Amandemen Konstitusi Bisa Terwujud, Jika Utusan Rakyat Dilibatkan
Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
(Aktivis / Penggagas Fraksi Rakyat di Parlemen)
Konstelasi amandemen konstitusi dalam MPR berada ditengah-tengah kegalauan. Antara jadi atau tidaknya dilakukan amandemen konstitusi.
Persoalannya, issue amandemen konstitusi ini lebih mengarah meruncingnya penundaan pemilu dan penolakan penundaan pemilu 2024.
Padahal substansi dari amandemen konstitusi ini jika direalisasi akan menghasilkan 2 hal sangat penting, yaitu mengembalikan sistem tata negara Indonesia yang berdaulat dan penyempurnaan demokrasi yang didasari Pembukaan UUD 45, dimana Pancasila ada di dalamnya.
Oleh karena itu, amandemen konstitusi ditengah ketidak pastian global saat ini menjadi sangat penting untuk direalisasikan.
Karena ini menyangkut posisi Indonesia yang harus mampu menempatkan posisinya dalam external positioning power dalam percaturan politik global.
Untuk memperkuat external positioning power Indonesia tersebut, maka Indonesia memerlukan internalisasi politik rakyat dan politik negara sekaligus dalam penyempurnaan demokrasi. Dan pintu masuk yang paling konstitusional adalah melalui proses amandemen konstitusi.
Ada 3 kelompok politik rakyat yang menghendaki perubahan konstitusi, yaitu kelompok yang ingin amandemen terbatas, kelompok yang ingin dikembalikannya UUD 45 asli dengan penyempurnaan dan kelompok yang ingin dilakukan perubahan konstitusi secara total. Semua kelompok ini memiliki gagasan yang konstitusional, oleh karena itu konsensus harus dibangun melalui kesepakatan sosial baru yang tentu, pintu masuknya melalui amandemen konstitusi.
Namun amandemen konstitusi tidak bisa dilakukan oleh MPR yang hanya melibatkan anggota MPR saja, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD. Melainkan proses amandemen konstitusi ini juga harus melibatkan utusan-utusan rakyat yang ikut dalam proses konstitusional tersebut. Hal ini tidak bisa ditinggalkan, karena konstitusi itu sendiri berasal dari rakyat atau konstituen.
Lalu, bagaimana utusan-utusan rakyat ini bisa masuk dan dilibatkan, sementara pandangan para konstitusionalis menyebut bahwa suara rakyat sudah diwakili melalui para wakilnya, baik di DPR maupun di DPD.
Namun perlu diingat, seperti hal hukum pidana maupun perdata, bahwa hukum tata negara juga memiliki asas retroaktif atau tidak bersifat surut dalam proses perubahan yang dijalankan dan belum ditetapkan. Konteks ini mengacu pada proses perubahan konstitusi yang memiliki sifat keterlibatan rakyat.
Selain itu ada 2 Pasal dalam konstitusi kita, yaitu pasal 1 ayat 2 dan pasal 28 C ayat 2 dalam UUD, dimana rakyat adalah pemilik kedaulatan tertinggi yang dinyatakan, kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2).
Sementara di dalam UUD itu sendiri disebut, Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya (Pasal 28 C ayat 2).
Kedaulatan dan Hak Rakyat disini memiliki prinsip dan bentuk operasional, yang wujudnya adalah kekuasaan dan tindakan dalam sebuah struktur Tata Negara yang bersumber dari kesepakatan sosial rakyat Indonesia atas terjadinya konstitusi.
Namun untuk melibatkan utusan-utusan rakyat dalam situasi perubahan konstitusi atau amandemen konstitusi yang merupakan sebuah proses politik luar biasa dikarenakan oleh beberapa sebab dari situasi nasional dan global, dasar hukumnya tetap diperlukan. Sehingga masuknya utusan-utusan rakyat dapat menjadi bagian dari proses amandemen konstitusi tersebut secara legal formal.
Hal ini sangat penting, selain dari amandemen konstitusi benar-benar menjadi kesepakatan sosial baru yang benar-benar merepresentasikan rakyat, juga memastikan bahwa keterlibatan partipasi rakyat langsung adalah wujud dari kedaulatan dan hak rakyat atas Negara Indonesia.
Saya memberikan masukan untuk sebagai usul untuk membuka pintu masuk agar kunci pintu masuk utusan-utusan rakyat ini bisa terbuka dengan mudah dan konstitusional.
Ada 2 pintu masuk yang memungkinkan masuknya utusan-utusan rakyat dalam proses amandemen konstitusi.
Pertama, yaitu melalui kekuasaan MPR yang ditulis dalam Pasal 3 UUD yang menyebut kewenangan MPR untuk merubah dan menetapkan UUD. Disini MPR bisa membuka pintu masuknya utusan-utusan rakyat dalam keterlibatan dan proses amandemen konstitusi yang menjadi salah satu bagian dari usulan dari beberapa usulan yang diusulkan dalam amandemen konstitusi. Dan usulan ini harus dijadikan urutan pertama, sehingga usulan-usulan berikutnya dilakukan prosesnya setelah utusan-utusan rakyat ini masuk ke dalam MPR. Meskipun utusan-utusan ini masih bersifat sementara sampai ditetapkan melalui Pemilu berikutnya hasil amandemen konstitusi.
Namun, untuk menjalankan ini tentu agak sulit, karena kewenangan MPR ini diatur melalui Pasal 37 UUD yang mengharuskan diajukan oleh setidaknya 1/3 anggota MPR dan proses perubahannya mengharuskan dihadiri 2/3 anggota MPR.
Apakah 1/3 anggota MPR mau membuka pintu pengajuan ini, dan apakah 2/3 anggota MPR mau hadir. Namun tidak menutup kemungkinan, jika terjadi konsensus antara Rakyat dan MPR yang tentunya mengakibatkan tertundanya Pemilu 2024. Namun tertundanya Pemilu ini hanya bersifat transisional. Sehingga kepentingan lebih besar akan dicapai Bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.
Yang kedua adalah melalui Keputusan Presiden (Keppres). Dimana Keputusan Presiden menyangkut berdiri dan pembentukan Lembaga Tinggi Negara ini pernah dilakukan oleh Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Presiden Soekarno saat itu menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 199 Tahun 1960 dan Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1971.
Masukan saya atas 2 pintu masuk utusan-utusan rakyat tersebut merupakan 2 hal aturan hukum tata negara yang dapat dilakukan untuk melibatkan rakyat dan partisipasinya secara langsung dalam merealisasikan amandemen konstitusi sebagai jalan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat sesuai Pembukaan UUD 45 sekaligus menyempurnakan demokrasi. Hal ini juga sekaligus jalan untuk memulihkan kepercayaan rakyat terhadap Lembaga Tinggi Negara Legislatif dan Eksekutif.
Tanpa dilibatkannya secara langsung rakyat melalui utusan-utusan rakyat dalan proses amandemen konstitusi atau membiarkan proses politik berjalan dengan situasi saat ini, maka Indonesia akan mengahadapi permasalahan yang sangat berat, baik secara nasional dan global.
Sedangkan jika amandemen konstitusi hanya dilakukan oleh Parlemen saat ini, maka potensi ancaman berat yang terjadi adalah terjadinya revolusi sosial. Kita semua ingin perubahan, akan tetapi kita harus membuktikan pada dunia bahwa Indonesia dapat melakukan perubahan dengan cara yang halus dan tanpa terjadinya konflik sosial yang berkepanjangan. Kuncinya adalah partispasi rakyat.