oleh

Program Nasional Food Estate Disebut Tak Punya Juknis Juklak

SUARAMERDEKA.ID – Koalisi Mahaga Petak Danum Itah meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan secara detail apa dan bagaimana program nasional Food Estate yang saat ini dikonsentrasikan di provinsi Kalimantan Tengah. Masyarakat merasa bingung karena hingga saat ini belum ada petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang pasti akan program tersebut.

Pemerhati lingkungan dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Ditta menyebut, Pemerintah di saat pandemi secara tiba-tiba menggelontorkan program bernama Food Estate (lumbung pangan). Padahal menurutnya, program lumbung pangan ini tanpa terjadinya pandemi selayaknya tanggung jawab pemerintah. Kedatangan program ini, disebutnya, menimbulkan kebingungan di tingkat masyarakat. Baik masyarakat adat, petani maupun masyarakat trasmigran.

Ditta menuturkan, program food estate disebut-sebut memanfaatkan eks program Pembukaan Lahan Gambut (PLG) di masa lalu. Padahal masyarakat sudah mulai bangkit dengan caranya masing-masing dengan dukungan dari desa.

“Sekarang hadir program pemerintah dengan ketidakjelasan dari program ini. Bahkan dasar hukumnya pun belum ada hingga detik ini bagaimana proses dan pengelolaannya pun juga belum jelas. Maka kita menuntut pemerintah untuk hadir pada masyarakat tanpa meninggalkan harapan palsu. Tidak lagi PHP kepada masyarakat. Tetapi adanya pemberdayaan terhadap masyarakat, bukan memperdaya masyarakat. Dan kesejahteraan masyarakat itu menjadi hal yang utama,” kata Ditta dalam menggelar konferensi pers di Cafe Angkringan Jalan Patih Rumbih kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah, Jumat (25/9/2020).

Baca Juga :  Wakil Gubernur DKI Jakarta Dukung Muktamar Luar Biasa dan Milad Ke-75 GPI

Ia pun menyebut program food estate tidak berpihak kepada masyarakat. Ditta menjelaskan, pada setiap pendampingan yang dilakukan yayasannya kepada masyarakat petani maupun adat yang mereka berladang, tidak ada kejelasan soal apa dan bagaimana sebenarnya program tersebut.

“Dari Kapuas, Pulpis, Provinsi, tidak ada satu singkronnisasi. Bahkan kita konfirmasi sampai ke pusat, tidak ada kata yang sama, aturan yang sama. Tidak ada suara yang sama,” ungkapnya.

Lanjutnya, bahkan pada saat sosialisasi pun, pemerintah tidak bisa memberikan informasi yang jelas. Masyarakat yang ia dampingi mengaku tidak paham apa peran mereka pada program yang digadang-gadang akan memenuhi kebutuhan pangan nasional ini.

“Bahkan diakui di kementerian masing-masing, karena ini melibatkan hampir setengah dari Kementerian/ Lembaga, itu koordinasi berbeda-beda statemennya. Itu pun diakui di pemerintah pusat,” tegas Ditta.

Ia pun berharap, sebelum meluncurkan suatu program ke masyarakat, pemerintah seharusnya melakukan konsolidasi internal terlebih dulu. Ditta meningatkan, tidak adanya satu suara akan memunculkan permasalahan di lapangan.

“Jadi itu yang kami minta, kami menuntut pemerintah. Ketika menggelontorkan program, satu suara dulu. Jelas dulu semuanya. Jadi turun ke masyarakat pun juga jelas. Tidak lagi muncul asumsi, muncul demonstrasi yang tidak jelas, sweeping-sweeping yang tidak jelas di masyarakat misalkan. Jadi itu yang kami menuntut. Kejelasan dari program ini,” tutupnya.

Baca Juga :  Kepengurusan MUI Sembilan Kecamatan di Kapuas Dikukuhkan

Di kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan Petak Danum Kabupaten Kapuas, Mulyadi menjelaskan, program food estate yang disampaikan ke masyarakat lebih banyak masalah teknis. Seperti membangun irigasi, membangun jalan dan lain sebagainya.

“Jadi masing-masing dinas instansi gitu. Kita belum menemukan keterlibatan masyarakat itu gimana, posisi mereka bagaimana. Apakah menguntungkan atau tidak. Kalaupun tidak menguntungkan kan masyarkat bisa menolak. Ini yang belum ada kejelasan,” ujarnya.

Ia menambahkan, masing-masing pihak lebih banyak menjelaskan pada kesiapan dinas instansi dalam mengerjakan proyek-proyek yang ada. Mulyadi menegaskan, tidak ada kejelasan secara nyata berapa detail per item.

“Ketika dialog kemarin kita paparkan, ini biaya sistem irigasi berapa, bikin cetak sawahnya berapa, menyediakan bibit berapa. Itu dengan total miliar-miliar rupiah itu saja yang bisa disampaikan,” imbuhnya.

Mulyadi menekankan, ketika masyarakat bertanya mengenai teknis pelaksanaan, pihak pemerintah tidak menjawab. Alasanyanya, menurutnya, selama ini belum ada juknis dan juklak-nya.

“Hanya itu yang mereka bisa jawab. Jadi juknis juklak itu tidak ada sama sekali. Makanya jadi pertanyaan kami itu sebenarnya, dasar hukumnya apa dulu food estate ini. Apa ada Keppres dan lain sebagainya seperti halnya PLG. PLG dulu kan ada Keppres, sehingga peran masyarakat terlihat di Keppres-nya. Nah ini kan belum ada,” tegas Mulyadi. (HRN)

Loading...