Klaim Pertumbuhan Ekonomi Melesat, Menimbulkan Keganjilan?
Oleh : Hamzinah (Pemerhati Opini Medsos)
Di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengejutkan publik, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat 7,07% pada kuartal II 2021. Perekonomian Indonesia diklaim akhirnya lepas dari resesi.
Dalam Webinar CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045, pada Rabu 4 Agustus 2021, Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, mengatakan untuk bisa lepas dari jebakan negara pendapatan kelas menengah (middle income trap), pertumbuhan ekonomi Indonesia harus bisa mencapai 6% pada 2022 mendatang. Bila itu bisa dicapai, Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju pada 2045. ia menuturkan pandemi Covid-19 berdampak pada perencanaan pembangunan nasional. Salah satunya, pergeseran target Indonesia menjadi negara maju dari 2036 menjadi 2045. (CNN Indonesia).
Kritik Keganjilan Bermunculan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan ini adalah “pertumbuhan ekonomi semu”. Karena menggunakan base rendah di tahun 2020. Menurut INDEF di kuartal II tahun 2020 pemerintah melakukan PSBB. Sementara dikuartal II tahun 2021 pelonggaran PPKM terjadi. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tinggi melebihi rata-rata pertumbuhan kuartalan Indonesia sebesar 5%. (CNBC Indonesia).
Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Darmadi Durianto juga memberikan kritik keras terkait pertumbuhan ekonomi, ia mengatakan “Pengumuman itu justru hanya merupakan klaim sepihak pemerintah, alasannya antara fakta dan kondisi riil jauh berbeda, angkanya benar, tapi bisa membuat masyarakat bertanya-tanya mengenai kebenaran angka tersebut, karena masyarakat membandingkannya dengan situasi saat in.”. (Fajar.co.id).
Ekonom Rizal Ramli menilai pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 tidak mencerminkan keadaan sebenarnya kerena pembandingnya pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020, jika pembandingnya kuartal I 2021, maka tumbuh 3,3% saja. Hal ini disebut low base effect, yaitu membandingkan data yang tinggi dengan data yang jelek, yang paling rendah, untuk menunjukkan kesan berhasil. (Kumparan.com).
Pangkal Masalahnya Akibat Sistem Kapitalisme Ekonomi kapitalis dibangun bukan pada sektor riil, melainkan dengan ekonomi non riil seperti investasi, bursa saham, dan sejenisnya. Sektor ekonomi non riil adalah sector ekonomi yang rapuh karena pertumbuhan hanya dilihat dari nilai-nilai spekulan perputaran modal akibatnya, perekonomian akan sering labil, meski perekonomian masih bisa tetap berjalan karena ada aktivitas ekonomi sektor riil ditengah-tengah masyarakat.
Namun, karena adanya pandemi dan adanya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat besar-besaran membuat kedua sektor ini terpukul sekaligus. Akhirnya perekonomian colaps, jatuh berkali-kali dalam lubang resesi. Karena tabiat kapitalisme berorientasi pada materi, tentu kondisi pembatasan kegiatan masyarakat adalah kebijakan yang sangat merugikan.
Sistem ekonomi kapitalis juga menjadikan korporat merupakan penguasa sesungguhnya yang bersembunyi dibalik penguasa. Mereka menguasai SDA yang seharusnya untuk kemakmuran rakyat, akibatnya terjadi kemiskinan, kelaparan, pengangguran. Begitu pula politik demokrasi yang menyebabkan korupsi memang terpelihara disendi-sendi kekuasaan. Oleh karena itu, tidak ada harapan sama sekali jika masih menggantungkan kehidupan pada penerapan sistem demokrasi kapitalisme.
Islam Memberikan Solusi
Islam memiliki mekanisme regulasi yang diterapkan dalam perpolitikan maupun perekonomian yang akan dijalankan para pemimpinnya. Kekuasaan dalam Islam berdimensi dunia dan akhirat. Di dunia, Khalifah beserta jajarannya dipilih untuk mengurus urusan rakyat seperti yang diperintahkan hukum syariat. Jika mereka lalai terhadap amanah tersebut, tentu Allah SWT akan memberi azab yang pedih kelak di akhirat. Mindset inilah yang menjadi pengendali utama agar penguasa tidak korupsi, disamping ada mekanisme jaminan sehingga penguasa fokus mengurus rakyat.
Dalam Islam, sumber keuangan negara berasal dari 3 pos Baitul Mal, yaitu pertama, pos kepemilikan negara yang berasal dari harta fai’, ganimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, serta harta ghulul. Kedua, pos kepemilikan umum yang berasal dari sumber daya alam seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Kekayaan ini akan dikelola secara mandiri oleh negara tanpa intervensi korporat baik asing maupun aseng. Hasilnya akan diberikan kepada rakyat, bisa berupa subsidi atau jaminan kebutuhan publik rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan sehingga rakyat dapat menikmatinya dengan gratis. Ketiga, pos zakat yang berasal dari zakat fitrah maupun zakat mal, shadaqah dan waqaf.
Dari pos baitul mal inilah, Khalifah akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya. Departemen sosial dalam sistem Islam akan mendata orang perorang secara detail terkait penghasilan rakyatnya yang terkategori miskin dan tidak miskin. Bagi yang miskin dan memiliki kemampuan bertani, Khalifah akan memberi bantuan modal seperti sebidang tanah, traktor, bibit, hingga pupuk. Selain itu, juga akan memberikan pengarahan terkait teknologi pertanian yang dihasilkan lembaga riset di bawah Dinas Perindustrian.
Jika rakyatnya miskin dan memiliki kemampuan yang lain, akan didukung dengan sejumlah modal untuk membangun usahanya. Sehingga perekonomian yang ada dalam Islam tidak ada sektor ekonomi non rill, yang ada hanyalah perekonomian di sektor rill yang berada pada pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Dengan mekanisme ini, jelas kemajuan negara akan dapat terealisasi. Tidak hanya maju, namun juga kuat, mandiri, anti resesi dan yang paling utama adalah mendapatkan keberkahan dari Allah SWT karena menerapkan sistem-Nya. Sebagaimana Firman Allah yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”. (QS. Al-A’raf : 96). Wallahu a’lam bish-shawwab.