oleh

Penundaan Pemilu dan 3 Periode Sudah Selesai, Tapi Persoalan Rakyat dan Negara Belum Selesai

Penundaan Pemilu dan 3 Periode Sudah Selesai, Tapi Persoalan Rakyat dan Negara Belum Selesai

Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
(Penggagas Fraksi Rakyat di Parlemen /
Ketua Presidium Majelis Rakyat IndonesiaIndonesia)

Aksi Mahasiswa dan Rakyat pada akhirnya telah berhasil menuntaskan wacana kekuasaan jabatan 3 periode Presiden dan penundaan pemilu.

Bahkan Jokowi sebagai Presiden juga telah menyatakan bahwa Pemilu tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada 2024 dan tidak ada agenda 3 periode masa jabatan bahkan perpanjangan. Selain itu kesepakatan Fraksi-Fraksi di MPR yang berbasis Partai-Partai Politik dan DPD juga telah bersepakat untuk ditiadakannya Amandemen Konstitusi di masa periode ini. Meskipun sebetulnya PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) dibuat dengan payung hukum Undang-Undang lebih baik ditunda saja. Mungkin melalui periode berikutnya PPHN bisa dilakukan bersamaan dengan Amandemen Konstitusi paska periode Presiden berikut agar tidak menjadi rancu. Sehingga PPHN tetap ditetapkan melalui Ketetapan MPR.

Artinya issue-issue ini telah selesai. Akan tetapi persoalan Rakyat dan Negara ditengah ketidakpastian global masih tetap menjadi ancaman yang berpotensi menjadi gelombang besar.

Persoalan-persoalan ini terjadi dalam tataran elit-elit politik yang sedang menyiapkan pertarungan perebutan kekuasaan dalam pemilu 2024 dan di level akar rumput (grass roots), dimana rakyat sedang menghadapi tekanan-tekanan masalah kehidupannya. Selain itu juga di tataran penguasa modal dalam penguasaan sumber-sumber kemakmuran yang tidak berorientasi pada kepentingan Rakyat dan Negara sedang mencari peluang untuk mendapatkan keuntungan dari kesulitan-kesulitan rakyat.

Situasi global pandemi yang belum sepenuhnya tuntas dilanjutkan perang Rusia-Ukraina juga menjadi faktor-faktor goncangan yang akan menekan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semuanya berdampak ke rakyat menjadi beban berat.

Penguasaan politik, sumber kemakmuran rakyat dan kesulitan rakyat akan kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari mengindikasikan problem yang mengarah ke situasi sulit.

Keputusan politik 2024 tentu menjadi kehendak rakyat, akan tetapi persaingan politik dengan Presidential Treshold (Ambang Batas Presiden) 20% dan Parliamentary Treshold (Ambang Batas Parlemen) 5% tentu juga menjadi ketidakadilan politik, dimana penguasaan politik dan modal akan beralih menjadi kesenjangan antara penguasa politik, penguasa modal dengan keadilan rakyat.

Sementara arus penguasa modal yang terkonsentrasi pada penguasaan politik partai dengan kekuatan besar telah teruji gagal dalam mencapai kehendak rakyat mencapai keadilannya. PDIP sebagai partai politik pemilik ambang batas terbesar tentu menjadi ancaman rakyat akan penguasaan politik dan penyalahgunaan kekuasaan nantinya, jika rakyat tidak diberikan kekuasaan kontrol formal. Oleh karena itu kami selalu memperjuangkan hadirnya Fraksi Rakyat sebagai kekuatan rakyat yang diformalkan dengan memberikan kekuasaan pada rakyat langsung. Dan ini juga tidak terlepas dari irisan sejarah Tata Negara dan Rakyat dalam sejarah yang pernah ada melalui Utusan Golongan yang terdiri dari saluran Golongan-Golongan Rakyat. Akan tetapi fungsi, wewenang dan kedudukannya benar-benar menjadi saluran rakyat untuk terlibat langsung dalam keputusan-keputusan Negara.

Baca Juga :  Tak Jadi Presiden, Prabowo Tetap King Maker Handal, Opini Tony Rosyid

Partisipasi rakyat dalam pemenuhan keadilan hidupnya dipastikan sulit sekali mencapai kehendaknya ketika saluran-saluran politiknya tidak dimiliki. Tentu hal ini akan menghabiskan banyak energi ketika ketidaksetujuan rakyat terhadap keputusan Negara dilakukan melalui demonstrasi besar-besaran.

Saat ini harga-harga bahan pokok, kenaikan bahan bakar minyak (bbm), kenaikan pajak pertambahan nilai (ppn) yang naik 11% dan mungkin dalam waktu dekat tekanan global akan meningkatkan krisis ekonomi yang secara tiba-tiba akan membebani rakyat secara tajam.

Kesepakatan pemilu 2024 yang akan dijalankan 2 tahun lagi tentu sudah menjadi kepastian yang tidak lagi berubah. Akan tetapi masa-masa sebelum pemilu ini tentu juga menjadi masalah yang harus menjadi perhatian para pemangku kebijakan politik saat ini. Khususnya Presiden dan Para Pembantunya serta Para Wakil Rakyat di Parlemen yang saat ini sulit benar-benar menjadi penyeimbang dan kontrol kekuasaan, kecuali jika menyangkut kepentingan politik mereka an sich.

Kenyataannya ditingkat elit kekuasaan partai dan penguasa modal sedang sibuk berebut kekuasaan akan tetapi kesulitan rakyat semakin hari, semakin bertambah.

Dan tentunya, dalam perebutan kekuasaan issue-issue sensitif, seperti SARA dan pembelahan sosial masih sangat mungkin digunakan oleh kelompok-kelompok politik yang sedang berebut kekuasaan untuk saling memukul, menyingkirkan dan menekan dalam persaingan perebutan kekuasaan. Dan ini akan menambah polarisasi masyarakat yang berpotensi memecah belah bangsa hingga di level masyarakat terkecil yaitu keluarga.

Fanatisme pada figur-figur dan kelompok-kelompok politik akan diciptakan untuk menambah kebencian dan klaim-klaim kebenaran halusinasi yang berpotensi merusak hubungan sosial hingga tingkat keluarga. Persoalan-persoalan seperti ini merupakan persoalan serius jika tidak diselesaikan dengan cara-cara rasional dan kultural.

Baca Juga :  KPK Laporkan Penganiayaan 2 Pegawai KPK ke Polda Metro

Oleh karena itu saat ini dibutuhkan konsolidasi kekuatan Rakyat dan Negara untuk mencapai keadilan politik, keadilan ekonomi dan keadilan sosial.

Kesempatan Jokowi di masa-masa akhir jabatannya ini, sebenarnya adalah waktunya untuk memperbaiki tatanan keadilan Rakyat dan Negara melalui kekuasaannya. Sehingga ketika Pemilu 2024 tiba waktunya, dimana saat ini konsolidasi partai-partai politik dan penguasa modal telah beroperasi untuk memainkan agenda-agendanya, Jokowi akan berhasil mendapatkan legacy yang baik dari rakyat.

Keterlibatan rakyat melalui partisipasi politik sudah saatnya tidak hanya dimanfaatkan melalui proses suksesi 5 tahunan yang mengakibatkan pembangunan rakyat dalam konteks pembangunan manusia menjadi nir produktif (tidak produktif). Rakyat hanya dibawa berputar-putar dipersoalan-persoalan sekitar kekecewaan kalahnya jagoannya atau kesenangan atas menangnya jagoannya yang menjadi bahan bakar saling merendahkan dan meninggikan. Padahal dalam aspek-aspek kehidupannya seperti kemudahan dalam akses perekonomian, status kehidupan sosial dan partisipasi politiknya berada dalam kesulitan.

Kami dari kelompok masyarakat sipil menekankan kepada Jokowi untuk mampu berdiri secara independen dan menggalang seluruh rakyat, baik yang pro maupun kontra dalam upaya tegaknya keadilan rakyat, salah satunya dengan melakukan intervensi terhadap penghapusan Ambang Batas Presiden dan Parlemen. Dan juga mendorong Fraksi Rakyat di Parlemen. Dalam konteks ini Jokowi dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan Fraksi Rakyat dapat dibentuk melalui Komite Fraksi Rakyat Sementara dengan melibatkan semua kelompok, baik yang berada diluar dari oposisi, kelompok tengah maupun kelompok pendukung pemerintah. Hal ini untuk mewujudkan persatuan nasional.

Selain itu kami juga menekankan kepada Jokowi untuk berdamai dengan masa lalu politiknya dengan kelompok Islam dan kelompok-kelompok lainnya yang mungkin pernah berseberangan.

Bagaikan sebuah keluarga, ketika terjadi turbulensi di dalam rumah tangga, ketika seluruh anggota keluarga solid dan saling berdamai, maka masalah sebesar apapun akan bisa diatasi. Selain itu berkah dan keselamatan dari Tuhan juga akan menyertai kita.

Dan ketika Pemilu 2024 dimulai, kompetisi yang terjadi tentu komptesi yang sehat dan benar-benar sportif.

Loading...