahan dokumen, tapi belum mengurus ke daerah asalnya. Kami mencoba untuk komunikasi dengan pemerintah daerah asal yang bersangkutan untuk menarik berkas, dan kami upayakan untuk selesai hari ini,” kata Juang.
“Dari semalam kami menginap untuk mempersiapkan sarana dan prasarana. Mulai pagi tadi kami membuka layanan hingga besok,” tambah Juang.
Belum lagi kasus-kasus sulit yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Seperti warga yang mengurus akta cerai, namun tidak memiliki surat keputusan dari persidangan.
Mantan Kabag Humas, mengakatan dalam Camping Embun kali ini, selain pengrusuan dokumen adminduk mulai pembuatan Kartu Identitas Anak (KIA), akta kelahiran, akta kematian, akta keluarga, dan perubahan dokumen lainnya, juga terdapat layanan sidang isbat bekerjasama dengan Pengadilan Agama.” pungkas Juang.(BUT)