oleh

Potensi Terjadinya Kebuntuan Situasi Negara dan Rakyat Indonesia dan Resolusinya

Potensi Terjadinya Kebuntuan Situasi Negara dan Rakyat Indonesia dan Resolusinya

(Melihat, Membaca Situasi Politik, Ekonomi Rakyat dan Negara Indonesia Saat ini)

Oleh : Yudi Syamhudi Suyuti
(Aktivis / Penggagas Fraksi Rakyat di Parlemen)

Sebelum memulai tulisan opini saya ini, saya ingin menyampaikan tulisan saya ini dari kaca mata obyektif. Sehingga saya berusaha sebisa mungkin menulis dengan jernih pikiran-pikiran saya dari realita-realita baru yang terjadi di Indonesia, khususnya menyangkut masalah Rakyat dan Negara.

Situasi Rakyat dan Negara Indonesia saya prediksi sedang mengalami kebuntuan secara bersamaan.

Artinya, ketika rakyat masih berusaha merecovery situasi perekonomiannya yang diterpa virus global covid 19 yang menjadi pandemi, beban rakyat menjadi bertambah berat ketika saat ini terjadi naiknya harga bahan-bahan pokok dan bahan bakar minyak (bbm). Hal ini awalnya dimulai dengan kelangkaan yang kemudian menjadi mahal karena dengan terpaksa pemerintah harus menyerahkan pada mekanisme pasar yang menjadi tuntutan global. Meski, pada akhirnya pemerintah mencoba mengurangi beban harga sebagian minyak goreng curah melalui subsidi yang dengan diberikan HET (Harga Eceran Tertinggi) dengan peruntukkan ke masyarakat tingkat menengah ke bawah.

Namun hal ini tetap pada posisi ketidak pastian menyangkut situasi ekonomi, sosial dan keamanan.

Beban rumah tangga rakyat terkait berbagai kebutuhan hidup seperti dalam penyelesaian kredit mendasar mengalami berbagai kesulitan yang bertambah. Biaya kontrak rumah, belanja harian, kebutuhan pendidikan anak sekolah hingga masalah-masalah kebutuhan dasar hidup lainnya menjadi persoalan yang bertambah sulit.

Sedangkan persoalan yang terjadi dalam sistem negara yang merupakan alat produksi rakyat dalam fungsi penataan rakyat disegala sektor kehidupan rakyat, juga sedang mengalami defisit menyangkut anggaran dan persaingan kekuatan politik.

Sehingga keduanya antara rakyat dan negara Indonesia berpotensi berada pada posisi terjadinya stagnansi yang mengindikasikan ke situasi deadlock atau kebuntuan dalam mencapai pencapaian penyelesaian masalah keduanya.

Persoalan ini tidak terlepas dari persoalan lokal, nasional dan global yang terjadi saat ini. Dimana ditingkat lokal dan nasional rakyat dan negara dapat dikatakan tidak siap dengan terjadinya turbulensi global yang dimulai dengan menyebarnya pandemi covid 19 dan kemudian dilanjutkan perang antara Rusia dan Ukraina sebagai pintu masuknya The New Global Shock (Kejutan Global Baru).

Baca Juga :  DPR Tak Bisa Diharapkan, Berarti Rakyat Langsung Ambil Alih?

Potensi kebuntuan ini tentu membuat Negara terancam dalam situasi ekonomi yang terus melemah.

Ketidaksiapan Indonesia sendiri tidak terlepas dari hal yang paling mendasar, yaitu kondisi kekuasaan atau hegemoni partai-partai politik dalam mementingkan suksesi kekuasaan 5 tahunan dari periode ke periode tanpa mampu membangun pondasi atau fundamental penguatan rakyat dan negara. Fundamental disini menyangkut persoalan kekuataan rakyat yang berkelanjutan seperti penyediaan permodalan ekonomi, pembukaan lapangan usaha beserta pelatihan-pelatihannya sampai tingkat usaha rumahan, penguatan angkatan kerja, pendampingan dalam pengelolaan keuangan keluarga dan persiapan antisipasi ketika situasi krisis. Hal ini juga tidak terlepas kesiapan intervensi Negara ketika gejala krisis mulai terjadi. Hal ini juga disebabkan lemahnya ruang partisipasi publik dalam keputusan-keputusan Negara.

Sementara kekuasaan politik yang bersumber pada partai-partai politik tidak mampu mengimbangi kekuasaan eksekutif untuk membangun pengawasan kritis terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengakibatkan ketimpangan menyangkut perimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Sehingga peran legislatif dalam posisi penyeimbang eksekutif begitu lemah. Hal ini kemungkinan karena partai-partai politik pemilu sangat berharap mendapatkan kontrak-kontrak dan transaksi-transaksi ekonomi dari eksekutif, sehingga tidak mampu berdiri secara independen.

Situasi ini justru membuat rakyat tidak mendapat asupan dari lembaga-lembaga Negara baik eksekutif maupun legislatif yang berbasis partai-partau politik dan tokoh-tokoh pemerannya untuk mengisi panggung kekuasaan eksekutif sebaga calon-calon presiden setiap periodenya. Sehingga rakyat hanya diberikan makanan issue-issue untuk terlibat dalam arus kepentingan kekuasaan dari aktor-aktor Negara, yang dikuatkan oleh kepentingan para konglomerat yang misinya menguasai negara, dimana jumlah mereka hanya segelintir (tidak semua konglomerat). Mereka itu adalah kaum yang seringkali disebut oligarki.

Namun saat ini situasi sudah terjadi dan mengarah pada kebuntuan. Tentu kita perlu mencari solusi dengan benar-benar menyelesaikan kebuntuan Rakyat dan Negara Indonesia dalam segala hal.

Arus aksi mahasiswa yang menolak jabatan presiden 3 periode atau menolak penundaan pemilu 2024 sedang mendorong tekanan kepada Jokowi sebagai Presiden untuk memastikan benar-benar menolak perpanjangan kekuasaannya secara formal.

Tentu hal ini bukan persoalan sulit bagi Jokowi untuk menyatakan secara formal bahwa dirinya secara politik tidak akan mau dicalonkan kembali dalam perpanjangan kekuasaan atau menolak usulan jabatan 3 periode. Jokowi mudah saja membuat pernyataan resmi, formal dan legal dalam Pernyataan Presiden Joko Widodo yang ditulis diatas kertas berkop surat Presiden Republik Indonesia.

Baca Juga :  Pendapat Hukum Tentang Penetapan Tersangka Habib Rizieq Shihab

Dan tentu pernyataan tersebut juga tidak menjamin terselesaikannya potensi krisis nasional di tingkat bawah hingga ke atas. Krisis Rakyat dan Negara Indonesia berpotensi menjadi krisis multidimensional.

Pemilu 2024 masih masih 2 tahun lagi, dan hari demi hari eskalasi kekacauan global terus bertambah dan mendorong tekanan-tekanan hingga ke Indonesia.

Lalu, apa solusi yang dapat kita jadikan jalan untuk menguatkan dan menciptakan stabilitas Rakyat dan Negara Indonesia agar situasi ini menjadi tidak buntu, dan justru menjadi resolusi kekuatan bersama.

Salah satunya adalah keterlibatan Rakyat langsung dalam menyelesaikan masalah-masalah Negara ini melalui Reformasi MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dengan dimasukkannya Fraksi Rakyat sebagai Kekuataan Rakyat di Negara. Hal ini bisa bersamaan dengan Penguatan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan dibuatnya PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara).

Untuk memulainya secara cepat, Presiden dapat mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) atau jika memang terjadi situasi kedaruratan dapat dibuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membentuk Komite Fraksi Rakyat Sementara. Dimana Komite Fraksi Rakyat Sementara ini dibentuk untuk mengatasi masalah kebuntuan Rakyat dan Negara dan merekonstruksi keterlibatan rakyat dalam keputusan-keputusan negara yang dibutuhkan dalam menyelesaikan krisis dan menguatkan Rakyat dan Negara menghadapi ancaman krisis global sekaligus mengatasi masalah di tingkat lokal dan nasional.

Hal ini tentu didasari oleh kegentingan situasi ditingkat nasional atas kondisi global yang terjadi.

Maka Perppu tentang Komite Fraksi Rakyat Sementara ini merupakan Peraturan Pemerintah yang dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945. Terbitnya Perppu untuk pembentukan Komite Fraksi Rakyat Sementara di dasari oleh Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 28 C UUD NRI.

Dengan dibentuknya Komite Fraksi Rakyat Sementara, saya yakin dalam waktu cepat persoalan kebuntuan rakyat dan negara Indonesia dapat diatasi, dan Pemilu 2024 tetap dapat dilaksanakan.

Loading...