oleh

Demi Hukum dan Keadilan: Tolak Ahok Pimpin BUMN

Demi Hukum dan Keadilan: Tolak Ahok Pimpin BUMN. Oleh: Marwan Batubara, Tim Satu Negeri.

Sederet pejabat negara dan tokoh pendukung Ahok sangat sibuk mempromosikan dan menyebar justifikasi agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat diterima publik untuk menjadi pimpinan BUMN energi, apakah di Pertamina atau PLN. Sepanjang Ahok tidak terlibat dugaan kasus korupsi, memenuhi kriteria GCG, dan hal-hal yang disampaikan para pendukung Ahok tersebut minimal benar, objektif, kredibel, faktual dan bebas manipulasi, maka mungkin saja publik dapat memaklumi keinginan pemerintahan Jokowi tersebut.

Faktanya, di samping banyak hal-hal negatif, tidak benar, bias, tidak kredibel, sarat pencitraan dan manipulatif tentang apa dan siapa Ahok, mayoritas rakyat pun selama ini telah  menolak keberadaan Ahok sebagai pejabat publik. Apalagi jika sekarang ini rakyat harus menerima kehadiran Ahok memimpin salah satu BUMN yang peran, fungsi dan pola pengeloaannya diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

Apakah pemerintahan Jokowi dan para pendukung Ahok akan terus mengkampanyekan rencana pengangkatan Ahok dengan menyebar informasi berlebihan untuk tidak mengatakan manipulatif? Apakah pemerintah akan tetap memaksakan kehendak dalam alam demokrasi di tengah penolakan rakyat? Sebelum Jokowi akhirnya memilih jalan tersebut, baca dan dengarlah suara rakyat yang akan diuraikan di bawah ini. Ahok merupakan sosok yang hingga kini masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat.

Sebelum uraian, mari kita simak beberapa pernyataan para pendukung Ahok agar dapat diterima menjadi pimpinan BUMN. Presiden Jokowi mengatakan, kinerja Ahok sudah diketahui banyak orang, sehingga layak mendapat posisi di BUMN (14/11/2019). Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan jika ada orang baik ingin masuk BUMN tapi ditolak, maka hal ini perlu dipertanyakan. “Itu orang baik, mau bikin lurus, bersih, ya… mungkin tidak mau dibersihkan,” kata Menko Luhut, Jumat (15/11/2019).

Buya Syafii Maarif, menyebut Ahok cocok menduduki posisi pimpinan BUMN karena berpengalaman. Buya menyebut Ahok orang lurus dan pekerja keras (16/11//2019). Sedang Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Ahok tokoh konsisten, jelas track record-nya dan bisa terus membangun (14/11/2019). Pujian terhadap Ahok juga datang dari Wamen BUMN Budi Gunadi Sadikin yang mengatakan Ahok salah satu putra terbaik bangsa (13/11/2019). Anggota Komisi VI DPR Bambang Pattijaya menilai karakter Ahok cocok sebagai pimpinan BUMN. Bambang menyebut karakter fighter yang ada pada Ahok cocok mengawal BUMN.

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga sangat bersemangat mempromosikan Ahok. Arya mengatakan Ahok direspek market, pendobrak, bersih, kredibel, transparan, penegak governance, akan membersihkan mafia, dll. Arya sempat membuat pernyataan di beberapa media terkait penolakan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) terhadap Ahok. Arya antara lain mengatakan FSPPB takut kalau Ahok akan mendorong transparansi atau FSPPB membawa sikap politik ke urusan bisnis (16/11/2019).

Guna memuluskan rencana pengangkatan Ahok, pemerintah dapat berkampanye massif termasuk mengumbar puji-pujian dan menggiring opini. Namun, karena kampanye tersebut dapat dianggap tidak objektif, berlebihan dan terasa manipulatif, serta guna menghindari banyak rakyat yang tertipu, maka kami perlu memberi tanggapan dan pernyataan atas masalah ini. Sebagai warga negara, kami mempunyai tanggungjawab sosial untuk mencerdaskan kehidupan rakyat, sekaligus memiliki hak menyatakan pendapat sesuai Pasal 28E UUD 1945.

Politik versus Penegakan Hukum

Harap dicatat bahwa latar belakang penolakan kami yang paling utama adalah karena pertimbangan hukum dan keadilan. Pemerintahan Jokowi dan saudara Arya Sinulingga, kami ingatkan untuk tidak menggiring opini bahwa penolakan kami dilatarbelakangi kepentingan politik sempit, tetapi karena tuntutan agar hukum dan keadilan ditegakkan. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 27 ayat (1) menyatakan segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali.

Baca Juga :  Ahok BTP Menjadi Direksi BUMN? Opini Chandra Purna Irawan
Faktanya, dalam berbagai kasus dugaan korupsi, seperti RS Sumber Waras, Rekalamasi Teluk Jakarta, Tanah BMW, Tanah Cengkareng Barat, dan Dana CSR, sejumlah alat bukti telah tersedia untuk memeroses Ahok secara hukum di pengadilan. Namun oleh Lembaga penegak hukum, terutama KPK, Ahok terus mendapat perlindungan, sehingga bebas dari jerat hukum. Ahok sudah diperlakukan berbeda: mendapat kedudukan istimewa di dalam hukum! 

Khusus untuk kasus RS Sumber Waras, alat bukti yang tersedia sudah lebih dari cukup. Namun KPK dengan tanpa rasa keadilan dan rasa malu, nekad melindungi Ahok dengan mengatakan Ahok tidak punya niat jahat. Karena itu KPK menyatakan Ahok tidak melanggar hukum dan merugikan negara. Pengkhianatan terhadap konstitusi dan terhadap rakyat ini telah sangat nyata dilakukan oleh KPK. Lantas, rakyat diminta menerima kebusukan dan konspirasi jahat ini begitu saja? Lalu, orang-orang yang menuntut pengusutan kasus-kasus korupsi, penegakan hukum dan keadilan, serta menolak pengangkatan Ahok menjadi pimpinan BUMN ini disebut berpolitik dan sarat kepentingan politik? Common men…

Ahok Mau “Bikin Bersih”?

Menko Luhut Pandjaitan mengatakan Ahok orang bersih dan mempertanyakan sikap yang orang-orang yang menolak Ahok yang dianggap tidak mau dibersihkan. Pernyataan ini tampaknya dapat pula dianggap tertuju kepada pejabat-pejabat di lingkungan BUMN dan lembaga terkait. Begitu pula dengan Arya Sinulingga yang menganggap di dalam BUMN terjadi banyak penyelewengan atau mafia, sehingga mereka merasa khawatir dengan kedatangan Ahok si pendobrak.

Luhut dan Arya perlu berfikir dan merenung sejenak: Mungkinkan sapu yang kotor dapat menyapu kotoran dengan bersih? Mengapa pemerintah tutup  mata atas berbagai dugaan  tindak korupsi yang telah dilakukan Ahok? Jika Ahok telah dinyatakan bebas dari jerat hukum, bukankah pengadilan atau lembaga yang memeroses berbagai kasus dugaan korupsi telah melakukan pengadilan sesat dan terindikasi bagian dari konspirasi oligarki pembela Ahok?

Di sisi lain, jika rencana pengangkatan Ahok terutama ditujukan untuk membersihkan BUMN yang dianggap “kotor”, bukankan yang mengangkat dan menetapkan para direksi dan komisaris BUMN-BUMN tersebut adalah Presiden Jokowi sendiri? Jika BUMN-BUMN tersebut kotor, maka pejabat-pejabat yang ada di BUMN-BUMN tersebut adalah orang-orang bermasalah yang tidak becus! Siapa yang mengangkat pejabat-pejabat yang tidak becus tersebut? Jika BUMN-BUMN tersebut kotor sehingga dianggap gagal, bukankah penanggung jawab utama kegagalan adalah Pesiden Jokowi sendiri? Maaf, kami hanya bertanya…

Pada tahun 2015, dalam rangka melawan mafia minyak, Pemerintahan Jokowi membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri. Setelah setahun, Tim reformasi menyampaikan laporan hasil kajian dan investigasi, berikut berbagai temuan penyelewengan dan adanya mafia minyak. Tim juga merekomendasikan berbagai langkah hukum untuk memberantas mafia. Namun, setelah hampir 4 tahun, rekomendasi tersebut malah tidak ditindaklanjuti!

Sekarang, “monster” mafia dihidupkan kembali. Disebut-sebut, aktor utama pemberantas mafia adalah Ahok, si pendobrak, kata Arya Sinulingga. “Do you really mean that” pak (“turangku”) Arya? Rakyat khawatir itu hanya kampanye menjustifikasi pengangkatan Ahok dan menarik simpati publik. Faktanya Presiden Jokowi saja, yang pangkatnya tertinggi di republik ini, terasa “enggan berhadapan” dengan monster tersebut, entah karena apa, walau Tim Reformasi sudah melaporkan temuan-temuan. Belum lagi, si pendorak yang diproyeksikan akan memberantas tersebut “belepotan” dengan dugaan berbagai kasus KKN. Tampaknya rakyat akan kembali terkecoh dengan “jualan bersih-bersih mafia” ini.

Baca Juga :  Harga BBM dan Potensi Gagal Bayar Pertamina. Opini Marwan Batubara

Aspek Good Corporate Governance, GCG

Pasal 16 UU BUMN No.19/2003 mensyaratkan pengangkatan direksi BUMN antara lain berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku baik, serta dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan korporasi. Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. Jika kita menelusuri rekam jejak Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, maka dapat dipastikan Ahok gagal memenuhi sebagian dari persyaratan UU tersebut! Dari aspek integritas: Ahok sarat dengan dugaan kasus korupsi. Ahok bisa lolos jerat hukum karena dilindungi aparat atau lembaga penegak hukum, terutama KPK.

Dalam hal keahlian, Ahok tidak punya latar belakang kemampuan bidang migas, listrik dan energi yang sangat dibutuhkan untuk mengelola BUMN sekelas Pertamina atau PLN. Kejujuran Ahok jelas sangat diragukan, kalau tidak ingin dikatakan koruptif, terutama dalam pengelolaan dana-dana off-budget yang merugikan keuangan negara dan Pemda DKI. Dalam hal ini Ahok telah melanggar UU Keuangan Negara No.17/2003, UU Perbendaharaan Negara No.1/2004, UU Administrasi Pemerintahan No.30/2014, dan PP Pengelolaan Keuangan Daerah No.58/2005.

Prilaku Ahok sudah cukup dikenal luas sebagai pemarah dan tempramental, jauh dari sikap baik seorang pemimpin yang dipersyaratkan UU BUMN.  Ahok pun telah terbukti secara sah dan meyakinkan nekad menista agama Islam di Kepulauan Seribu, sehingga diganjar dengan hukuman 1,5 tahun penjara! Bagaimana mungkin orang yang diduga terlibat berbagai tindak korupsi, melanggar prinsip GCG, tidak jelas kepemimpinan dan pernah pula dipenjara, dinilai sebagai putra terbaik bangsa, sehingga layak memimpin sebuah BUMN yang sangat strategis bagi negara dan bangsa Indonesia? Ada apa dengan pemerintahan Jokowi?

BUMN dan Rakyat

Pertamina dan PLN merupakan BUMN yang 100% sahamnya milik negara dan rakyat Indonesia. Pengelolaan BUMN sesuai prinsip GCG agar mampu mendatangkan manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang harus dijalankan oleh pemerintah. BUMN-BUMN merupakan korporasi milik negara dan rakyat, bukan milik pemerintah atau oknum-oknum oligarki penguasa-pengusaha tertentu.

Negara yang menganut prinsip demokrasi antara lain memiliki ciri berpegang teguh pada konstitusi dan semua keputusan yang diambil berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat. Sebagian rakyat sudah menyuarakan sikap antara lain, agar hukum dan keadilan ditegakkan, serta undang-undang dan peraturan dijalankan. Ahok jelas tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh konstitusi dan undang-undang untuk menjadi pimpinan BUMN.

Kesimpulannya, kami menolak dengan tegas rencana pemerintahan Jokowi untuk mengangkat Ahok menjadi Dirut atau Komut di BUMN energi Indonesia. Selain tidak konstitusional, tidak layak secara GCG, pernah dipenjara, terduga terlibat berbagai kasus KKN, Ahok pun merupakan orang yang kontroversial dan pernah membuat masalah dengan sebagian rakyat. Rakyat telah melihat dengan gamblang dan muak terhadap adanya perlakuan istimewa yang diberikan kepada Ahok. Kami harap pemerintah jangan memaksakan kehendak dan menyiapkan triger yang dapat menimbulkan masalah bagi bangsa Indonesia

Loading...