oleh

Perlukah Undang-Undang Jaminan Produk Halal di Amandemen?

SUARAMERDEKA – Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) disahkan tanggal 17 Oktober 2014. Namun sampai hari ini Peraturan Pelaksanaannya belum juga diterbitkan.

Pada amanat Pasal 65 UU JPH dijelaskan, bahwa Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 tahun. Terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Seharusnya PP sudah terbit pada Oktober 2016.

Untuk itu Indonesia Halal Wacth mengadakan grup diskusi yang menghadirkan pembicara yang menjadi pakar di bidangnya masing-masing. Diantaranya, Widodo Ekatjahjana Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham RI, Harsanto Nursadi Ahli Hukum Administrasi Negara FH UI, Lukmanul Hakim Direktur LPPOM MUI, dan Ikhsan Abdullah Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch.

Bahwa ketentuan wajib sertifikasi halal atau mandatory sertifikasi halal akan segera memasuki jatuh tempo yaitu di tahun 2019 yang tinggal hitungan hari berbagai pertanyaan muncul.

Baca Juga :  Pangdam Pimpin Acara Tradisi Korps dan Serah Terima Pejabat Kodam

1. Apakah Peraturan Pelaksana (PP) masih perlu diterbitkan?
2. Apakah PP yang terlambat di terbitkan itu menjadi kadaluarsa?
3. Apabila Pemerintah tetap menerbitkan PP tersebut, apakah Pemerintah dianggap melangggar Undang-Undang?
4. Apakah UU JPH dapat dijalankan tanpa PP?

Menurut Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana “Kemenkumham tidak bisa masuk ke subtansi (Undang-Undang -red) karena ‘kami’ hanya penyelaras, sedangkan yang menjadi leadingnya itu Kementrian Agama,” ujar Widodo

Menurut Widodo ada 3 cara untuk membatalkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tersebut “Bisa dengan cara diamandemen, dilakukan Judicial Review, dan Perpu, sedangkan yang paling ideal itu Judicial Review karena untuk Amandemen akan memakan waktu lama, dan untuk Perpu harus ada unsur daruratnya,” lanjut Widodo

Baca Juga :  SKK Migas Pertahankan Sertifikasi SMAP SNI ISO 37001:2016

“Membuat UU itu lebih mudah daripada membuat PP. Karena membuat UU hanya perlu lobi-lobi antar anggota DPR. Sedangkan pembuatan PP, ada banyak kepentingan yang bersentuhan antar kementrian,” ujar Harisanto

Lanjut Harisanto, mereka cukup mendorong kepada kementerian terkait agar PP tetap dikeluarkan. Karena jika menggunakan cara lain akan menyita banyak waktu. Apalagi di tahun politik sepeti ini dikhawatirkan menimbulkan efek yang kurang bagus,” kata Harisanto

“Pihak MUI dalam hal ini hanya menunggu teknis pelaksanaannya saja. Sebab sebelum PP itu dikeluarkan, pihak yang akan membuat sertifikat halal masih bisa mengajukan kepada LPPOM MUI,” ujar Lukmanul Hakim. (MIL)

Loading...