oleh

SPMI: Negara Hadir Sebagai Pemeras Rakyat Sendiri

SUARAMERDEKA.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjend) Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) Nicho Silalahi menyebut negara hadir sebagai pemeras rakyat sendiri karena menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika memang negara itu hadir, maka seharusnya BPJS Kesehatan dibubarkan dan seluruh biaya kesehatan rakyatnya harusnya ditanggung oleh negara.

Demikian dikatakan Nicho Silalahi menanggapi video conference Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris beberapa saat lalu. Saat itu Fahmi Idris mengatakan “Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan sebagai bukti bahwa negara hadir”.

Menurutnya, pernyataan tersebut hanyalah sebuah bentuk “Angkat Telor” belaka. Ia menjelaskan, istilah tersebut mengutip istilah Orang Medan yang artinya “Menjilat Pemimpin”.

“Sementara perpres yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut memuat tentang kenaikan Iuran peserta yang semangkin memberatkan rakyat Indonesia. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan itu menunjukan bahwa “Negara Hadir Sebagai Pemeras Rakyat Sendiri”. Jika memang negara itu hadir maka seharusnya BPJS Kesehatan dibubarkan. Dan seluruh biaya kesehatan rakyatnya harusnya ditanggung oleh negara,” kata Nicho di Jakarta, Sabtu (16/5/2020).

Menurutnya, kenaikan iuran tersebut bagi para peserta BPJS Kesehatan mulai Juli 2020 semakin memberatkan para peserta mandiri. Baik Kelas I, Kelas II hingga Kelas III. Hal ini dapat dihitung dengan asumsi satu keluarga 4 Orang (Suami, Istri dan 2 Anak). maka dapat dirincikan sebagai berikut :

Baca Juga :  Ada Orang Kuat Ingin Cegah Kasus Air Keras Novel

Untuk iuran peserta mandiri kelas I naik 87,5 % dari sebelumnya Rp.80.000 X 4 orang = Rp.320.000. Kelas ini naik  menjadi Rp150.000, maka jika dikali 4, Rp.600.000. Terjadi kenaikan beban tambahan Rp. 280.000 persatu keluarga.

Kelas II naik 96,07 % dari Rp.51.000 X 4 Orang = Rp.204.000 menjadi Rp.100.000. Maka jika dikali 4 orang, akan membayar sebesar Rp.400.000.Terjadi kenaikan beban tambahan Rp.196.000 persatu keluarga

Sementara, perpres baru juga menyebutkan bahwa iuran peserta mandiri kelas III baru akan naik pada tahun depan. Pemerintah mendongkrak kenaikan iuran peserta mandiri kelas III sebesar 37,25 persen dari Rp25.500 menjadi Rp35.000.

Ia menambahkan, bentuk aturan perpres dipilih karena pemerintah tidak lagi memerlukan koordinasi dan persetujuan DPR RI. Sehingga peraturan itu bisa langsung diterapkan.

“Dan itu juga menjadi fakta bahwa Pemerintah tidak peduli dengan kenaikan serta dampak yang akan terjadi dimasa datang,” ujarnya.

Lanjutnya, jika negara tidak hadir sebagai pemeras rakyat sendiri, seharusnya yang dilakukan oleh negara adalah meringankan beban rakyat. Namun dengan keppres tersebut, yang terkadi justru sebaliknya.

Baca Juga :  Bupati Wajo Sambangi Gelaran Seni Karang Taruna

“Seharusnya pemerintah itu hadir untuk meringankan beban rakyat, sehingga kesejateraan rakya bisa segera terwujud seperti cita – cita kemerdekaan yang berdaulad adil dan makmur. Bukan malah menambah beban rakyat melalui kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini,” imbuhnya.

Nicho pun mempertanyakan pernyataan Fahmi Idris tentang kehadiran negara dalam posisi kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Karena menurutnya, yang terjadi bukan seperti yang dikatakannya.

“Jadi di mana akalnya sehingga dirut BPJS Kesehatan yang digaji sekitar 200 juta mengatakan negara hadir. Sedangkan kenaikan Iuran tersebut menunjukan bahwa negara tidak lebih sebagai wujud tukang palak bagi rakyatnya?” tanya Nicho.

Ia pun merasa bahwa penyataan Fahmi Idris telah menghina rakyat Indonesia. Karenanya, SPMI mengajak seluruh elemen untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Jadi sangat jelas bahwa statement itu telah menghina akal sehat dan rasionalitas kita. Maka dari itu kami Serikat Pekerja Migran Indonesia mengajak seluruh eleman masyarakat untuk menolak kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Dan bila perlu kita melakukan aksi Boikot Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan,” tutupnya. (AMN)

Loading...