oleh

Sesudah Jokowi Tumbang: (5) UUD Palsu dan Rezim Palsu

Sesudah Jokowi Tumbang: (5) UUD Palsu dan Rezim Palsu. Oleh: Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis.

Kita tidak pernah mengira, bahwa apa yang dilakukan Gus Dur di Ciganjur bersama Kawan-kawan Partai Politiknya itu punya pengaruh terhadap Nasib dan Hari Depan Republik Indonesia sampai sekarang. Menjelang Sidang Istimewa MPR 1998 yang dibikin Habibie beberapa bulan setelah Soeharto mundur itu, Ketua Umum PKB itu mengundang para Ketua Umum Partai Golkar, PDIP dan PAN untuk bertemu dan bersepakat.

Entah siapa yang awalnya punya prakarsa, tetapi di latar belakang sibuk ESS (Eduard Sekky Soeryadjaya), anak William Soeryadjaya yang juga Bapak Angkat Sandiaga Uno. Rupanya ada Konglomerat yang membiayai pertemuan itu…

Pertemuan yang kemudian disebut Pertemuan Ciganjur itu melahirkan apa yang lalu kita kenal dengan Sistim Oligarki Kepartaian. Banyak tokoh pendukung Orde Baru yang ikut hadir di rumah Gus Dur di jalan Warung Sila itu. Sedang Tokoh Pergerakan yang melawan Orde Baru, selain Ali Sadikin dan Kemal Idris, banyak pula mahasiswa Jaket Kuning. Ke Empat tokoh partai, termasuk Sri Sultan X yang mewakili Golkar, berunding dalam ruang tertutup.

Amien membacakan “Deklarasi Butir Kesepakatan Dialog Ciganjur”. Dari delapan butir itu, tidak satu pun yang istimewa, selain bahwa semuanya sudah menjadi tuntutan para Mahasiswa dan Aktivis Pergerakan. Tapi kiranya perlu dicatat, bahwa Butir Pertama adalah perlunya Kesatuan dan Persatuan Bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; serta dikembalikannya Kedaulatan Rakyat sepenuhnya. Di sini Amien justru mengkhianatinya!

Pemilu 1999 itu sendiri sudah menjadi Target Habibie di dalam SI-MPR… Sesuatu yang bertentangan dengan maunya Soeharto yang memilih Pasal 8 UUD 1945 untuk mundur, di mana Habibie menggantikannya sampai habis waktunya.

Para Mahasiswa dan Aktivis Pergerakan menyesalkan Kesepakatan Ciganjur. Mereka menuduh Kesepakatan Ciganjur mengkhianati Gerakan Mahasiswa, karena mendukung SI-MPR dan tidak menuntut untuk menghukum Soeharto. Mereka bahkan menuduh Kesepakatan itu hanya untuk menutupi keinginan Partai-partai Politik membagi-bagi Kekuasaan Pasca Soeharto.

Pemilu 1999 pun berlangsung. Habibie turun tangan sendiri, karena ingin menjadi Presiden beneran, bukan sekedar transisional. Wiranto diambil sebagai Calon Wakilnya. Tetapi seperti Soeharto, Habibie pun nakal…: dibaginya Dana APBN hanya kepada partai-partai lain yang mendukungnya!

Baca Juga :  Nasib Jokowi Akan Seperti Sukarno dan Soeharto, Tumbang!

Pemilu pun ternyata tidak Jurdil…

Digunakannya formulir Pemilu 1997 yang berbeda dari format Komputer Siskohaj (Sitim Komputer Haji) mengakibatkan penghitungan suara gagal dan harus diubah dengan cara manual. Di sinilah Jacob Tobing, Ketua Panitia Pemilihan Indonesia/PPI melakukan aksinya memanipulasi suara. KPU menolak hasil Pemilu tersebut. Hanya 15 Partai yang menyetujui; padahal seharusnya minimal 32 atau 2/3 dari 48 anggota wakil Partai peserta. Tetapi Habibie nekad mengabsahkan Pemilu yang tidak absah itu… tentu MPR-nya juga tidak absah. Tetapi Pasca Soeharto semua menjadi nekad…

Benar dugaan para Mahasiswa 1998… Oligarki Kepartaian hanya bagi-bagi jatah kekuasaan. Amien menjadi Ketua MPR, Akbar Tanjung yang menggantikan Hamengkubuwono X menjadi Ketua DPR. Habibie didepak mundur… pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR. Gus Dur terpilih menjadi Presiden, dan Megawati menjadi Wakilnya dalam sebuah Pemilihan yang kacau… Dan ketika Gus Dur didongkel jatuh, Megawati Presiden mengambil Hamzah Has dari PPP sebagai Wakilnya.

Menjelang dan sesudah Pemilu 1999 Menlu AS Medeleine Albright datang, dan menemui Amien. Awalnya tidak diketahui pesan apa dari Bill Clinton untuk Amien. Tapi kemudian menjadi jelas, yaitu tentang Amandemen UUD 45: UUD 45 yang membikin Soeharto menjadi Diktator harus diubah. Amien pun patuh. Amien pun kemudian patuh kepada James Riady, karena JR inilah yang ikut membantu Clinton menjatuhkan Soeharto. Tanpa ada pesan-pesan apa pun dari Partai-partai fraksi di MPR, dengan gagah dan beraninya Amien Rais membuka Sidang MPR, dan tampil membikin Konstitusi Baru bagi RI: UUD Palsu!

Amien tergerak untuk menyaingi Soekarno-Hatta dan para Founding Fathers. Di situ dimasukkannya Konsep Oligarki Kepartaian. Hanya Orang Partai yang bisa menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Selainnya tidak boleh! Amien melakukan diskriminasi kepada Rakyat Indonesia lewat Hukum Negara Tertinggi…

Perubahan untuk memandulkan Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 33 Pesanan Bill Clinton sudah dipenuhi. Clinton ingin MPR dihapuskan sebagai Lembaga Kerakyatan Tertinggi Negara. Juga agar Perekonomian disusun berdasarkan Azas Individualis, Kapitalis dan Liberalis. Pesanan JR untuk menghapus Indonesia Asli dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung sudah pula dipenuhi. Bagi Amien, siapa pun Presidennya, UUD Palsu harus dipakai terus… Dia ingin dikenang sebagai Bapak Konstitusi Indonesia, sekalipun Palsu.

Baca Juga :  ICW: UU Cipta Kerja Salah Satu Skenario Oligarki Timbun Kekayaan

Sekarang kita semua maklum, bahwa situasi berbahaya yang mau mengoyak-ngoyak Indonesia ini adalah akibat diterbitkannya Undang-undang Dasar Palsu. Dengan UUD Palsu inilah muncul Rezim Palsu yang tidak saja berkiblat kepada Asing, tetapi bahkan mengundang, Kekuatan Asing untuk menguasai Indonesia.

Memang SBY yang memanfaatkan UUD Palsu pertamakali itu sudah di- plot untuk menjadi Antek Barat… seakan-akan kalau Indonesia dibawa ke arah Barat, maka akan tercapai kemakmuran macam di Barat. Lain lagi dengan Jokowi yang sudah menjadi incaran oleh Komunis RRC.

Ada saja alasan para pengkhianat Pemalsu Konstitusi ini untuk melestarikan UUD Palsu itu. Di antaranya seakan-akan menjadi Pendukung Prabowo pada Pilpres 2014 dan 2019… seolah-olah berseberangan dengan Jokowi… Yang sebenarnya adalah mau mempertahankan UUD Palsu, siapa pun yang menang.

Tentulah Amien Rais harus mengatakan, Jokowi mundur atau jalan terus. Kalau mundur, maka Makruf Amin yang melanjutkan UUD Palsu. Tidak bedanya dengan Jokowi berlanjut terus sampai Pilpres 2024 yang juga didasarkan pada UUD Palsu. Pesan Amien agar “tidak memaksa rezim mundur di tengah jalan, sebab akan berakibat buruk”, pada hakekatnya karena khawatir Gerakan Menurunkan Jokowi akan berlanjut dengan menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 Asli.

Orang macam Amien Rais yang telah berani berkhianat terhadap Cita-cita Proklamasi, tentu punya1001 macam alasan lain di dalam hatinya. Padahal Soekarno, Soeharto, Habibie dan Gus Dur juga berhenti di tengah jalan… Dan memang selalu diperlukan Perubahan agar tercapai Cita-cita Kemerdekaan 1945, tetapi tanpa harus berkhianat. Maka, mau tidak mau UUD Palsu yang menjadi sebab dari berkuasanya Rezim Palsu yang membawa Republik Indonesia ke dalam situasi terjajah dan hancur seperti dewasa ini harus dicabut dan dihentikan… dengan atau tanpa Resolusi Jihad!

Loading...